BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsep
Materialitas
Financial
Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai :
“Besarnya suatu
penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang, dengan memperhitungkan
situasinya, menyebabkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang
mengandalkan pada informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh
penghapusan atau salah saji tersebut.”
Definisi diatas
mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan-keadaan yang berhubung
dengan satuan usaha (perusahaan klien), dan informasi yang diperlukan oleh
mereka yang akan mengandalkan pada laporan keuangan yang telah diaudit. Karena
tanggung jawab menentukan apakah laporan keuangan salah saji secara material,
auditor harus, berdasarkan temuan salah saji yang material, menyampaikan hal
itu kepada klien sehingga bisa dilakukan tindakan koreksi.
Konsep
materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual atau
keseluruhan, adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai
dengan prinsip - prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Sedangkan
beberapa hal lainnya adalah tidak penting. Auditor mengikuti lima langkah yang
saling terkait erat dalam menerapkan materialitas.
Langkah-Langkah Dalam Menerapkan Materialistas
1.
Menetapkan pertimbangan pendahuluan
tentang materialit
2.
Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan
tentang materialitas segmen-segmen
3. Mengestimasi
total salah saji dalam segmen
4. Memperkirakan
salah saji gabungan
5. Membandingkan
salah saji gabungan dengan pertimbangan pendahuluan atau yang direvisi
tetentang materialitas
Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila
laporan keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara
individual atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan
laporan keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material,
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.Salah saji dapat
terjadi sebagai akibat dari kekeliruan atau kecurangan.
Istilah kekeliruan berarti salah
saji atau penghilangan yang tidak disengaja jumlah atau pengungkapan dalam
laporan keuangan. Kekeliruan mencakup:
a. Kesalahan dalam pengumpulan atau pengolahan data yang menjadi sumber
penyusunan laporan keuangan.
b. Estimasi akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau
salah tafsir fakta.
c. Kekeliruan dalam penerapan prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah,
klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.
Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak
dapat memberikan jaminan (guarantee) bagi klien atau pemakai laporan keuangan
yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat.
2. Pentingnya Konsep Materialitas Dalam Audit Atas Laporan Keuangan
Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan
bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan
auditan adalah akurat karena auditor yang bersangkutan tidak memeriksa setiap
transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat menentukan
apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan
dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam
audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan (assurance) sebagai
berikut:
1. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam
laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan,
dan dikompilasi.
2. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit
kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas
laporan keuangan auditan.
3. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat (atau memberikan
informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai
keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material
karena kekeliruan dan ketidakberesan.
Dengan demikian
ada dua konsep yang mendasari keyakinan yang diberikan oleh auditor yaitu:
konsep materialitas yang menunjukkan seberapa besar salah sajinya dan konsep
risiko audit yang menunjukkan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah
pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
3.
Menetapkan Pertimbangan Awal Materialitas
SAS 107 (AU
312) mengharuskan auditor memutuskan jumlah salah saji gabungan dalam laporan
keuangan, yang akan mereka anggap material pada awal audit ketika sedang
mengembangkan strategi audit secara keseluruhan. Keputusan tersebut disebut
sebagai pertimbangan pendahuluan tentang materialitas. Karena, meskipun
merupakan pendapat professional , hal itu mungkin saja berubah selama
penugasan. Pertimbangan ini harus didokumentasikan dalam file audit.
Pertimbangan
pendahuluan tentang materialitas adalah jumlah maksimum yang membuat auditor
yakin bahwa laporan keuangan akan salah saji tetapi tidak mempengaruhi keputusan
para pemakai yang bijaksana. Auditor menetapkan pertimbangan pendahuluan
tentang materialitas untuk membantu merencanakan pengumpulan bukti yang tepat.
Semakin rendah nilai uang pertimbangan pendahuluan ini, semakin banyak bukti
audit yang dibutuhkan. Selama pelaksanaan audit, auditor sering kali mengubah
pertimbangan pendahuluan tentang materialitas.
Beberapa faktor
akan mempengaruhi pertimbangan pendahuluan auditor tentang materialitas untuk
seperangkat laporan keuangan tertentu,
1)
Materialitas adalah konsep yang
bersifat relatif bukan absolut.
Salah saji material bagi suatu
perusahaan belum tentu material juga bagi perusahaan lain.
2)
Dasar yang diperlukan untuk
mengevaluasi materialitas.
Karena materialitas bersifat relative,
diperlukan dasar untuk menentukan apakah salah saji itu material. Laba bersih
sebelum pajak sering kali menjadi dasar utama untuk menentukan berapa jumlah
material bagi perusahaan yang berorientasi laba, karena jumlah ini dianggap
sebagai item informasi yang penting bagi para pemakai.
3)
Faktor-faktor kualitatif yang juga
mempengaruhi materialitas, contoh :
a. Jumlah karena
ketidakberesan lebih penting daripada kekeliruan yang tidak disengaja
karenaketidakberesan mencerminkan kejujuran dan keandalan dari pihak manajemen
atau pihak yang terlibat.
b.
Kekeliruan yang kecil dianggap material
jika berhubungan dengan kewajiban kontrak.
c. Kekeliruan yang
tidak material dapat menjadi material kalau mempengaruhi kecenderungan laba.
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada
dua tingkat berikut ini :
a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup
laporan keuangan sebagai keseluruhan.
b.
Tingkat saldo
akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai kesimpulan
menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
Faktor yang
harus dipertimbangkan dalam melakukan pertimbangan awal tentang materialitas
pada setiap tingkat dijelaskan berikut ini :
1)
Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama
auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit, kedua pada saat
mengevaluasi bukti-bukti audit dalam pelaksanaan audit. Pada saat merencanakan
audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan
yang terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang material oleh
auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan
kewajaran laporan keuangan. Jadi auditor harus mempertimbangkan dengan baik
penaksiran materialitas pada tahap perencanaan audit. Jika auditor menentukan
jumlah materialitas terlalu rendah, auditor akan mengkonsumsi waktu dan usaha
yang sebenarnya tidak diperlukan. Sebaliknya jika auditor menentukan jumlah
rupiah materialitas terlalu tinggi auditor akan mengabaikan salah saji yang
signifikan sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian untuk
laporan keuangan yang sebenarnya berisi salahsaji material.
Laporan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi
kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya, secara indifidual atau secara
gabungan. Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih
dari satu tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan tersebut.
Kenyataannya setiap laporan keuangan dapat memiliki lebih dari satu materialitas.
2) Materialitas
pada Tingkat Saldo Akun
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang
mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material.
Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidakboleh dicampur adukan dengan
saldo akun material. Karena saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang
tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang
dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keungangan. Saldo suatu akun
yang tercatat umumnya mencerminkan batas atas lebih saji dalam akun tersebut.
Dalam mempertimbangakan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor
harus mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan
materialitas laporan keuangan. Pertimbangan ini mengarahkan auditor untuk
merencanakan audit guna mendeteksi salah saji yang kemungkinan tidak material
secara individual namun, jika digabungkan dengan salah saji dalam saldo akun
yang lain, dapat material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.
3) Alokasi
Materialitas Laporan Keuangan ke Akun
Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan di
klasifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat
diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara
individual. Pengalokasian ini dapat dilakukan baik untuk akun neraca maupun
akun laba-rugi. Namun, karena hampir semua salah saji laporan laba rugi
mempengeruhi neraca dan karena akun neraca lebih sedikit banyak auditor
melakuan alokasi atas dasar akun neraca.
Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan
terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan
untuk memverifikasi akun tersebut.
4.
Alokasi Pertimbangan Pendahuluan
Tentang Materialitas Ke Segmen-Segmen
Alokasi
pertimbangan pendahuluan tentang materialitas ke segmen-segmen perlu dilakukan
karena auditor mengumpulkan bukti per segmen dan bukan untuk laporan keuangan
secara keseluruhan. Berguna untuk membantu auditor dalam memutuskan jumlah
bahan bukti yang cukup untuk dikumpulkan dalam segmen tersebut, sehingga akan
meminimalisasi biaya audit. Sebagian besar alokasi materialitas pada pos-pos
neraca karena neraca memiliki lebih sedikit komponen. Kesulitan materialitas
pada akun neraca :
·
Anggapan bahwa akun tertentu lebih
banyak kekeliruan daripada yang lain.
·
Perlunya mempertimbangkan apakah
kekeliruan tsb. lebih saji atau kurang saji.
·
Biaya audit relatif dari prosedur audit
yang mempengaruhi alokasi untuk tiap akun sulit diramalkan.
Estimasi Salah Saji Dengan Pertimbangan
Awal
Ketika melaksanakan prosedur audit untuk setiap segmen
audit, auditor membuat kertas kerja untuk mencatat semua salah saji yang
ditemukan. Salah saji yang ditemukan dalam suatu akun dapat dibedakan menjadi 2
jenis,
1.
Salah Saji yang Diketahui adalah salah
saji dalam akun yang jumlahnya dapat ditentukan oleh auditor.
2. Salah Saji yang
Mungkin.
Perhitungan proyeksi langsung estimasi
salah saji :
Salah saji bersih dalam sampel ×
Total nilai populasi
Total Sampel
yang
tercatat
5.
Pengertian Risiko Audit
Dalam
perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan risiko audit. Menurut SA
Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit, risiko
audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan
pendapatnya, semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia untuk
menanggungnya.
Auditor
merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan atas dasar
bukti yang diperoleh dari verivikasi asersi yang berkaitan dengan saldo akun
secara individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi
risiko audit pada tingkat saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir proses
audit, risiko audit dalam menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai
keseluruhan akan berada pada tingkat yang rendah.
6.
Risiko
Audit Pada Tingkat LaporanKeuangan Dan Tingkat SaldoAkun
Kenyataan bahwa auditor tidak dapat memberikan jaminan tentang ketepatan
informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan mengharuskan auditor
mempertimbangkan baik materialitas maupun risiko audit, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atau suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Risiko audit, seperti materialitas, dibagi
menjadi dua bagian:
1.
Risiko Audit
Keseluruhan (Overall Audit Risk)
Pada tahap perencanaan auditnya, auditor pertama kali harus menentukan
risiko audit keseluruhan yang direncanakan, yang merupakan besarnya risiko yang
dapat ditanggung oleh auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan
secara wajar, padahal kenyataannya, laporan keuangan tersebut berisi salah saji
material.
2.
Risiko Audit
Individual
Karena audit mencakup pemeriksaan terhadap akun-akun secara individual,
risiko audit keseluruhan harus dialokasikan kepaada akun-akun yang berkaitan.
Risiko audit individual perlu ditentukan untuk setiap akun karena akun tertentu
seringkali sangat penting karena besar saldonya atau frekuensi transaksi
perubahan.
7.
Model Resiko Audit
PDR = AAR/(IR*CR)
Ket :
PDR =
Risiko penemuan yang direncanakan ( Planned Detection Risk
)
AAR = Risiko audit yang dapat
diterima ( Acceptable Audit Risk )
IR = Risiko bawaan (
Inherent Risk )
CR = Risiko pengendalian (
Control Risk )
Keterangan
:
Risiko penemuan
yang direncanakan ( Planned Detection Risk )
Yaitu bahwa
bahan bukti yang dikumpulkan dalam segmen gagal menemukan salah saji yang
melewati jumlah yang dapat ditoleransi, kalau salah saji semacam itu timbul.
Risiko Bawaan (
Inherent Risk )
Penetapan
auditor akan kemungkinan adanya salah saji dalam segmen audit yang melewati
batas toleransi, sebelum memperhitungkan faktor efektifitas pengendalian
intern.
Risiko
pengendalian ( Control Risk )
Yaitu ukuran
penetapan auditor akan kemungkinan adanya kekeliruan (salah saji) dalam segmen
audit yang melewati batas toleransi, yang tak terdeteksi atau tercegah oleh SPI
klien.
Risiko audit
yang dapat diterima ( Acceptable Audit Risk )
Yaitu ukuran
ketersediaan auditor untuk menerima bahwa L/K salah saji secara material
walaupun audit telah selesai dan pendapat WTP telah diberikan. Bersifat
subyektif.
8. Mengubah risiko
audit yang dapat diterima untuk risiko usaha
Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko
usaha sehingga akan mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima :
1. Tingkat
ketergantungan pemakai pada L/K
Jika pemakai memiliki ketergantungan yang besar pada L/K,
maka risiko audit perlu diperkecil. Faktor yang menunjukkan tingkat
ketergantungan :
§ Ukuran
perusahaan klien
§ Distribusi
kepemilikan
§ Jumlah dan sifat
kewajiban perusahaan
2. Kemungkinan
akan adanya kesulitan keuangan klien yang timbul setelah laporan audit
diterbitkan.
Dalam hal ini, auditor akan diminta
untuk mempertahankan kualitas audit yang dilaksanakannya, bahkan kemungkinan
akan dituntut di pengadilan. Jika auditor merasa ada kemungkinan kegagalan
finansial atau kerugian besar dan peningkatan risiko usaha, sebaiknya auditor
menurunkan AAR.
3. Evaluasi
auditor atas integritas manajemen.
Jika integritas dipertanyakan maka AAR akan rendah. Jika
integritas rendah, sering timbul konflik dengan pedagang saham, konsumen, dan
aparat negara sehingga akan mempengaruhi anggapan pemakai atas kualitas audit
dan dapat menyebabkan tuntutan
9. Menetapkan
risiko audit yang dapat diterima.
·
Menyelidiki kondisi klien, menilai
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat ketergantungan pemakai ekstern
terhadap laporan, kemungkinan kegagalan keuangan setelah audit selesai, dan
integritas manajemen.
·
Auditor menetapkan tingkat risiko
sementara yang bersifat subyektif bahwa L/K berisi salah saji material setelah
audit selesai.
·
Kemungkinan memperoleh informasi
tambahan mengenai klien dan memodifikasi AAR.
10. Menilai Risiko
Bawaan
·Model risiko
audit mengandung risiko bawaan berarti auditor harus memprediksi dimanakah
salah saji yang paling mungkin terjadi dan dimana yang kemungkinannya paling
kecil. Informasi ini jumlah bahan bukti yang akan dikumpulkan dan bagaimana
auditor mengalokasikannya pada segmen-segmen audit.
·Risiko bawaan
dapat relatif rendah pada kasus tertentu dan cukup tinggi pada kasus lain.
·Faktor-faktor
yang harus ditelaah dalam menetapkan risiko bawaan :
Ø Sifat bidang
usaha klien
Ø Integritas
manajemen
Ø Motivasi
klien
Ø Hasil audit
sebelumnya
Ø Penugasan
pertama atau penugasan ulang
Ø Hubungan
istimewa
Ø Transaksi tidak
rutin
Ø Pertimbangan
yang diperlukan untuk mencatat saldo akun dan transaksi secara benar
Ø Kerentanan
terhadap kecurangan
11. Hubungan Antara Materialitas, Risiko, Audit, Bukti Audit
Berbagai kemungkinan hubungan
antara materialitas, bukti audit, dan risiko audit digambarkan sebagai berikut
:
1. Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat meterialitas
dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan.
2. Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi
jumlah bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.
3. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat
menempuh salah satu dari tiga cara berikut ini :
§ Menambah tingkat materialiras, sementara itu mempertahankan jumlah bukti audit
yang dikumpulkan.
§ Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat
materialitas tetap dipertahankan.
Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat
materialitas secara bersama-sama.
12. Keterbatasan
Pengukuran
1. Sulit mengukur
komponen-komponen dalam model, sehingga auditor biasanya menggunakan ukuran
kasar yang subyektif (rendah,sedang,tinggi).
2. Sulit mengukur
jumlah bahan bukti yang diinginkan suatu risiko penemuan yang telah ditetapkan.
13. Mengevaluasi
Hasil
Model risiko
audit untuk mengevaluasi hasil audit sesuai SAS 47 :
AcAR = IR x CR x AcDR
Ø AcAR = Risiko audit
yang dicapai (Achieved Audit Risk )
Yaitu satu
ukuran risiko yang diambil audit bahwa satu akun dalam L/K secara material
salah saji setelah auditor mengumpulkan bahan bukti audit.
Ø IR
= Risiko bawaan ( Inherent Risk )
Yaitu faktor
risiko bawaan yang telah direvisi selama audit.
Ø CR =
Risiko pengendalian ( Control Risk )
Yaitu risiko
pengendalian yang telah direvisi.
Ø AcDR =
Risiko penemuan yang dicapai ( Achieved Detection Risk )
Yaitu satu
ukuran dari risiko bahwa bahan bukti audit untuk satu segmen tidak mendeteksi
salah saji melebihi jumlah yang dapat ditoleransi, jika salah saji tersebut
ada.
Auditor dapat
mengurangi penemuan yang dicapai hanya dengan mengumpulkan bahan bukti.
Contoh : Jika risiko
audit yang dapat dicapai (AcDR) 4%, berarti ada 4% risiko bahwa saldo akun
persediaan mengandung salah saji lebih dari salah saji yang dapat ditoleransi. Keadaan yang
diinginkan jika AcAR <= AAR
14. Merevisi Risiko
dan Bahan Bukti
Auditor harus berhati-hati dalam
memutuskan bahwa berdasarkan bahan bukti yang telah dikumpulkan penetapan CR
atau IR semula terlalu kecil atau AAR terlalu besar. Tindakan yang dapat
diambil oleh auditor :
1. Penetapan
risiko harus direvisi.
2. Auditor harus
memperhitungkan efek perubahan ini terhadap jumlah bahan bukti yang
disyaratkan, tanpa menggunakan model risiko audit.