Sabtu, 04 Januari 2014

TEORI AKUNTANSI BEBAN




 

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2013


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Pemahaman terhadap konsep biaya memerlukan analisis yang hati-hati terhadap karekteristik dari transaksi yang berkaitan dengan biaya. Ada elemen laporan lain yang sifatnya hampir sama dengan biaya namun sebaiknya tidak dimasukkan sebagai komponen biaya. Karekteristik biaya dapat dipahami dengan mengenali batasan atau pengertian yang berkaian dengan biaya.
Dengan pemahaman seperti ini, transaksi yang berkaitan dengan biaya dapat dengan mudah diidentifikasi sehingga dapat disajikan dengan benar dalam laporan keuangan. Dalam makalah ini akan membahas tentang biaya yang sebagai dasar pencatatan nilai dalam akuntansi pada tahap pembebanan. Konsep dasar yang melandasi pembebanan biaya adalah konsep upaya dan hasil (efforts and accomplishment).
Atas dasar konsep tersebut cost dapat dipisah menjadi dua yaitu: cost yang masih menjadi potensi jasa (melekat pada aktiva), dan cost yang potensi jasanya dianggap sudah habis dalam rangka menghasilkan pendapatan. Pembebanan cost satu periode akuntansi di dasarkan pada criteria penentuan habisnya manfaat cost tersebut.
Pertama, apakah manfaat cost habis dalam rangka penyerahan produk/jasa, atau sering disebut dengan biaya (expenses). Kedua, apakah manfaat cost habis karena sebab lain, yang digolongkan sebagai rugi (losses), dalam makalah ini akan mengutip tentang masalah manfaat cost yang yang kemungkinan bias disebut biaya dan juga bisa disebut rugi, yang semua itu tergantung pada masa manfaatnya.









BAB II
PEMBAHASAN
A.     Definisi Biaya
Secara umum, dapat dikatakan bahwa cost yang telah dikorbankan dalam rangka menciptakan pendapatan disebut dengan biaya. FASB (1980)mendefinisikan biaya srbagai suatu aliran keluar (outflows) atau pemakaian aktiva atau timbulnya hutang (atau kombinasi keduanya) selama satu periode yang berasal dari penjualan atau produksi barang, atau penerahan jasa atau pelaksanaan kegiatan yang lain yang merupakan kegiatan utama suatu entitas.
Sedang IAI (1994) mendefinisikan biaya sebagai penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengkibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal (paragraf 70).
Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa biaya pada akhirnya merupakan aliran keluar meskipun kadang-kadang harus melalui hutang terlebih dahulu. Secara konseptual biaya lebih bersifat penurunan aktiva daripada kenaikan hutang. Biaya akan terjadi bila produk tertentu diserahkan untuk menciptakan pendapatan. Penggunaan aktiva dapat dikatakan sebagai biaya apabila penggunaan tersebut berkaitan langsung dengan penyerahan produk (menghasilkan pendapatan) dan bukan pengubahan aktiva menjadi potensi  jasa(aktiva lain) yang lain.
Sementara Kam (1990) mendefinisikan biaya sebagai penurunan nilai aktiva atau kenaikan hutang atau kenaikan ekuitas pemegang saham (stockholder’s equity) sebagai akibat pemakaian barang atau jasa oleh suatu unit usaha untuk menghasilkan pendapatan pada periode berjalan. Misalnya, perusahaan menggunakan jasa tenaga kerja dan pgaji tenaga kerja tersebut dibayar dengan kas atau aktiva lain. Pemakaian jasa tresebut jelas menunjukkan adanya penurunan nilai aktiva (berkurangnya kas atau aktiva lain). Apabila tenaga kerja tersebut tidak langsung dibayar atau dibayar di lain waktu, maka penggunaan jasa tenaga kerja tersebut akan menaikkan hutang. Sementara itu, bila tenaga kerja dibayar dengan sejumlah tertentu saham, penggunaan tenaga kerja akan menambah stockholder’s equity.
Dari definisi-definisi di atas, definisi yang dikemukakan IAI sejalan dengan definisi yang diajukan Kam. Keduanaya mendefinisikan biaya dari sudut pandang peristiwa moneter (penurunan aktiva, kenaikan hutang/kenaikan ekuitas). Sebaliknya definisi yang dikemukakan FASB cenderung agak berbeda dengan definisi yang dikemukakan Kam. Perbedaan sudut pandang tersebut dapat di analisis sebagai berikut:
Pertama, definisi yang di ajukan FASB tidak menunjukkan perbedaan yang jelas antara peristiwa moneter dan peristiwa fisik. Perlu diketahui bahwa laba, pendapatan, dan biaya saling berkaitan erat dengan nilai dari suatu obyek ekonomi tertentu (jumlah rupiah aktiva yang dihasilkan dan dijual). Jadi, pendapatan dan biaya memilliki sifat moneter, karena dihasilkan dari peristiwa yang menyebabkan perubahan nilai obyek ekonomi tersebut.biaya menunjukkanperistiwa moneter yang berasal dari pemakaian barang dan jasa (peristiwa fisik) dalam kegiatan operasional perusahaan.
Apabila diperhatikan, jelas terlihat bahwa FASB lebih menekankan pada peristiwa fisik yaitu penjualan barang atau produk yang dihasilkan. Menurut Kam (1990), penggunaan istilah “ pemakaian barang dan jasa” lebih tepat daripada istilah “pemakaian aktiva” (using up of assets).  Barang atau jasa yang diperoleh perusahaan memang merupakan aktiva. Namun demikian, tidak semua barang atau jasa akan dicatat sebagai aktiva. Ada sebagian barang atau jasa tersebut yang langsung dibebankan sebagai biaya, misalnya: jasa tenaga kerja.
Kedua, pemakaian aktiva harusmenunjukkan adanya suatu cost yang dinyatakan keluar(dikonsumsi) sebagai biaya. Hal ini sesuai dengan alasan ang dikemukakan sebelumnya bahwa biaya menunjukkan adanya perubahan nilai. Perubahan  nilai menunjukkan pengorbanan yang dilakukan suatu entitas dalam memperoleh pendapatan. Jadi apabila tidak ada cost, otomatis tidak akan ada biaya. Misalnya, perusahaan dapat menggunakan tenaga kerja tanpa membayar tenaga kerja tersebut (dengan alasan tenaga kerja tersebut hanya mencari pengalaman kerja). Pada kasus ini, perusahaan tidak perlu mencatat biaya gaji, karena tidak ada cost yang timbul sebelumnya.
Ketiga, apabila dilihat dari pandangan tradisional, definisi yang dikemukakan FASB menunjukkan bahwa biaya hanya dihasilkan dari pemakaian aktiva untuk tujuan menghasilkan pendapatan pada periode berjalan. Apabila prinsip penandingan (matching) dilakukan dengan tepat, maka pembebanan biaya harus ditunda lebih dahulu sebagai aktiva, selama pemanfaatan jasa masa sekarang dapat membantu menghasilkan pendapatan pada priode yang akan datang. FASB tidak menunjukkan kondisi tersebut.
Lepas dari perbedaan tersebut, yang jelas setiap cost yang dinyatakan keluar dalam rangka menghasilkan pendapatan disebut dengan biaya. Baik itu biaya yang berasal dari cost yaang langsung dibebankan sebagai biaya tanpa dicatat lebih dahulu sebagai aktiva.
Biaya Dan Rugi (Losses)
Atas dasar definisi biaya diatas dapat dikatakan bahwa yang termasuk biaya hanya cost yang benar-benar dikorbankan untuk menghasilkan pendapatan. Penggunaan aktiva atau pengurangan cost aktiva yang tidak berkaitan dengan proses memperoleh pendapatan seharusnya dikelompokan sebagai rugi(losses). Memang rugi dan biaya merupakan perubahan-perubahan yang relevan, yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan laba perusahaan. Akan tetapi, hanya biaya yang harus ditandingkan dengan pendapatan pada periode terjadinya.
Agar pemakai laporan keuangan mendapatkan tambahan informasi yang lebih lengkap, rugi dapat disertakan dalam laporan rugi laba sebagai penentu besarnya laba komprehensif. Rugi sebaiknya disajikan terpisah dari biaya. Koreksi terhadap besarnya biaya periode terdahulu, tiak dapat diperlakukan sebagai rugi. Koreksi tersebut harus diklasifikasikan secara terpisahsebagai “koreksi kesalahan periode sebelumnya”.
Dari definisi yang terdapat dalam konsep dasarpenyusunan dan penyajian laporan keuangan, IAI (1990) tidak  memisahakan biaya dengan rugi. Jadi semua potensi jasa baik yang digunakan secara langsung ataupun tidak langsung untuk memperoleh pendapatan disebut dengan biaya. IAI (1990) bahkan secara spesifik menyebutkan hal tersebut seperti yang tertulis pada paragrap 78 berikut ini “Kerugian termasuk dalam kelook beban”.

B.     Klasifikasi Biaya
Mulyadi (2002 : 14-17), Mengemukakan klasifikasi biaya menjadi lima golongan yaitu:
1.      Penggolongan biaya menurut obyek pengeluaranya. Dalam penggolongan ini, nama obyek biaya pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya, misalkan obyek pengeluaran adalah bahan bakar, maka semua biaya yang berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan bakar”.
2.      Penggolongan biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan. Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran, dan fungsi administrasi dan umum. Oleh karena itu dalam perusahaan manufaktur, biaya dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:
a.       Biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk di jual.
b.      Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk.
c.       Biaya administrasi dan umum adalah biaya-biaya untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan produk dan pemasaran produk.
3.      Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai:
a.       Biaya langsung adalah biaya yang terjadi yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai.
b.      Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai.
4.      Penggolongan biaya menurut prilaku dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan biaya dapat digolongkan menjadi:
a.       Biaya variable adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
b.      Biaya semi variable adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
c.       Biaya semiflxed adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu.
d.      Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kaisar volume kegiatan tertentu.
5.      Penggolongan biaya atas dasar jangka waktu manfaatnya, atas jangka waktu manfaatnya biaya dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a.       Pengeluaran modal (capital expenditures) adalah yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
b.      Pengeluaran pendapatan (revenue expenditures) adalah biaya hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi yang terjadinya pengeluaran tersebut.

            Adolph Matz dalam Hartanto (1976 : 41), menyatakan bahwa, penggolongan biaya sesuai dengan sifat elemen (natural classification), yaitu:
1.      Biaya manufacturing atau biaya pabrik.
a.       Biaya bahan baku
Biaya bahan baku yaitu yang diidentifikasikan terhadap produk yang dihasilkan dan secara phisik bahan tersebut menjadi bagian yang menyeluruh dari produk yang selesai.
b.      Biaya upah langsung
Biaya upah langsung yaitu upah atau biaya dari tenaga kerja yang secara langsung menangani atau terlibat mengerjakan bahan baku untuk diolah menjadi bahan jadi.
c.       Biaya overhead pabrik
Biaya overhead yaitu biaya produk tidak langsung atau biaya yang selain biaya bahan baku dan tenaga kerja. Biaya ini tidak dapat diidentifikasikan secara langsung terhadap produk yang diproduksi.
Biaya overhead ini dapat dibagi atau digolongkan kedalam biaya sebagai berikut:
         Biaya bahan pembantu adalah bahan yang tidak menjadi bagian dari pada produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian dari produk jadi tetapi nilainya relatif kecil.
         Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah upah dari tenaga kerja yang tidak langsung mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Misalnya gaji mandor, gaji pegawai administrasi dan lain-lain. Biaya factory overhead umum adalah biaya overhead yang selain biaya bahan baku tidak langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung.
2.      Biaya komersial (commercial expense) meliputi:
Biaya-biaya penjualan (marketing expance) atau didisribusikan expence dan seling expence. Biaya-biaya ini dimulai pada titik dimana biaya produksi berakhir yaitu jika proses produksi telah selesai dan barang-barangnya ada dalam kondisi yang dapat dijual.
3.      Biaya administrasi yaitu meliputi biaya yang terjadi dalam mengarahkan, mengawasi dan mengadministrasikan perusahaan berdasarkan kelompok ini maka kelompok biaya yang dibebankan kepada harga pokok adalah biaya produksi atau biaya manufacturing. Untuk membedakan apakah suatu biaya digolongkan dalam pengeluaran modal atau pengeluaran pendapatan maka terdapat tiga factor yang harus dipertimbangkan yaitu:
         Manfaatnya
         Jumlahnya
         Pertimbangan manajemen

Harmanto (1992 : 26), Obyek biaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.       Obyek-obyek biaya untuk perhitungan harga pokok produksi dan penentuan rugi laba periodik.
b.      Obyek-obyek biaya untuk perencanaan dan pengendalian manajemen.
c.       Obyek-obyek untuk pengambilan keputusan.
Dari tiga obyek biaya di atas maka peneliti hanya akan membahas pada obyek biaya untuk penentuan harga pokok produksi.

  1. Pengukuran Dan Pengakuan Biaya
Pengukuran dan pengakuan biaya memainkan peranan penting dalam penyusunan laporan keuangan. Kecermatan mengukur besarnya biaya mempengaruhi keakuratan informasi keuangan yang dihasilkan. Ketepatan saat mengakui biaya juga akan berpengaruh dalam penentuan besarnya rugi/laba perusahaan. Oleh karena itu pemahaman secara konsptual tentang pengukuran dan pengakuan pendapatan tidak dapat diabaikan.
Pengukuran Biaya
Sejalan dengan penilaian aktiva, biaya dapat diukur atas dasar jumlah rupiah yang digunakan untuk penilaian aktiva dan hutang. Oleh karena itu, pengukuran biaya dapat didasarkan pada:
a.       Cost Historis
Cost historis merupakan jumlh rupiah kas atua setaranya yang dikorbankan untuk memperoleh aktiva. Pengukuran biaya atas dasar cost historis, dapat digunakan untuk jenis aktiva seperti gedung, peralatan dan sebagainya.
b.      Cost Pengganti/Cost Masukan Terkini (Replacement Cost/ Curent Input Cost)
Cost masukan terkini menunjukkan jumlah rupiah harga pertukaran yang harus dikorbankan sekarang oleh suatu entitas untuk memperoleh aktiva yang sejenis dalam kondisi yang sama. Contohnya, penilaian untuk persediaan.
c.       Setara Kas (Cash Equivalent)
Setara kas adalah jumlah rupiah kas yang dapat direalisir dengan cara menjual setiap jenis aktiva dipasar bebas dalam kondisi perusahaan normal. Nilai ini biasanya didasarkan pada catatan harga pasar barang bebas yang sejenis dalam kondisi yang sama. Pos aktiva berwujud biasanya menggunakan dasar penilaian ini. Meskipun ada berbagai dasar penilaian, dalam praktik yang paling banyak digunakan untuk mengukur biaya adalah cost historis.
Pengakuan Biaya
Pada dasarnya cost memiliki dua kedudukan penting, yaitu: (a) Sebagai aktiva(potensi jasa) dan (b) Sebagai beban pendapatan (biaya). Atas dasar konsep kontinuitas  usaha, cost mula-mula diperlakukan sebagai aktiva dan kemuian baru diperlakukan sebagai pengurang pendapatan(biaya). Misalnya, cost persediaan ada awalnya dicatat/di akui sebagai aktiva. Apabila cost tersebut telah dinytakan keluar (dijual) untuk menghasilkan pendapatan, maka cost tersebut dinyatakan sebagai biay, dengan nama cost barang terjual (cost of goods sold).
Proses pembebanan cost pada dasarnya merupakan proses pemisahan cost. Oleh karena itu, agar inforasi yang dihasilkan akurat  bagian cost yang telah di akui sebagai biaya pada periode berjalan dan bagian cost yang akan dilaporkan sebagai aktiva (di akui sebagai biaya periode mendatang) harus dapat ditentukan dengan jelas. Ada dua masalahyang muncul sehubungan dengan pemisahan cost tersebut, yaitu:
1.      Kriteria yang digunakan untuk menentukan yang harus dibebankan pada pendapatan peiode berjalan.
2.      Kriteria yang digunakan untuk menentukan bahwa cost tertentu ditangguhkan pembebanannya.

Semua cost tersebut memenuhi kriteria sebagai aktiva yaitu:
1.      Memenuhi definisi aktiva (memiliki manfaat ekonomi masa mendatang, dikendalikan perusahaan, berasal dari transaksi masa lalu).
2.      Ada kemungkinan yang cukup bahwa manfaat ekonomi masa mendatang yang melekat pada aktiva dapat dinikmati oleh entitas yang meguasai.
3.      Besanya manfaat dapat di ukur dengan cukup andal.

Atas dasar hal tersebut, maka cost dapat yang dikeluarkan memenuhi kriteria sebagai aktiva, maka cost tersebut dapat ditunda pembebanannya. Namun demikian apabila terdapat kasus dimana cost yang jenis pengeluarannya terjadi berulang-ulang setiap perioade, cost tersebut dapat langsung dibebankan sebagai biaya pada periode terjadinya. Kondisi ini tidak berlaku untuk persediaan dan persekot biaya.
Dari uraian diatas, secara umum dapat dirumuskan bahwaberdasarkan konsep penandingan (matching), pengakuan biaya pada dasarnya sejalan dengan pengakuan pendapatan. Apabila pengakuan pendapatan ditunda, maka pembebanan biaya juga ditunda. Untuk mengatasi berbagai perbedaan pendapat tentang pengakuan biaya, biasanya badan berwenang mengeluarkan aturan tertentu untuk mengakui biaya. IAI (1990), misalnya,dalam konsep Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan menyatakan:
“Beban diakui dalam laporan rugi laba kalau penurunan mamfaat ekonomi masa datang yang berkaitan dengan penurunan aktiva atau kenaikan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal.” (paragraf 94), Selanjutnya dalam parapraf 98 disebutkan:“Beban juga diakui dalam laporan rugi laba pada saat timbul kewajiban tanpa adanya pengakuan aktiva,  dapat timbulnya hutang garansi produksi.”

Konsep Penandingan (Matching)
Konsep penadungan adalah konsep yang dimaksudkan untuk mencari dasar hubungan yang tepat dan rasional antara pendapatan dan biaya. Pendatan merupakan hasil yang dituju perusahan, semantara cost  yang dikeluarkan untuk memproleh pendapatan tersebut merupakan upaya yang dilakukan perusahaan . dengan demikian , pendapatan harus ditandingkan dengan biaya yang diperkirakan telah menghasilkan pendapatan tersebut, agar dihasilkan besarnya laba yang tepat.
Penandingan antara biaya dan pendapatan memerlukan dasar yang tepat. Upaya mencari dasar penandingan yang tepat merupakan masalah yang sering dihadapi oleh akuntan. Masalah tersebut tidak hanya menyangkut penantuan aktiva/jasa yang benar-benar telah dipakai, akan tetapi juga menyangkut perhitungan besarnya nilai-nilai aktiva atau jasa yang telah digunakan. Paton dan Littleton (1940, P. 71) mengungkapkan:
Masalah utama dalam memandingkan pendapatan dan biaya adalah mencari dasar penandingan yang paling tepat antara pendapatan dengan biaya berhubungan lansung dengan pendapatan tersebut………Hubungan fisik yang dapat dilihat sebenarnya dapat digunakan sebagai media untuk melacak dan membebankannya. Meskipun demikian harus bahwa dengan melihat kondisi yang ada, dasar perbandingan yang paling penting adalah kelayakan(resonablenses), bukan pengukuran fisik.
Dari pernyataan tersebut jelas terlihatbahwa tidak semua biaya dapat ditandingkan secara langsung dengan pendapatan berdasarkan hubungan fisik. Oleh karena itu, umumnya akuntansi menggunakan dasar unit waktu (periode) sebagai dasar penandingan pendapatan dengan biaya. Apabila hubungan fisik antara barang yang dijual dengan pendapatan yang diperoleh dapat ditelusur, konsep penandingan tidak akan menimbulakan masalah. Masalahnya, bagaimana cara menandingkan biaya dengan pendapatan jika keterkaitan fisik antara pendapatan dengan biaya sulit untuk ditentukan? Hal ini disebabkan tidak semua biaya berkaitan secara langsung dengan pendapatan.
Dalam praktek, ada tiga dasar penandingan yang umum digunakan untuk mencari hubungan antara biaya dengan pendaptan dalam suatu periode tertentu. Dasar penandingan tersebut adalah(Kam,1990): hubungan sebab akibat (association of causes and effects), alokasi sistematik dan rasional (systematic and rasional allocation) dan pembebanan segera (immediate recognition).

Hubungan Sebab Akibat
            Dasar paling ideal untuk menandingkan biaya dengan pendapatan adalah hubungan sebab akibat. Meskipun dasar ini sulit untuk dibuktikan, namun atas dasar pengamatan yang dilakukan para akuntan menunjukkan bahwa barang/jasa tertentu yang digunakan dalam proses produksi pada akhirnya akan membantu dalam proses menghasilkan pendapatan selama periode tertentu. Oleh karena itu dasar penandingan ini sering disebut dengan penandingan langsung (direct or product matching ). Contoh dari biaya yang dapat ditandingkan dengan dasar penandingan langsung adalah biaya komisi penjualan, gaji dan upah, serta cost barang terjual(cost of goods sold).
Dasar penandingan ini sesuai dengan konsep upaya dan hasil sepertiyang di ungkapkan oleh Patton dan Littleton (1990). Atas dasar pengamatan fisik dan pengamatan kejadian, jelas terlihat bahwa pendapatan tidak akan terjadi apabila tidak ada penyerahan barang dan jasa.
Komite Amirican Accounting Association (dikutip oleh Kam, 1990) juga menyarankan peggunanaan hubungan sebab akibat sebagai dasar penandingan. Mereka mengatakan: cost harus dihubngkan dengan pendapatan yang direalisasi selama periode tertentu atas dasar korelasi positif yang dapat dilihat hubungannya antara cost tersebut dengan pendapatan yang diakui.
Dari pernyataan tersebut dapat dirumuskan bahwa penandingan yang benar-benar tepat dapat dilakukan apabiala terdapat hubungan yang rasional antara pendapatan dan biaya. Oleh karena itu, pengakuan biaya harus harus dihubungkan dengan pendapatan dan dilaporkan dalam peride yang sama dengan periode pengakuan pendapatan. Ada beberapa masalah teknis yang timbul apabila penandingan langsung atas dasar produk digunakan sebagai dasar hubungan sebab akibat. Masalah tersebut adalah:
a.       Pemakaian barang dan jasa yang bagaimana yang dapat diidentifikasi dengan produk?
b.      Apabila biaya tidak menambah nilai produk tertentu, kapan biaya tersebut dapt dihubungkan secara langsung dengan pendapatan di masa yang akan datang? Bagaimana biaya tersebut dapat dilaporkan denngan tepat sesuai dengan pendapatan ang diperoleh?
c.       Kapan biaya yang terjadi setelah penjualan dapat dicatat dan dilaporkan?
d.      Berikut ini akan dibahas ketiga masalah tersebut dan alternatif pemecahannya.

1)         Identifikasi Cost Produk
Sesuai dengan konsep penandingan, semua cost produksi harus dibebankan pada poduk yang bersangkutan. Cost produk dapat dibagi menjadi dua. Pertama, cost produk yang melekat pada produk terjual dan nantinya akan dibebankan sebagai biaya. Kedua, cost yang yang melekat pada produk yang belum terjual (dilaporkan sebagai persediaan) dan dicatat sebagai aktiva sampai produk tersebut terjual.
Beberapa cost produk dapat langsung dihubungkan dengan produk tertentu, sementara cost yang lain hanya dapat dihubungkan dengan kegiatan produksi dan dialokasikan pada produk berdasarkan aturan ataun prosedur tertentu. Disinilah pentingnya melakukan identifikasi untuk menentukan cost produk langsung (direct product cost) dan cost produk tidak langsung (indirect product cost). Cost produk langsung adalah cost barang dan jasa yang digunakan untuk memproduksi prodk tertentu dan yang secara langsung dapat diidentifikasi atau ditelusur ke produk yang dihasilkan. Cost bahan baku dan tenaga kerja langsung merupakan cost produk langsung karena terjadinya atau manfaat cost tersebut dapat diidentifikasi pada produk tertentu.
Cost produk tidak langsung adalah cost barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi, yang tidak dapat di identifikasi pada produk yang dihasilkan. Cost overhead pabrik adalah contoh cost produk tidak langsung. Meskipun cost inisifatnya tidak langsung, namun cost tersebut tetap dibebankan pada produk atas dasar aturan atau metode tertentu. Yang menjadi masalah sekarang, di antara cost produk tersebut yang manakah yangdapat ditandingkan dengan pendapatan? Akuntan banyak tidak sependapat untuk merteembebankan semua cost produksi individual pada produk tertentu. Perbadaan ini muncul karena adanya dua konsep yang berbeda dalam menentukan elemen cost produk, yaitu konsep full costing, dan konsep direct costing.
Menurut konsep full costing, cost yang dianggap sebagai biaya adalah semua cost produk baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan produk yang terjual. Semetara menurut menurut konsep direct cisting, hanya cost produk variabel yang dianggap sebagai biaya atas produk terjual. Dengan demikian, cost produksi non  variabel akan dibebankan sebagai biaya periode. Masalah lain yang muncul adalah cost kapasitas menganggur dan cost produk rusak yang bersifat abnormal. Jenis cost tersebut umumnya dianggap sebagai rugi (losses) atau langsung dibebankan sebagai biaya. Perlakuan inipun masih menimbulkan masalah, apakah cost tersebut sebaiknya diperlakukan sebagai rugi (losses) atau biaya.
Penentuan cost atas produk rusak sebagai rugi (losses) atau biaya sangat tergantung pada sifat dari kerusakan tersebut. Apabila kerusakan terjadi karena kejadian normal atau atau sering terjadi, maka cost tersebut diperlakukan sebagai biaya. Sebaliknya, apabila kerusakan terjadi karena hal yang tidak biasa( tidak rutin), maka cost produk rusak tersebut diperlakukan sebagai rugi (losses).


2)         Biaya Yang Langsung Berhubungan Dengan Pendapatan Masa Mendatang, Tetapi Tidak Masuk Dalam Cost Produksi
Pada beberapa kasus, cost yang dapat dihubungkan dengan pendapatan masa mendatang tidak dapat dibebankan secara langsung dengan prodruk tertentu. Hal ini disebabkan cost tersebut tidak menunjukkan nilai tambah pada produk yang bersangkutan. Contoh dari kasus ini adalah biaya penjualandan administrasi. Biaya penjualan dan administrasi tidak harus ditandingkan dengan pendapatan di masa mendatang jika tidak ada jaminan yang rasional untuk menghubungkan biaya tersebut dengan pendapatan di masa mendatang. Meskipun jenis biaya tersebut idak secara langsung menghasilkan pendapatan karena secara teknis sulit mencari hubungan seba akibatnya, namun biaya tersebut harus tetap dibebankan sebagai biaya.
Tidak diperolehnya pendapatan atau tidak adanya kemungkinan rugi pada periode berjalan, bukan merupakan alasan untuk menunda pembebanan biaya. Alasannya adalah apabila suatu cost dan jasa tidak memberikan manfaat pada periode sekarang dan juga bukan merupakan rugi, maka cost tersebut tentu akan memberikan manfaat masa mendatang. Oleh karena itu, cost tersebut harus dialokasikan pada periode mendatnag agar dapat dilakukan penandingan antara biaya dengan pendapatan. Contohnya, cost pendirian perusahaan tidak dapat dihubungkan dengan produk karena biasanya tidak ada produk yang dihasilkan pada cost tersebut dikeluarkan. Meskipun demikian, cost tersebut dapat dihubungkan dengan pendapatan masa mendatang dan biasanya dikapitalisasi. Jadi cost tersebut sering diperlakukan sebagai aktiva tidak berwujud.
Namun demikian, apabila tidak ada hubungan khusus antara pendapatan dan biaya, maka proses penandingan tidak dapat dilakukan. Konsekuensinya, tindakan menangguhkan pembebanan cost tersebut pada akhirnya akan menyebabkan perataan laba dan dan tidak menambah manfaat informasi yang dihasilkan. Contoh lainyang relevan dengan kasus diatas adalah cost penelitian dan pengembangan. Meskipun pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan mungkin memiliki manfaat dalam beberapa periode, namun tidak ada metode atau cara yang relevan dan bermanfaat untuk menerapkan konseppenandingannya.

3)         Biaya Yang Berhubungan Dengan Pendapatan Yang Terjadi Setelah Pendapatan Diakui
Umumnya biaya yang belah penjerhubungan dengan pendapatan akan terjadi setelah pendapatan diakui. Masalh ini berkaitan dengan penentuan besarnya biaya yang akan timbul setelah penjualan. Apabila cost kegiatan tertentu dapat ditaksir secara layak dan cukup pasti, maka cost tersebut dapat diakui sebagai biaya pada periode pengakuan pendapatan. Jadi hubungan sebab akibat hsrus dapat diedintifikasi untuk menentukan bahwa pendapatan yang diakui memilki hubungan sebab akibat dengan cost yang bersangkutan. Contohnya, jika suatu garansi diberikan selama penjualan pada periode tertentu, maka biaya atas jaminan tersebut mungkin saja terjadi pada masa mendatang.
Penandingan yang tepat akan memperlakukan garansi tersebut sebagai biaya pada saat penjualan dan mencatat hutang untuk menampung cost yang timbul dari garansi tersebut.apabila cost garansi yang benar-benar terjadi melebihi besanya cost yang ditaksir sebelumnya, maka kelebihan tersebut lebih tepat untuk diakui sebagai rugi (losses) dari pada biaya operasi.kriteria yang digunakan adalah kelayakan atau kemungkinan terjadinya cost tersebut.
Dasar penandingan-penandingan menurut hubungan sebab akibat dapat juga diterapkan pada perusahaan jasa. Pada perusahaan jasa umumnya tidak ada suatu objek fisik yang daptp dijadikan dasar untuk menghubungkan pendapatan dan biaya. Oleh karena itu, dasar penandingan yang biasa digunakan adalah periodik. Cost yang ditandingkan adalah cost yang terjadi pada periode terjadinya pendapatan yang dianggap telah menghasilkan pendapatan tersebut.
Atas dasar prinsip pengakuan pendapatan, biaya tidak akan terjadi bila tidak ada pendapatan. Contohnya, dalam kontrak jangka panjang yang menggunakan metode kontrak selesai, tidak ada biaya selama tidak ada pendapatan yang diakui.  Cost yang terjadi akan dicatat sebagai aktiva dan total akumulasi cost tersebut akan diakui sebagai biaya dan ditandingkan dengan pendapatan pada saat proyek selesai dan diserahkan pada pemerintah.
Apabila digunakan metode persentase penyelesaian, cost yang sebenarnya terjadi pada periode dikeluarkannya cost tersebut dianggap sebagai upaya untuk menghasilkan pendapatan. Oleh karena itu, biaya akan dicatat yang telah terjadi. Pada penjualan angsuran, total penjualan angsuran dan cost barang terjual (cost of goods sold) dicatat secara bersamaan. Perbedaan penjualan dan cost barang terjual dicatat dalam rekening hutang dengan nama“Laba Kotor Belum Direalisasi”. Laba tersebut akan dialokasikan secara proporsional sesuai dengan kas yang diterima.

Alokasi Sistematis Dan Rasional
Alokasi sistematik dan rasional sering disebut dengan dasar penandingan periodik (period matching) atau penandingan tidak langsung (inderict matching). Alokasi sistematik dan rasional dapat digunakan sebagai dasar penandingan apabila dasar penandingan hubungan sebab akibat tidak dapat dilakukan. Atas dasar konsep penandingan ini, ukuran penandingan yang digunakan bukan produk (unit fisik) tetapi periode. Dengan demikian, biaya diakui dan dihubungkan dengan pendapatan pada periode terjadinya. Cost yang yang terjadi dapat dialokasikan dalam beberapa peirode, dan dapat juga langsung diakui dan dibebankan sebagai biaya.
Pemilihan terhadap dua alternative tersebut tergantung pada keadaan yang melandasi timbulnya cost tersebut. Apabila manfaat cost suatu aktiva lebih dari satu periode, maka cost tersebut dialokasikan secara sistematis pada periode yang menikmati manfaat tersebut. Depresiasi aktiva tetap merupakan contoh alokasi sistematis. Masalah yang sering muncul dalam alokasi ini adalah banyaknya metode alokasi yang dapat digunakan dalam proses alokasi cost. Depresiasi dapat mengunakan metode alokasi seperti garis lurus, ouput produksi, jumlah angka tahun dan sebagainya.
Meskipun dapat menimbulkan masalah, alokasi sistematis tetap dapat digunakan sebagai dasar penandingan. Ada beberapa alasan yang mendukung pemakaian alokasi sistematis dan rasional.
Pertama, banyak cost periodik yang berhubungan secara tidak langsung dengan pendapatan periode berjalan. Dengan demikian, tidak ada penyimpangan yang material dalam prinsip penandingan apabila biaya diakui pada saat barang/jasa digunakan atau dijual. Contohnya, biaya sewa took dapat dihubungkan dengan penjuala selama periode penyewaaan.
Kedua, pada beberapa kasus sulit mencari hubungan langsung antara cost tertentu dengan pendapatan. Apabila cost dikeluarkan untuk kegiatan operasional perusahaan, maka cost tersebut harus di akui sebagai biaya pada periode terjadinya. Misalnya pengeluaran untuk pengobatan karyawan.
Ketiga, apabila manfaat masa mendatang tidak dapat diukur dengan cukup pasti atau costyang dikeluarkan tidak memiliki hubungan dengan pendapatan di masa mendatang, maka tidak ada alsan untuk menunda pembebanan cost sebagai biaya pada periode terjadinya. Misalnya biaya yang dikeluarkan untuk relreasi karayawan.
Keempat,apabila biaya bersifat rutin (reguler) dan terjadi berulang-ulang, makapembebanan langsung secara material tidak akan berpengaruh terhadap labah bersih, meskipun penandingan yang tepat dapat dicapai. Hal ini dapat dilihat dalam kasus penelitian dan pengembangan.
Kelima, apabila cost tersebut merupakan joint cost,  maka alokasi arbitrer harus dilakukan pada kegiatan yang berbeda. Apabila alokasi cost dilakukan mencakup periode yang berbeda, sebaiknya tidak dilakukan alokasi arbitrer. Hal ini disebabkan alokasi tersebut akan memberikan hasil yang lebih menyesatkan dari pada tidak dilakukan alokasi. Alokasi seolah-olah akan memberikan adanya kecermatan padahal kenyataanya tidak. Misalnya pajak bumi dan bangunan tidak dapat dialokasikan pada masing-masing kegiatan perusahaan atas dasar alokasi yang lain kecuali atas dasar arbitrer.

Pembebanan Segera (Immediate Rocognition)
Apabila tidak alasan yang kuat untuk membebankan cost atas dasar hubungan sebab akibat ataupun alokasi sistematis dan rasional, maka cost langsung ddapa dibebankan pada periode terjadinya. Alasan yang melandasi pembebanan dengan cara ini adalah kepraktisan. Misalnya, pencatatan terhadap biaya advertensi.
Cost yang dikeluarkan untuk kegiatan advrtensi sulit untuk dihubungkan dengan pendapatan atas dasar hubungan sebab akibat. Disamping itu,cost tersebut kemungkinan memiliki manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Namun,karena manfaat tersebut sulit untuk diukur, pembebanan atas dasar alokasi sistematis juga tidak dapat dilakukan dengan tepat. Konsumen mungkin saja membeli produk perusahaan karena dipengaruhi oleh advertensi yang diketahui beberapa tahun lalu. Jadi, karena manfaaat tersebut tidak dapat diukur dengan tepat, maka cost advertensi dibebankan langsung sebagai biaya. Pembebanan ini berlaku juga untuk cost penelitian dan pengembangan.
Dalam statement FASB No. 2 yaitu :Accuonting For Researsch and Development Cost disebutkan bahwa dasar penandingan hubungan sebab akibat dan alokasi sistematis tidak dapat diterapkan untuk cost penilitian dan pengembangan. Hal ini disebabkan manfaat penelitian dan pengembangan dimasa mendatang tidak dapat ditentukan dengan tepat, karena itu cost tersebut tidak dapat dikapitalisasi dan dicacat sebagai aktiva. Cost tersebut langsung dibebankan sebagai biaya pada periode terjadinya.

Kritik Terhadap Konsep Penandingan
Konsep penandingan merupakan salah satu konsep yang digunakan dalam kerangka akuntansi konvensional. Menandingkan biaya dengan pendapatan sama halnya dengan menandingkan upaya dan hasil. Kegiatan usaha merupakan suatu aliran cost yaitu suatu aliran yang pada akhirnya akan menghasilkan pendapatan. Meskipun konsep penandingan merupakan hal yang umum diterapkan dalam akuntasni konvensional, namun dalam pelaksanaannya masih diwarnai dengan berbagai pertentangan. Ada beberapa kritik yang ditujukan terhadap konsep matching di antaranya sebagai berikut:
1.      Bukti Obyektif
Konsep penandingan memerlukan pertimbangan yang tepat dalam menentukan besarnya cost yang akan dibebankan pada periode sekarang atau masa mendatang. Dalam pengakuan pendapatan, bukti obyektif merupakan sarat utama yang harus dipenuhi. Namun demikian, bukti obyektif tersebut kurang begitu diperhatikan dalam pengakuan biaya. Pengakuan biaya lebih di dasarkan pada masalah rasional dan kelayakan daripada bukti yang obyektif.
Dalam praktek akutansi, suatu prosedur tertentu dapat diterima perlakuannay apabila dipandang rasional dan layak untuk diterpkan. Misalnya, cost persediaan dapat dibebankan sebagai biaya dengan salah satu metode depresiasi yang diterima umum, seperti LIFO ayau LIFO. Demikian halnya, cost aktiva tetap dibebankan sebagai biaya (depresiasi) atas dasar salah satu metode depresiasi yang diterima umum.
Salah satu alasan begitu diperhatikannya bukti obyektif dalam pengakuan biaya adalah penerapan konsep konservatisme. Konsep ini menyatakan bahwa biaya, rugi dan hutang harus segera diakui meskipun tidak ada bukti yang kuat dan objektif. Sementara pendapatan, untung (gains) dan aktiva tidak dapat diakui apabila tidak ada bukti yang cukup objektif. Misalnya, pemakaian merode prosentase penylesaian dalam kontrak konstruksi  jangka panjang. Apabila taksiran sekarang terhadap total cost kontrak menunjukkan rugi, maka rugi tersebut harus diakui atas kontrak ang telah dilaksanakan.
2.      Evaluasi Terhadap Konsep Matching
Hubungan sebab akibat merupakan tahap terbaik untuk menadingkan biaya dengan pendapatan. Meskipun prosedur ini rasional, tetapi sulit diterapkan dalam praktek. Alasan utama terletak pada konsep cost attach yang merupakan pendukung utama hubungan sebab akibat.hubungan sebab akibat sebenarnya tidak mungkin untuk diterapkan, karena konsep cost attach tidak memilki alasan/argument yang kuat. Dalam situasi tertentu, konsep cost attach tidak dapat menunjukkan dasar hubungan sebab akibat sebagai dasar hubungan pembebanan yang benar-benar meyakinkan. Oleh karena itu, akuntan tidak menghubungkan secara langsung biaya dengan pendapatan, tetapi atas interval waktu.
Cost akan dibebankan sebagai biaya bila cost tersebut menghasilkan pendapatan pada periode yang sama. Hubungan sebab akibat memiliki implikasi bahwa jumlah rupiah pendapatan tertentu harus dihubungkan dengan jumlah rupiah. Apabila suatu aktiva memiliki suatu manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan dasar penandingan hubungan sebab akibat tidak dapa diterapkan, maka cost aktiva dapat dialokasikan dalam periode-periode secara sistematis.
Menurut Thomas (1969.1975), kebanyakan akuntan hanya “hanya omong kosong” belaka dan tidak bermanfaat. Informasi yang dihasilkan hamper seluruhnya didasarkan pada proses alokasi, yang tidak dapat dijustifikasi secara teoritis. Alokasi secara teoritis akan memuaskan apabila memenuhi beberapa criteria. Kriteri tersebut adalah:
1.      Additivity
Alokasi harus melibatkan jumlah yang ada, sehingga jumlah bagian-bagiannya sama dengan jumlah keseluruhanya, tidak kurang tidak lebih. Dengan kata lain, jka jumlah yang dialokasikan ditambahkan bersama-sama, maka totalnya harus sama dengan jumlah sebelum alokasi.
2.      Unambiguity
Metode alokasi harus menghasilkan yang unik dengan menggunakan satu dasar alokasi yang jelas dan cara alokasinya juga harus jelas.
3.      Defensibility
Metode alokasi yang dipilih harus lebih baik disbanding metode alokasi yang lain. Metode tersebut harus didukung oleh alasan yang kuat agar dapat dipertahankan dari nkemungkinan pemakaian metode lain.

Alokasi dalam akuntansi tidak memenuhi criteria tersebut, terutama kriteria yang ketiga. Hal ini disebabkan dalam akuntansi tidak ada alasan yang kuat untuk tetap mempertahankan metode alokasi tertentu. Di antara metode alokasi yang ada, masing-masing dapat dipertahankan, tetapi metode yang dipilih tidak satupun yang bebas dari unsure arbitrer. Pada umumnya setiap ada metode yang lain yang lebih baik, maka metode yang lebih baik tersebut akan menggantikan metode yag digunakan sebelumnya. Hal ini berlaku terus apabila terdapat metode lain yang lebih baik.

D.    Perbedaan Biaya dan Beban
Biaya adalah suatu nilai tukar prasyarat atau pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh suatu manfaat, dimana periodenya lebih dari satu tahun.
Beban adalah penurunan manfaat ekonomi dalam suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pada pembagian kepada penanam modal.
Letak di Laporan Keuangan :
-          Biaya, di neraca (Belum terpakai, biaya-biaya yang dianggap akan memberi manfaat dimasa yang akan datang, berupa aktiva) Misal : Sewa Dibayar Dimuka.
-          Beban, di laporan laba-rugi (Pengeluaran/Biaya yang telah terpakai dan tidak dapat memberikan manfaat lagi dimasa yang akan datang) Misal : Beban Sewa.
Periode Akuntansi :
-          Biaya periodenya lebih dari satu tahun, merupakan pengeluaran modal (capital expenditure)
-          Beban periodenya kurang dari satu tahun, merupakan pengeluaran pendapatan (revenue expenditure)
Contoh kasus :
Pada awal bulan tanggal 2 Januari 2009, PT. ABC membayar uang sewa kantor sebesar Rp. 800.000 untuk dua bulan dimuka. Pengeluaran (cost) ini merupakan suatu "aktiva" yang berupa "hak untuk menempati kantor selama dua bulan." Setiap hari berlalu dalam bulan tersebut sebagian dari masa pakai harta tadi telah terpakai dan menjadi beban (expense). Pada tanggal 31 Januari 2009 separuhnya telah terpakai sebesar Rp. 400.000 dan harus diperlakukan sebagai beban.
Ayat Jurnalnya :
Beban Sewa                               400.000
Sewa Dibayar Dimuka                    400.000
Perkiraan sewa dibayar dimuka sekarang mempunyai saldo Rp. 400.000 yang mencerminkan pembayaran dimuka untuk selama satu bulan. Perkiraan beban sewa mencerminkan pengeluaran Rp. 400.000 untuk bulan tersebut.
Persamaan antara biaya dan beban adalah sama-sama mengeluarkan (kredit) kas perusahaan. Sedangkan perbedaannya, biaya (cost) adalah kas atau setara kas yang dikorbankan (dibayarkan) untuk barang atau jasa yang diharapkan memberikan manfaat (pendapatan) pada saat ini atau mendatang bagi organisasi. Disebut setara kas (cash equivalent) karena sumber daya non kas dapat ditukarkan dengan barang atau jasa yang dikehendaki. Sebagai contoh : ketika perusaahaan membeli keperluan kantor (office supplies) secara tunai atau kredit, jumlah pembayaran untuk keperluan tersebut merupakan biaya perolehan keperluan kantor. Sebaliknya, walaupun pembayaran deviden kpd para pemegang saham juga merupakan sebuah bentuk pembayaran, namun pembayaran itu bukanlah biaya karena pembayaran deviden tidak menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. Demikian pula, suatu pembayaran kas untuk melunasi kredit (pinjaman) bukan merupakan biaya karena pelunasan kredit tidak menghasilkan pendapatan. (Henry Simamora ; 39 – 40 ; 2002 Akuntansi Manajemen edisi II).
Biaya (cost) pada mulanya dapat dicatat sebagai aktiva (asset) atau sebagai beban (expense). Biaya yang akan memberikan manfaat hanya pada periode berjalan/sekarang biasanya dicatat sebagai beban dibandingkan aktiva. proses pencatatan ini disebut pembebanan / pelekatan (expensing) biaya. Beban memberikan jasa kini kepada organisasi, yang pada gilirannya menghasilkan pendapatan. Sebagai contoh ; pembayaran 2.000.000 untuk sewa kantor bulan ini biasanya akan dicatat sebagai beban (beban sewa) dibandingkan sebagai aktiva (sewa dibayar dimuka).


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa definisi yang dikemukaka IAI sejalan dengan definisi yang di ajukan Kam. Keduanaya mendefinisikan biaya dari sudut pandang peristiwa moneter (penurunan aktiva, kenaikan hutang/kenaikan ekuitas). Sebaliknya definisi yang dikemukakan FASB cenderung agak berbeda dengan definisi yang dikemukakan Kam. Perbedaan sudut pandang tersebut dapat di analisis sebagai berikut:
Pertama, definisi yang di ajukan FASB tidak menunjukkan perbedaan yang jelas antara peristiwa moneter dan peristiwa fisik. Perlu diketahui bahwa laba, pendapatan, dan biaya saling berkaitan erat dengan nilai dari suatu obyek ekonomi tertentu (jumlah rupiah aktiva yang dihasilkan dan dijual). Jadi, pendapatan dan biaya memilliki sifat moneter, karena dihasilkan dari peristiwa yang menyebabkan perubahan nilai obyek ekonomi tersebut.biaya menunjukkanperistiwa moneter yang berasal dari pemakaian barang dan jasa (peristiwa fisik) dalam kegiatan operasional perusahaan.
















DAFTAR PUSTAKA

Callen, J1978,financial cost allocation: A Game Theoritical Approach”Accounting riview”
FASB,1980”element of financial statement”,statement of financial accounting concepts no. 6, Stamford,Connecticut:FASB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar