Minggu, 05 Januari 2014

audit bab materialitas



BAB II
PEMBAHASAN

1.      Konsep Materialitas
Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai :
“Besarnya suatu penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang, dengan memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang mengandalkan pada informasi  tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh penghapusan atau salah saji tersebut.”
Definisi diatas mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan-keadaan yang berhubung dengan satuan usaha (perusahaan klien), dan informasi yang diperlukan oleh mereka yang akan mengandalkan pada laporan keuangan yang telah diaudit. Karena tanggung jawab menentukan apakah laporan keuangan salah saji secara material, auditor harus, berdasarkan temuan salah saji yang material, menyampaikan hal itu kepada klien sehingga bisa dilakukan tindakan koreksi.
Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual atau keseluruhan, adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip - prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Sedangkan beberapa hal lainnya adalah tidak penting. Auditor mengikuti lima langkah yang saling terkait erat dalam menerapkan materialitas.
Langkah-Langkah Dalam Menerapkan Materialistas
1.      Menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialit
2.      Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas segmen-segmen
3.      Mengestimasi total salah saji dalam segmen
4.      Memperkirakan salah saji gabungan
5.      Membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan pendahuluan atau yang direvisi  tetentang materialitas
Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.Salah saji dapat terjadi sebagai akibat dari kekeliruan atau kecurangan.
Istilah kekeliruan berarti salah saji atau penghilangan yang tidak disengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan. Kekeliruan mencakup:
a.       Kesalahan dalam pengumpulan atau pengolahan data yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan.
b.      Estimasi akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau salah tafsir fakta.
c.       Kekeliruan dalam penerapan prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.
Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan (guarantee) bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat.
2.      Pentingnya Konsep Materialitas Dalam Audit Atas Laporan Keuangan
Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat karena auditor yang bersangkutan tidak memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat menentukan apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan (assurance) sebagai berikut:
1.      Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi.
2.      Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.
3.      Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat (atau memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan ketidakberesan.
Dengan demikian ada dua konsep yang mendasari keyakinan yang diberikan oleh auditor yaitu: konsep materialitas yang menunjukkan seberapa besar salah sajinya dan konsep risiko audit yang menunjukkan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
3.       Menetapkan Pertimbangan Awal Materialitas
SAS 107 (AU 312) mengharuskan auditor memutuskan jumlah salah saji gabungan dalam laporan keuangan, yang akan mereka anggap material pada awal audit ketika sedang mengembangkan strategi audit secara keseluruhan. Keputusan tersebut disebut sebagai pertimbangan pendahuluan tentang materialitas. Karena, meskipun merupakan pendapat professional , hal itu mungkin saja berubah selama penugasan. Pertimbangan ini harus didokumentasikan dalam file audit.
Pertimbangan pendahuluan tentang materialitas adalah jumlah maksimum yang membuat auditor yakin bahwa laporan keuangan akan salah saji tetapi tidak mempengaruhi keputusan para pemakai yang bijaksana. Auditor menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas untuk membantu merencanakan pengumpulan bukti yang tepat. Semakin rendah nilai uang pertimbangan pendahuluan ini, semakin banyak bukti audit yang dibutuhkan. Selama pelaksanaan audit, auditor sering kali mengubah pertimbangan pendahuluan tentang materialitas.
Beberapa faktor akan mempengaruhi pertimbangan pendahuluan auditor tentang materialitas untuk seperangkat laporan keuangan tertentu,
1)      Materialitas adalah konsep yang bersifat relatif bukan absolut.
Salah saji material bagi suatu perusahaan belum tentu material juga bagi perusahaan lain.
2)      Dasar yang diperlukan untuk mengevaluasi materialitas.
Karena materialitas bersifat relative, diperlukan dasar untuk menentukan apakah salah saji itu material. Laba bersih sebelum pajak sering kali menjadi dasar utama untuk menentukan berapa jumlah material bagi perusahaan yang berorientasi laba, karena jumlah ini dianggap sebagai item informasi yang penting bagi para pemakai.
3)      Faktor-faktor kualitatif yang juga mempengaruhi materialitas, contoh :
a.       Jumlah karena ketidakberesan lebih penting daripada kekeliruan yang tidak disengaja karenaketidakberesan mencerminkan kejujuran dan keandalan dari pihak manajemen atau pihak yang terlibat.
b.      Kekeliruan yang kecil dianggap material jika berhubungan dengan kewajiban kontrak.
c.       Kekeliruan yang tidak material dapat menjadi material kalau mempengaruhi kecenderungan laba.
            Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat berikut ini :
a.       Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.
b.      Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pertimbangan awal tentang materialitas pada setiap tingkat dijelaskan berikut ini :
1)      Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit, kedua pada saat mengevaluasi bukti-bukti audit dalam pelaksanaan audit. Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan yang terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan. Jadi auditor harus mempertimbangkan dengan baik penaksiran materialitas pada tahap perencanaan audit. Jika auditor menentukan jumlah materialitas terlalu rendah, auditor akan mengkonsumsi waktu dan usaha yang sebenarnya tidak diperlukan. Sebaliknya jika auditor menentukan jumlah rupiah materialitas terlalu tinggi auditor akan mengabaikan salah saji yang signifikan sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang sebenarnya berisi salahsaji material.
Laporan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya, secara indifidual atau secara gabungan. Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari satu tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan tersebut. Kenyataannya setiap laporan keuangan dapat memiliki lebih dari satu materialitas.



2)      Materialitas pada Tingkat Saldo Akun
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidakboleh dicampur adukan dengan saldo akun material. Karena saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keungangan. Saldo suatu akun yang tercatat umumnya mencerminkan batas atas lebih saji dalam akun tersebut.
Dalam mempertimbangakan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan materialitas laporan keuangan. Pertimbangan ini mengarahkan auditor untuk merencanakan audit guna mendeteksi salah saji yang kemungkinan tidak material secara individual namun, jika digabungkan dengan salah saji dalam saldo akun yang lain, dapat material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.
3)      Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun
Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan di klasifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara individual. Pengalokasian ini dapat dilakukan baik untuk akun neraca maupun akun laba-rugi. Namun, karena hampir semua salah saji laporan laba rugi mempengeruhi neraca dan karena akun neraca lebih sedikit banyak auditor melakuan alokasi atas dasar akun neraca.
Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun tersebut.
4.      Alokasi Pertimbangan Pendahuluan Tentang Materialitas Ke Segmen-Segmen
Alokasi pertimbangan pendahuluan tentang materialitas ke segmen-segmen perlu dilakukan karena auditor mengumpulkan bukti per segmen dan bukan untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Berguna untuk membantu auditor dalam memutuskan jumlah bahan bukti yang cukup untuk dikumpulkan dalam segmen tersebut, sehingga akan meminimalisasi biaya audit. Sebagian besar alokasi materialitas pada pos-pos neraca karena neraca memiliki lebih sedikit komponen. Kesulitan materialitas pada akun neraca :
·        Anggapan bahwa akun tertentu lebih banyak kekeliruan daripada yang lain.
·        Perlunya mempertimbangkan apakah kekeliruan tsb. lebih saji atau kurang saji.
·        Biaya audit relatif dari prosedur audit yang mempengaruhi alokasi untuk tiap akun sulit diramalkan.
Estimasi Salah Saji Dengan Pertimbangan Awal
Ketika melaksanakan prosedur audit untuk setiap segmen audit, auditor membuat kertas kerja untuk mencatat semua salah saji yang ditemukan. Salah saji yang ditemukan dalam suatu akun dapat dibedakan menjadi 2 jenis,
1.      Salah Saji yang Diketahui adalah salah saji dalam akun yang jumlahnya dapat ditentukan oleh auditor.
2.      Salah Saji yang Mungkin.
Perhitungan proyeksi langsung estimasi salah saji :
                         Salah saji bersih dalam sampel      ×   Total nilai populasi  
                                      Total Sampel                                 yang tercatat       
5.      Pengertian Risiko Audit
Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan risiko audit. Menurut SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit, risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya.
Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan atas dasar bukti yang diperoleh dari verivikasi asersi yang berkaitan dengan saldo akun secara individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko audit pada tingkat saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko audit dalam menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada tingkat yang rendah.



6.      Risiko Audit Pada Tingkat LaporanKeuangan Dan Tingkat SaldoAkun
Kenyataan bahwa auditor tidak dapat memberikan jaminan tentang ketepatan informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan mengharuskan auditor mempertimbangkan baik materialitas maupun risiko audit, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atau suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Risiko audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua bagian:
1.      Risiko Audit Keseluruhan (Overall Audit Risk)
Pada tahap perencanaan auditnya, auditor pertama kali harus menentukan risiko audit keseluruhan yang direncanakan, yang merupakan besarnya risiko yang dapat ditanggung oleh auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar, padahal kenyataannya, laporan keuangan tersebut berisi salah saji material.
2.      Risiko Audit Individual
Karena audit mencakup pemeriksaan terhadap akun-akun secara individual, risiko audit keseluruhan harus dialokasikan kepaada akun-akun yang berkaitan. Risiko audit individual perlu ditentukan untuk setiap akun karena akun tertentu seringkali sangat penting karena besar saldonya atau frekuensi transaksi perubahan.

7.      Model Resiko Audit
PDR = AAR/(IR*CR)
Ket :
PDR     = Risiko penemuan yang direncanakan ( Planned Detection Risk )    
            AAR     = Risiko audit yang dapat diterima ( Acceptable Audit Risk )
            IR         = Risiko bawaan ( Inherent Risk )
            CR       = Risiko pengendalian ( Control Risk )
Keterangan :
Risiko penemuan yang direncanakan ( Planned Detection Risk )
Yaitu bahwa bahan bukti yang dikumpulkan dalam segmen gagal menemukan salah saji yang melewati jumlah yang dapat ditoleransi, kalau salah saji semacam itu timbul.
Risiko Bawaan ( Inherent Risk )
Penetapan auditor akan kemungkinan adanya salah saji dalam segmen audit yang melewati batas toleransi, sebelum memperhitungkan faktor efektifitas pengendalian intern.
Risiko pengendalian ( Control Risk )
Yaitu ukuran penetapan auditor akan kemungkinan adanya kekeliruan (salah saji) dalam segmen audit yang melewati batas toleransi, yang tak terdeteksi atau tercegah oleh SPI klien.
Risiko audit yang dapat diterima ( Acceptable Audit Risk )
Yaitu ukuran ketersediaan auditor untuk menerima bahwa L/K salah saji secara material walaupun audit telah selesai dan pendapat WTP telah diberikan. Bersifat subyektif.
8.      Mengubah risiko audit yang dapat diterima untuk risiko usaha
Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko usaha sehingga akan mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima :
1.      Tingkat ketergantungan pemakai pada L/K
Jika pemakai memiliki ketergantungan yang besar pada L/K, maka risiko audit perlu diperkecil. Faktor yang menunjukkan tingkat ketergantungan :
§  Ukuran perusahaan klien
§  Distribusi kepemilikan
§  Jumlah dan sifat kewajiban perusahaan
2.      Kemungkinan akan adanya kesulitan keuangan klien yang timbul setelah laporan audit diterbitkan.
Dalam hal ini, auditor akan diminta untuk mempertahankan kualitas audit yang dilaksanakannya, bahkan kemungkinan akan dituntut di pengadilan. Jika auditor merasa ada kemungkinan kegagalan finansial atau kerugian besar dan peningkatan risiko usaha, sebaiknya auditor menurunkan AAR.
3.      Evaluasi auditor atas integritas manajemen.
Jika integritas dipertanyakan maka AAR akan rendah. Jika integritas rendah, sering timbul konflik dengan pedagang saham, konsumen, dan aparat negara sehingga akan mempengaruhi anggapan pemakai atas kualitas audit dan dapat menyebabkan tuntutan
9.      Menetapkan risiko audit yang dapat diterima.
·         Menyelidiki kondisi klien, menilai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat ketergantungan pemakai ekstern terhadap laporan, kemungkinan kegagalan keuangan setelah audit selesai, dan integritas manajemen.
·         Auditor menetapkan tingkat risiko sementara yang bersifat subyektif bahwa L/K berisi salah saji material setelah audit selesai.
·         Kemungkinan memperoleh informasi tambahan mengenai klien dan memodifikasi AAR.
10.  Menilai Risiko Bawaan
·Model risiko audit mengandung risiko bawaan berarti auditor harus memprediksi dimanakah salah saji yang paling mungkin terjadi dan dimana yang kemungkinannya paling kecil. Informasi ini jumlah bahan bukti yang akan dikumpulkan dan bagaimana auditor mengalokasikannya pada segmen-segmen audit.
·Risiko bawaan dapat relatif rendah pada kasus tertentu dan cukup tinggi pada kasus lain.
·Faktor-faktor yang harus ditelaah dalam menetapkan risiko bawaan :
Ø  Sifat bidang usaha klien
Ø  Integritas manajemen
Ø  Motivasi klien 
Ø  Hasil audit sebelumnya
Ø  Penugasan pertama atau penugasan ulang
Ø  Hubungan istimewa
Ø  Transaksi tidak rutin
Ø  Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo akun dan transaksi secara benar
Ø  Kerentanan terhadap kecurangan
11.  Hubungan Antara Materialitas, Risiko, Audit, Bukti Audit
Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, bukti audit, dan risiko audit digambarkan sebagai berikut :
1.      Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat meterialitas dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan.
2.      Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.
3.      Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat menempuh salah satu dari tiga cara berikut ini :
§  Menambah tingkat materialiras, sementara itu mempertahankan jumlah bukti audit yang dikumpulkan.
§  Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat materialitas tetap dipertahankan.
Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat materialitas secara bersama-sama.
12.  Keterbatasan Pengukuran
1.      Sulit mengukur komponen-komponen dalam model, sehingga auditor biasanya menggunakan ukuran kasar yang subyektif (rendah,sedang,tinggi).
2.      Sulit mengukur jumlah bahan bukti yang diinginkan suatu risiko penemuan yang telah ditetapkan.
13.  Mengevaluasi Hasil
Model risiko audit untuk mengevaluasi hasil audit sesuai SAS 47 :
AcAR = IR x CR x AcDR
Ø  AcAR    = Risiko audit yang dicapai (Achieved Audit Risk )
Yaitu satu ukuran risiko yang diambil audit bahwa satu akun dalam L/K secara material salah saji setelah auditor mengumpulkan bahan bukti audit.
Ø  IR     = Risiko bawaan ( Inherent Risk )
Yaitu faktor risiko bawaan yang telah direvisi selama audit.
Ø  CR    = Risiko pengendalian ( Control Risk )
Yaitu risiko pengendalian yang telah direvisi.
Ø  AcDR    = Risiko penemuan yang dicapai ( Achieved Detection Risk )
Yaitu satu ukuran dari risiko bahwa bahan bukti audit untuk satu segmen tidak mendeteksi salah saji melebihi jumlah yang dapat ditoleransi, jika salah saji tersebut ada.
Auditor dapat mengurangi penemuan yang dicapai hanya dengan mengumpulkan bahan bukti.
Contoh : Jika risiko audit yang dapat dicapai (AcDR) 4%, berarti ada 4% risiko bahwa saldo akun persediaan mengandung salah saji lebih dari salah saji yang dapat ditoleransi. Keadaan yang diinginkan jika AcAR <= AAR
14.  Merevisi Risiko dan Bahan Bukti
Auditor harus berhati-hati dalam memutuskan bahwa berdasarkan bahan bukti yang telah dikumpulkan penetapan CR atau IR semula terlalu kecil atau AAR terlalu besar. Tindakan yang dapat diambil oleh auditor :
1.      Penetapan risiko harus direvisi.
2.      Auditor harus memperhitungkan efek perubahan ini terhadap jumlah bahan bukti yang disyaratkan, tanpa menggunakan model risiko audit.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar