JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pemahaman terhadap konsep biaya memerlukan analisis yang hati-hati
terhadap karekteristik dari transaksi yang berkaitan dengan biaya. Ada elemen laporan
lain yang sifatnya hampir sama dengan biaya namun sebaiknya tidak dimasukkan
sebagai komponen biaya. Karekteristik biaya dapat dipahami dengan mengenali
batasan atau pengertian yang berkaian dengan biaya.
Dengan pemahaman seperti ini, transaksi yang berkaitan dengan biaya
dapat dengan mudah diidentifikasi sehingga dapat
disajikan dengan benar dalam laporan keuangan. Dalam makalah ini akan membahas
tentang biaya yang sebagai dasar pencatatan nilai dalam akuntansi pada tahap
pembebanan. Konsep dasar yang melandasi pembebanan biaya adalah konsep upaya
dan hasil (efforts and accomplishment).
Atas dasar konsep tersebut cost dapat dipisah menjadi dua yaitu: cost
yang masih menjadi potensi jasa (melekat pada aktiva), dan cost yang potensi
jasanya dianggap sudah habis dalam rangka menghasilkan pendapatan. Pembebanan
cost satu periode akuntansi di dasarkan pada criteria penentuan habisnya
manfaat cost tersebut.
Pertama,
apakah manfaat cost habis dalam rangka penyerahan produk/jasa, atau sering
disebut dengan biaya (expenses).
Kedua, apakah manfaat cost habis karena sebab lain, yang digolongkan sebagai
rugi (losses), dalam makalah ini akan
mengutip tentang masalah manfaat cost yang yang kemungkinan bias disebut biaya
dan juga bisa disebut rugi, yang semua itu tergantung pada masa manfaatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Biaya
Secara umum, dapat dikatakan
bahwa cost yang telah dikorbankan dalam rangka menciptakan pendapatan disebut
dengan biaya. FASB (1980)mendefinisikan biaya srbagai suatu aliran keluar (outflows) atau pemakaian aktiva atau
timbulnya hutang (atau kombinasi keduanya) selama satu periode yang berasal
dari penjualan atau produksi barang, atau penerahan jasa atau pelaksanaan
kegiatan yang lain yang merupakan kegiatan utama suatu entitas.
Sedang IAI (1994) mendefinisikan
biaya sebagai penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam
bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang
mengkibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam
modal (paragraf 70).
Dari pengertian di atas dapat
dilihat bahwa biaya pada akhirnya merupakan aliran keluar meskipun
kadang-kadang harus melalui hutang terlebih dahulu. Secara konseptual biaya
lebih bersifat penurunan aktiva daripada kenaikan hutang. Biaya akan terjadi
bila produk tertentu diserahkan untuk menciptakan pendapatan. Penggunaan aktiva
dapat dikatakan sebagai biaya apabila penggunaan tersebut berkaitan langsung
dengan penyerahan produk (menghasilkan pendapatan) dan bukan pengubahan aktiva
menjadi potensi jasa(aktiva lain) yang lain.
Sementara Kam (1990)
mendefinisikan biaya sebagai penurunan nilai aktiva atau kenaikan hutang atau
kenaikan ekuitas pemegang saham (stockholder’s
equity) sebagai akibat pemakaian barang atau jasa oleh suatu unit usaha
untuk menghasilkan pendapatan pada periode berjalan. Misalnya, perusahaan
menggunakan jasa tenaga kerja dan pgaji tenaga kerja tersebut dibayar dengan
kas atau aktiva lain. Pemakaian jasa tresebut jelas menunjukkan adanya
penurunan nilai aktiva (berkurangnya kas atau aktiva lain). Apabila tenaga
kerja tersebut tidak langsung dibayar atau dibayar di lain waktu, maka
penggunaan jasa tenaga kerja tersebut akan menaikkan hutang. Sementara itu,
bila tenaga kerja dibayar dengan sejumlah tertentu saham, penggunaan tenaga
kerja akan menambah stockholder’s equity.
Dari definisi-definisi di atas,
definisi yang dikemukakan IAI sejalan dengan definisi yang diajukan Kam.
Keduanaya mendefinisikan biaya dari sudut pandang peristiwa moneter (penurunan
aktiva, kenaikan hutang/kenaikan ekuitas). Sebaliknya definisi yang dikemukakan
FASB cenderung agak berbeda dengan definisi yang dikemukakan Kam. Perbedaan
sudut pandang tersebut dapat di analisis sebagai berikut:
Pertama, definisi yang di ajukan
FASB tidak menunjukkan perbedaan yang jelas antara peristiwa moneter dan
peristiwa fisik. Perlu diketahui bahwa laba, pendapatan, dan biaya saling
berkaitan erat dengan nilai dari suatu obyek ekonomi tertentu (jumlah rupiah
aktiva yang dihasilkan dan dijual). Jadi, pendapatan dan biaya memilliki sifat
moneter, karena dihasilkan dari peristiwa yang menyebabkan perubahan nilai
obyek ekonomi tersebut.biaya menunjukkanperistiwa moneter yang berasal dari
pemakaian barang dan jasa (peristiwa fisik) dalam kegiatan operasional
perusahaan.
Apabila diperhatikan, jelas terlihat bahwa FASB lebih menekankan pada
peristiwa fisik yaitu penjualan barang atau produk yang dihasilkan. Menurut Kam
(1990), penggunaan istilah “ pemakaian barang dan jasa” lebih tepat daripada istilah “pemakaian
aktiva” (using up of assets).
Barang atau jasa yang diperoleh perusahaan memang merupakan aktiva. Namun
demikian, tidak semua barang atau jasa akan dicatat sebagai aktiva. Ada
sebagian barang atau jasa tersebut yang langsung dibebankan sebagai biaya,
misalnya: jasa tenaga kerja.
Kedua,
pemakaian aktiva harusmenunjukkan adanya suatu cost yang dinyatakan keluar(dikonsumsi) sebagai biaya. Hal ini
sesuai dengan alasan ang dikemukakan sebelumnya bahwa biaya menunjukkan adanya
perubahan nilai. Perubahan nilai menunjukkan pengorbanan yang dilakukan
suatu entitas dalam memperoleh pendapatan. Jadi apabila tidak ada cost, otomatis tidak akan ada biaya. Misalnya, perusahaan dapat
menggunakan tenaga kerja tanpa membayar tenaga kerja tersebut (dengan alasan
tenaga kerja tersebut hanya mencari pengalaman kerja). Pada kasus ini, perusahaan tidak
perlu mencatat biaya gaji, karena tidak ada cost
yang timbul sebelumnya.
Ketiga,
apabila dilihat dari pandangan tradisional, definisi yang dikemukakan FASB
menunjukkan bahwa biaya hanya dihasilkan dari pemakaian aktiva untuk tujuan menghasilkan pendapatan pada periode berjalan.
Apabila prinsip penandingan (matching)
dilakukan dengan tepat, maka pembebanan biaya harus ditunda lebih dahulu
sebagai aktiva, selama pemanfaatan jasa masa sekarang dapat membantu
menghasilkan pendapatan pada priode yang akan datang. FASB tidak menunjukkan
kondisi tersebut.
Lepas dari
perbedaan tersebut, yang jelas setiap cost
yang dinyatakan keluar dalam rangka menghasilkan pendapatan disebut dengan
biaya. Baik itu biaya yang berasal dari cost
yaang langsung dibebankan sebagai biaya tanpa dicatat lebih dahulu sebagai
aktiva.
Biaya Dan
Rugi (Losses)
Atas dasar definisi biaya
diatas dapat dikatakan bahwa yang termasuk biaya hanya cost yang benar-benar dikorbankan untuk menghasilkan pendapatan.
Penggunaan aktiva atau pengurangan cost
aktiva yang tidak berkaitan dengan proses memperoleh pendapatan seharusnya
dikelompokan sebagai rugi(losses). Memang rugi dan biaya merupakan
perubahan-perubahan yang relevan, yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan
laba perusahaan. Akan tetapi, hanya biaya yang harus ditandingkan dengan
pendapatan pada periode terjadinya.
Agar pemakai laporan keuangan
mendapatkan tambahan informasi yang lebih lengkap, rugi dapat disertakan dalam
laporan rugi laba sebagai penentu besarnya laba komprehensif. Rugi sebaiknya
disajikan terpisah dari biaya. Koreksi terhadap besarnya biaya periode
terdahulu, tiak dapat diperlakukan sebagai rugi. Koreksi tersebut harus
diklasifikasikan secara terpisahsebagai “koreksi
kesalahan periode sebelumnya”.
Dari definisi yang terdapat dalam
konsep dasarpenyusunan dan penyajian
laporan keuangan, IAI (1990) tidak memisahakan biaya dengan rugi.
Jadi semua potensi jasa baik yang digunakan secara langsung ataupun tidak
langsung untuk memperoleh pendapatan disebut dengan biaya. IAI (1990) bahkan
secara spesifik menyebutkan hal tersebut seperti yang tertulis pada paragrap 78
berikut ini “Kerugian termasuk dalam
kelook beban”.
B.
Klasifikasi Biaya
Mulyadi (2002 : 14-17), Mengemukakan klasifikasi biaya
menjadi lima golongan yaitu:
1.
Penggolongan biaya menurut obyek pengeluaranya. Dalam
penggolongan ini, nama obyek biaya pengeluaran merupakan dasar penggolongan
biaya, misalkan obyek pengeluaran adalah bahan bakar, maka semua biaya yang
berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan bakar”.
2.
Penggolongan biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan.
Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok yaitu fungsi produksi,
fungsi pemasaran, dan fungsi administrasi dan umum. Oleh karena itu dalam
perusahaan manufaktur, biaya dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Biaya produksi adalah biaya-biaya
yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk di
jual.
b. Biaya pemasaran adalah biaya-biaya
yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk.
c. Biaya administrasi dan umum adalah
biaya-biaya untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan produk dan pemasaran produk.
3.
Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu
yang dibiayai:
a. Biaya langsung adalah biaya yang
terjadi yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai.
b. Biaya tidak langsung adalah biaya
yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai.
4. Penggolongan biaya menurut prilaku
dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Dalam hubungannya dengan
perubahan volume kegiatan biaya dapat digolongkan menjadi:
a. Biaya variable adalah biaya yang
jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
b. Biaya semi variable adalah biaya
yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
c. Biaya semiflxed adalah biaya yang
tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang
konstan pada volume produksi tertentu.
d. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah
totalnya tetap dalam kaisar volume kegiatan tertentu.
5. Penggolongan biaya atas dasar jangka
waktu manfaatnya, atas jangka waktu manfaatnya biaya dapat dibagi menjadi dua
yaitu :
a. Pengeluaran modal (capital
expenditures) adalah yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
b. Pengeluaran pendapatan (revenue
expenditures) adalah biaya hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi yang
terjadinya pengeluaran tersebut.
Adolph Matz dalam Hartanto (1976 :
41), menyatakan bahwa, penggolongan biaya sesuai dengan sifat elemen (natural classification), yaitu:
1. Biaya manufacturing atau biaya
pabrik.
a. Biaya bahan baku
Biaya bahan baku yaitu yang diidentifikasikan terhadap
produk yang dihasilkan dan secara phisik bahan tersebut menjadi bagian yang
menyeluruh dari produk yang selesai.
b. Biaya upah langsung
Biaya upah langsung yaitu upah atau biaya dari tenaga kerja
yang secara langsung menangani atau terlibat mengerjakan bahan baku untuk
diolah menjadi bahan jadi.
c. Biaya overhead pabrik
Biaya overhead yaitu biaya produk tidak langsung atau biaya
yang selain biaya bahan baku dan tenaga kerja. Biaya ini tidak dapat
diidentifikasikan secara langsung terhadap produk yang diproduksi.
Biaya overhead ini dapat dibagi atau digolongkan kedalam
biaya sebagai berikut:
•
Biaya bahan pembantu adalah bahan yang tidak menjadi bagian
dari pada produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian dari produk jadi
tetapi nilainya relatif kecil.
•
Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah upah dari tenaga
kerja yang tidak langsung mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Misalnya
gaji mandor, gaji pegawai administrasi dan lain-lain. Biaya factory overhead
umum adalah biaya overhead yang selain biaya bahan baku tidak langsung dan
biaya tenaga kerja tidak langsung.
2. Biaya komersial (commercial expense)
meliputi:
Biaya-biaya penjualan (marketing expance) atau
didisribusikan expence dan seling expence. Biaya-biaya ini dimulai pada titik
dimana biaya produksi berakhir yaitu jika proses produksi telah selesai dan
barang-barangnya ada dalam kondisi yang dapat dijual.
3. Biaya administrasi yaitu meliputi
biaya yang terjadi dalam mengarahkan, mengawasi dan mengadministrasikan
perusahaan berdasarkan kelompok ini maka kelompok biaya yang dibebankan kepada
harga pokok adalah biaya produksi atau biaya manufacturing. Untuk membedakan
apakah suatu biaya digolongkan dalam pengeluaran modal atau pengeluaran
pendapatan maka terdapat tiga factor yang harus dipertimbangkan yaitu:
•
Manfaatnya
•
Jumlahnya
•
Pertimbangan manajemen
Harmanto (1992 : 26), Obyek biaya
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.
Obyek-obyek biaya untuk perhitungan harga pokok produksi dan
penentuan rugi laba periodik.
b.
Obyek-obyek biaya untuk perencanaan dan pengendalian
manajemen.
c.
Obyek-obyek untuk pengambilan keputusan.
Dari tiga obyek biaya di atas maka
peneliti hanya akan membahas pada obyek biaya untuk penentuan harga pokok
produksi.
- Pengukuran Dan Pengakuan Biaya
Pengukuran dan pengakuan biaya memainkan peranan penting dalam
penyusunan laporan keuangan. Kecermatan mengukur besarnya biaya mempengaruhi
keakuratan informasi keuangan yang dihasilkan. Ketepatan saat mengakui biaya
juga akan berpengaruh dalam penentuan besarnya rugi/laba perusahaan. Oleh
karena itu pemahaman secara konsptual tentang pengukuran dan pengakuan
pendapatan tidak dapat diabaikan.
Pengukuran
Biaya
Sejalan dengan penilaian
aktiva, biaya dapat diukur atas dasar jumlah rupiah yang digunakan untuk
penilaian aktiva dan hutang. Oleh karena itu, pengukuran biaya dapat didasarkan pada:
a.
Cost
Historis
Cost historis merupakan jumlh rupiah kas atua setaranya yang dikorbankan
untuk memperoleh aktiva. Pengukuran biaya atas dasar cost historis, dapat
digunakan untuk jenis aktiva seperti gedung, peralatan dan sebagainya.
b.
Cost
Pengganti/Cost Masukan Terkini (Replacement Cost/ Curent Input Cost)
Cost masukan terkini menunjukkan jumlah rupiah harga pertukaran yang
harus dikorbankan sekarang oleh suatu entitas untuk memperoleh aktiva yang
sejenis dalam kondisi yang sama. Contohnya, penilaian untuk persediaan.
c.
Setara Kas
(Cash Equivalent)
Setara kas adalah jumlah rupiah kas yang dapat direalisir dengan cara
menjual setiap jenis aktiva dipasar bebas dalam kondisi perusahaan normal.
Nilai ini biasanya didasarkan pada catatan harga pasar barang bebas yang
sejenis dalam kondisi yang sama. Pos aktiva berwujud biasanya menggunakan dasar
penilaian ini. Meskipun ada
berbagai dasar penilaian, dalam praktik yang paling banyak digunakan untuk
mengukur biaya adalah cost historis.
Pengakuan
Biaya
Pada dasarnya cost memiliki dua kedudukan penting,
yaitu: (a) Sebagai aktiva(potensi jasa) dan (b) Sebagai beban pendapatan
(biaya). Atas dasar konsep kontinuitas usaha, cost mula-mula diperlakukan
sebagai aktiva dan kemuian baru diperlakukan sebagai pengurang
pendapatan(biaya). Misalnya, cost persediaan ada awalnya dicatat/di akui
sebagai aktiva. Apabila cost tersebut telah dinytakan keluar (dijual) untuk
menghasilkan pendapatan, maka cost tersebut dinyatakan sebagai biay, dengan
nama cost barang terjual (cost of goods
sold).
Proses pembebanan cost pada
dasarnya merupakan proses pemisahan cost. Oleh karena itu, agar inforasi yang
dihasilkan akurat bagian cost yang telah di akui sebagai biaya pada
periode berjalan dan bagian cost yang akan dilaporkan sebagai aktiva (di akui
sebagai biaya periode mendatang) harus dapat ditentukan dengan jelas. Ada dua
masalahyang muncul sehubungan dengan pemisahan cost tersebut, yaitu:
1.
Kriteria yang digunakan untuk
menentukan yang harus dibebankan pada pendapatan peiode berjalan.
2.
Kriteria yang digunakan untuk
menentukan bahwa cost tertentu ditangguhkan pembebanannya.
Semua cost
tersebut memenuhi kriteria sebagai aktiva yaitu:
1.
Memenuhi definisi aktiva
(memiliki manfaat ekonomi masa mendatang, dikendalikan perusahaan, berasal dari
transaksi masa lalu).
2.
Ada kemungkinan yang cukup bahwa
manfaat ekonomi masa mendatang yang melekat pada aktiva dapat dinikmati oleh
entitas yang meguasai.
3.
Besanya manfaat dapat di ukur
dengan cukup andal.
Atas dasar hal tersebut, maka cost dapat yang
dikeluarkan memenuhi kriteria sebagai aktiva, maka cost tersebut dapat ditunda
pembebanannya. Namun demikian apabila terdapat kasus dimana cost yang jenis
pengeluarannya terjadi berulang-ulang setiap perioade, cost tersebut dapat
langsung dibebankan sebagai biaya pada periode terjadinya. Kondisi ini tidak
berlaku untuk persediaan dan persekot biaya.
Dari uraian diatas, secara umum dapat dirumuskan
bahwaberdasarkan konsep penandingan (matching),
pengakuan biaya pada dasarnya sejalan dengan pengakuan pendapatan. Apabila
pengakuan pendapatan ditunda, maka pembebanan biaya juga ditunda. Untuk
mengatasi berbagai perbedaan pendapat tentang pengakuan biaya, biasanya badan
berwenang mengeluarkan aturan tertentu untuk mengakui biaya. IAI (1990),
misalnya,dalam konsep Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan menyatakan:
“Beban diakui dalam laporan rugi laba kalau
penurunan mamfaat ekonomi masa datang yang berkaitan dengan penurunan aktiva
atau kenaikan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal.” (paragraf
94), Selanjutnya dalam parapraf 98 disebutkan:“Beban juga diakui dalam laporan
rugi laba pada saat timbul kewajiban tanpa adanya pengakuan aktiva, dapat
timbulnya hutang garansi produksi.”
Konsep Penandingan (Matching)
Konsep penadungan adalah konsep yang dimaksudkan untuk mencari dasar
hubungan yang tepat dan rasional antara pendapatan dan biaya. Pendatan
merupakan hasil yang dituju perusahan, semantara cost yang dikeluarkan untuk memproleh pendapatan tersebut
merupakan upaya yang dilakukan perusahaan . dengan demikian , pendapatan harus
ditandingkan dengan biaya yang diperkirakan telah menghasilkan pendapatan
tersebut, agar dihasilkan besarnya laba yang tepat.
Penandingan antara biaya dan pendapatan memerlukan dasar yang tepat.
Upaya mencari dasar penandingan yang tepat merupakan masalah yang sering
dihadapi oleh akuntan. Masalah tersebut tidak hanya menyangkut penantuan
aktiva/jasa yang benar-benar telah dipakai, akan tetapi juga menyangkut
perhitungan besarnya nilai-nilai aktiva atau jasa yang telah digunakan. Paton
dan Littleton (1940, P. 71) mengungkapkan:
Masalah utama dalam memandingkan
pendapatan dan biaya adalah mencari dasar penandingan yang paling tepat antara
pendapatan dengan biaya berhubungan lansung dengan pendapatan
tersebut………Hubungan fisik yang dapat dilihat sebenarnya dapat digunakan sebagai
media untuk melacak dan membebankannya. Meskipun demikian harus bahwa dengan
melihat kondisi yang ada, dasar perbandingan yang paling penting adalah
kelayakan(resonablenses), bukan pengukuran fisik.
Dari pernyataan tersebut jelas terlihatbahwa tidak semua biaya dapat
ditandingkan secara langsung dengan pendapatan berdasarkan hubungan fisik. Oleh
karena itu, umumnya akuntansi menggunakan dasar unit waktu (periode) sebagai
dasar penandingan pendapatan dengan biaya. Apabila hubungan fisik antara barang
yang dijual dengan pendapatan yang diperoleh dapat ditelusur, konsep
penandingan tidak akan menimbulakan masalah. Masalahnya, bagaimana cara
menandingkan biaya dengan pendapatan jika keterkaitan fisik antara pendapatan
dengan biaya sulit untuk ditentukan? Hal ini disebabkan tidak semua biaya
berkaitan secara langsung dengan pendapatan.
Dalam praktek, ada tiga dasar penandingan yang umum digunakan untuk
mencari hubungan antara biaya dengan pendaptan dalam suatu periode tertentu.
Dasar penandingan tersebut adalah(Kam,1990): hubungan sebab akibat (association of causes and effects),
alokasi sistematik dan rasional (systematic
and rasional allocation) dan pembebanan segera (immediate recognition).
Hubungan
Sebab Akibat
Dasar paling ideal untuk
menandingkan biaya dengan pendapatan adalah hubungan sebab akibat. Meskipun
dasar ini sulit untuk dibuktikan, namun atas dasar pengamatan yang dilakukan
para akuntan menunjukkan bahwa barang/jasa tertentu yang digunakan dalam proses
produksi pada akhirnya akan membantu dalam proses menghasilkan pendapatan
selama periode tertentu. Oleh karena itu dasar penandingan ini sering disebut
dengan penandingan langsung (direct or
product matching ). Contoh dari biaya yang dapat ditandingkan dengan dasar
penandingan langsung adalah biaya komisi penjualan, gaji dan upah, serta cost
barang terjual(cost of goods sold).
Dasar penandingan ini sesuai dengan konsep upaya
dan hasil sepertiyang di ungkapkan oleh Patton dan Littleton (1990). Atas dasar
pengamatan fisik dan pengamatan kejadian, jelas terlihat bahwa pendapatan tidak
akan terjadi apabila tidak ada penyerahan barang dan jasa.
Komite Amirican Accounting Association (dikutip
oleh Kam, 1990) juga menyarankan peggunanaan hubungan sebab akibat sebagai
dasar penandingan. Mereka mengatakan: cost harus dihubngkan dengan pendapatan
yang direalisasi selama periode tertentu atas dasar korelasi positif yang dapat
dilihat hubungannya antara cost tersebut dengan pendapatan yang diakui.
Dari pernyataan tersebut dapat dirumuskan bahwa
penandingan yang benar-benar tepat dapat dilakukan apabiala terdapat hubungan
yang rasional antara pendapatan dan biaya. Oleh karena itu, pengakuan biaya
harus harus dihubungkan dengan pendapatan dan dilaporkan dalam peride yang sama
dengan periode pengakuan pendapatan. Ada beberapa masalah teknis yang timbul
apabila penandingan langsung atas dasar produk digunakan sebagai dasar hubungan
sebab akibat. Masalah tersebut adalah:
a.
Pemakaian barang dan jasa yang
bagaimana yang dapat diidentifikasi dengan produk?
b.
Apabila biaya tidak menambah
nilai produk tertentu, kapan biaya tersebut dapt dihubungkan secara langsung
dengan pendapatan di masa yang akan datang? Bagaimana biaya tersebut dapat dilaporkan
denngan tepat sesuai dengan pendapatan ang diperoleh?
c.
Kapan biaya yang terjadi setelah
penjualan dapat dicatat dan dilaporkan?
d.
Berikut ini akan dibahas ketiga
masalah tersebut dan alternatif pemecahannya.
1)
Identifikasi Cost Produk
Sesuai
dengan konsep penandingan, semua cost produksi harus dibebankan pada poduk yang
bersangkutan. Cost produk dapat dibagi menjadi dua. Pertama, cost produk yang
melekat pada produk terjual dan nantinya akan dibebankan sebagai biaya. Kedua,
cost yang yang melekat pada produk yang belum terjual (dilaporkan sebagai
persediaan) dan dicatat sebagai aktiva sampai produk tersebut terjual.
Beberapa
cost produk dapat langsung dihubungkan dengan produk tertentu, sementara cost
yang lain hanya dapat dihubungkan dengan kegiatan produksi dan dialokasikan
pada produk berdasarkan aturan ataun prosedur tertentu. Disinilah pentingnya
melakukan identifikasi untuk menentukan cost produk langsung (direct product cost) dan cost produk
tidak langsung (indirect product cost).
Cost produk langsung adalah cost barang dan jasa yang digunakan untuk
memproduksi prodk tertentu dan yang secara langsung dapat diidentifikasi atau
ditelusur ke produk yang dihasilkan. Cost bahan baku dan tenaga kerja langsung
merupakan cost produk langsung karena terjadinya atau manfaat cost tersebut
dapat diidentifikasi pada produk tertentu.
Cost
produk tidak langsung adalah cost barang dan jasa yang digunakan dalam proses
produksi, yang tidak dapat di identifikasi pada produk yang dihasilkan. Cost
overhead pabrik adalah contoh cost produk tidak langsung. Meskipun cost
inisifatnya tidak langsung, namun cost tersebut tetap dibebankan pada produk
atas dasar aturan atau metode tertentu. Yang menjadi masalah sekarang, di
antara cost produk tersebut yang manakah yangdapat ditandingkan dengan
pendapatan? Akuntan banyak tidak sependapat untuk merteembebankan semua cost
produksi individual pada produk tertentu. Perbadaan ini muncul karena adanya
dua konsep yang berbeda dalam menentukan elemen cost produk, yaitu konsep full costing, dan konsep direct costing.
Menurut
konsep full costing, cost yang dianggap
sebagai biaya adalah semua cost produk baik langsung maupun tidak langsung yang
berkaitan dengan produk yang terjual. Semetara menurut menurut konsep direct cisting, hanya cost produk
variabel yang dianggap sebagai biaya atas produk terjual. Dengan demikian, cost
produksi non variabel akan dibebankan sebagai biaya periode. Masalah lain
yang muncul adalah cost kapasitas menganggur dan cost produk rusak yang
bersifat abnormal. Jenis cost tersebut umumnya dianggap sebagai rugi (losses) atau langsung dibebankan sebagai
biaya. Perlakuan inipun masih menimbulkan masalah, apakah cost tersebut
sebaiknya diperlakukan sebagai rugi (losses)
atau biaya.
Penentuan
cost atas produk rusak sebagai rugi (losses)
atau biaya sangat tergantung pada sifat dari kerusakan tersebut. Apabila
kerusakan terjadi karena kejadian normal atau atau sering terjadi, maka cost
tersebut diperlakukan sebagai biaya. Sebaliknya, apabila kerusakan terjadi
karena hal yang tidak biasa( tidak rutin), maka cost produk rusak tersebut
diperlakukan sebagai rugi (losses).
2)
Biaya Yang Langsung Berhubungan
Dengan Pendapatan Masa Mendatang, Tetapi Tidak Masuk Dalam Cost Produksi
Pada
beberapa kasus, cost yang dapat dihubungkan dengan pendapatan masa mendatang
tidak dapat dibebankan secara langsung dengan prodruk tertentu. Hal ini
disebabkan cost tersebut tidak menunjukkan nilai tambah pada produk yang
bersangkutan. Contoh dari kasus ini adalah biaya penjualandan administrasi.
Biaya penjualan dan administrasi tidak harus ditandingkan dengan pendapatan di masa
mendatang jika tidak ada jaminan yang rasional untuk menghubungkan biaya
tersebut dengan pendapatan di masa mendatang. Meskipun jenis biaya tersebut
idak secara langsung menghasilkan pendapatan karena secara teknis sulit mencari
hubungan seba akibatnya, namun biaya tersebut harus tetap dibebankan sebagai
biaya.
Tidak
diperolehnya pendapatan atau tidak adanya kemungkinan rugi pada periode
berjalan, bukan merupakan alasan untuk menunda pembebanan biaya. Alasannya
adalah apabila suatu cost dan jasa tidak memberikan manfaat pada periode
sekarang dan juga bukan merupakan rugi, maka cost tersebut tentu akan
memberikan manfaat masa mendatang. Oleh karena itu, cost tersebut harus
dialokasikan pada periode mendatnag agar dapat dilakukan penandingan antara
biaya dengan pendapatan. Contohnya, cost pendirian perusahaan tidak dapat
dihubungkan dengan produk karena biasanya tidak ada produk yang dihasilkan pada
cost tersebut dikeluarkan. Meskipun demikian, cost tersebut dapat dihubungkan
dengan pendapatan masa mendatang dan biasanya dikapitalisasi. Jadi cost
tersebut sering diperlakukan sebagai aktiva tidak berwujud.
Namun
demikian, apabila tidak ada hubungan khusus antara pendapatan dan biaya, maka
proses penandingan tidak dapat dilakukan. Konsekuensinya, tindakan menangguhkan
pembebanan cost tersebut pada akhirnya akan menyebabkan perataan laba dan dan
tidak menambah manfaat informasi yang dihasilkan. Contoh lainyang relevan
dengan kasus diatas adalah cost penelitian dan pengembangan. Meskipun
pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan mungkin memiliki manfaat dalam
beberapa periode, namun tidak ada metode atau cara yang relevan dan bermanfaat
untuk menerapkan konseppenandingannya.
3)
Biaya Yang Berhubungan Dengan
Pendapatan Yang Terjadi Setelah Pendapatan Diakui
Umumnya
biaya yang belah penjerhubungan dengan pendapatan akan terjadi setelah
pendapatan diakui. Masalh ini berkaitan dengan penentuan besarnya biaya yang
akan timbul setelah penjualan. Apabila cost kegiatan tertentu dapat ditaksir
secara layak dan cukup pasti, maka cost tersebut dapat diakui sebagai biaya
pada periode pengakuan pendapatan. Jadi hubungan sebab akibat hsrus dapat
diedintifikasi untuk menentukan bahwa pendapatan yang diakui memilki hubungan
sebab akibat dengan cost yang bersangkutan. Contohnya, jika suatu garansi
diberikan selama penjualan pada periode tertentu, maka biaya atas jaminan
tersebut mungkin saja terjadi pada masa mendatang.
Penandingan
yang tepat akan memperlakukan garansi tersebut sebagai biaya pada saat
penjualan dan mencatat hutang untuk menampung cost yang timbul dari garansi
tersebut.apabila cost garansi yang benar-benar terjadi melebihi besanya cost
yang ditaksir sebelumnya, maka kelebihan tersebut lebih tepat untuk diakui
sebagai rugi (losses) dari pada biaya
operasi.kriteria yang digunakan adalah kelayakan atau kemungkinan terjadinya
cost tersebut.
Dasar
penandingan-penandingan menurut hubungan sebab akibat dapat juga diterapkan
pada perusahaan jasa. Pada perusahaan jasa umumnya tidak ada suatu objek fisik
yang daptp dijadikan dasar untuk menghubungkan pendapatan dan biaya. Oleh
karena itu, dasar penandingan yang biasa digunakan adalah periodik. Cost yang
ditandingkan adalah cost yang terjadi pada periode terjadinya pendapatan yang
dianggap telah menghasilkan pendapatan tersebut.
Atas
dasar prinsip pengakuan pendapatan, biaya tidak akan terjadi bila tidak ada
pendapatan. Contohnya, dalam kontrak jangka panjang yang menggunakan metode
kontrak selesai, tidak ada biaya selama tidak ada pendapatan yang diakui.
Cost yang terjadi akan dicatat sebagai aktiva dan total akumulasi cost
tersebut akan diakui sebagai biaya dan ditandingkan dengan pendapatan pada saat
proyek selesai dan diserahkan pada pemerintah.
Apabila
digunakan metode persentase penyelesaian, cost yang sebenarnya terjadi pada
periode dikeluarkannya cost tersebut dianggap sebagai upaya untuk menghasilkan
pendapatan. Oleh karena itu, biaya akan dicatat yang telah terjadi. Pada
penjualan angsuran, total penjualan angsuran dan cost barang terjual (cost of goods sold) dicatat secara
bersamaan. Perbedaan penjualan dan cost barang terjual dicatat dalam rekening
hutang dengan nama“Laba Kotor Belum
Direalisasi”. Laba tersebut akan dialokasikan secara proporsional sesuai
dengan kas yang diterima.
Alokasi Sistematis Dan Rasional
Alokasi sistematik dan rasional sering disebut dengan dasar penandingan
periodik (period matching) atau
penandingan tidak langsung (inderict
matching). Alokasi sistematik dan rasional dapat digunakan sebagai dasar
penandingan apabila dasar penandingan hubungan sebab akibat tidak dapat
dilakukan. Atas dasar konsep penandingan ini, ukuran penandingan yang digunakan
bukan produk (unit fisik) tetapi periode. Dengan demikian, biaya diakui dan
dihubungkan dengan pendapatan pada periode terjadinya. Cost yang yang terjadi dapat
dialokasikan dalam beberapa peirode, dan dapat juga langsung diakui dan
dibebankan sebagai biaya.
Pemilihan terhadap dua alternative tersebut tergantung pada keadaan yang
melandasi timbulnya cost tersebut. Apabila manfaat cost suatu aktiva lebih dari
satu periode, maka cost tersebut dialokasikan secara sistematis pada periode
yang menikmati manfaat tersebut. Depresiasi aktiva tetap merupakan contoh
alokasi sistematis. Masalah yang sering muncul dalam alokasi ini adalah
banyaknya metode alokasi yang dapat digunakan dalam proses alokasi cost.
Depresiasi dapat mengunakan metode alokasi seperti garis lurus, ouput produksi,
jumlah angka tahun dan sebagainya.
Meskipun dapat menimbulkan masalah, alokasi sistematis tetap dapat
digunakan sebagai dasar penandingan. Ada beberapa alasan yang mendukung
pemakaian alokasi sistematis dan rasional.
Pertama, banyak
cost periodik yang berhubungan secara tidak langsung dengan pendapatan periode
berjalan. Dengan demikian, tidak ada penyimpangan yang material dalam prinsip penandingan
apabila biaya diakui pada saat barang/jasa digunakan atau dijual. Contohnya,
biaya sewa took dapat dihubungkan dengan penjuala selama periode penyewaaan.
Kedua, pada
beberapa kasus sulit mencari hubungan langsung antara cost tertentu dengan pendapatan.
Apabila cost dikeluarkan untuk kegiatan operasional perusahaan, maka cost
tersebut harus di akui sebagai biaya pada periode terjadinya. Misalnya
pengeluaran untuk pengobatan karyawan.
Ketiga, apabila
manfaat masa mendatang tidak dapat diukur dengan cukup pasti atau costyang
dikeluarkan tidak memiliki hubungan dengan pendapatan di masa mendatang, maka
tidak ada alsan untuk menunda pembebanan cost sebagai biaya pada periode
terjadinya. Misalnya biaya yang dikeluarkan untuk relreasi karayawan.
Keempat,apabila
biaya bersifat rutin (reguler) dan
terjadi berulang-ulang, makapembebanan langsung secara material tidak akan
berpengaruh terhadap labah bersih, meskipun penandingan yang tepat dapat
dicapai. Hal ini dapat dilihat dalam kasus penelitian dan pengembangan.
Kelima, apabila
cost tersebut merupakan joint cost, maka
alokasi arbitrer harus dilakukan pada kegiatan yang berbeda. Apabila alokasi
cost dilakukan mencakup periode yang berbeda, sebaiknya tidak dilakukan alokasi
arbitrer. Hal ini disebabkan alokasi tersebut akan memberikan hasil yang lebih
menyesatkan dari pada tidak dilakukan alokasi. Alokasi seolah-olah akan
memberikan adanya kecermatan padahal kenyataanya tidak. Misalnya pajak bumi dan
bangunan tidak dapat dialokasikan pada masing-masing kegiatan perusahaan atas
dasar alokasi yang lain kecuali atas dasar arbitrer.
Pembebanan Segera (Immediate
Rocognition)
Apabila tidak alasan yang kuat untuk membebankan cost atas dasar
hubungan sebab akibat ataupun alokasi sistematis dan rasional, maka cost
langsung ddapa dibebankan pada periode terjadinya. Alasan yang melandasi
pembebanan dengan cara ini adalah kepraktisan. Misalnya, pencatatan terhadap
biaya advertensi.
Cost yang dikeluarkan untuk kegiatan advrtensi sulit untuk dihubungkan
dengan pendapatan atas dasar hubungan sebab akibat. Disamping itu,cost tersebut
kemungkinan memiliki manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Namun,karena
manfaat tersebut sulit untuk diukur, pembebanan atas dasar alokasi sistematis
juga tidak dapat dilakukan dengan tepat. Konsumen mungkin saja membeli produk
perusahaan karena dipengaruhi oleh advertensi yang diketahui beberapa tahun lalu.
Jadi, karena manfaaat tersebut tidak dapat diukur dengan tepat, maka cost
advertensi dibebankan langsung sebagai biaya. Pembebanan ini berlaku juga untuk
cost penelitian dan pengembangan.
Dalam
statement FASB No. 2 yaitu :Accuonting
For Researsch and Development Cost disebutkan bahwa dasar penandingan
hubungan sebab akibat dan alokasi sistematis tidak dapat diterapkan untuk cost
penilitian dan pengembangan. Hal ini disebabkan manfaat penelitian dan
pengembangan dimasa mendatang tidak dapat ditentukan dengan tepat, karena itu
cost tersebut tidak dapat dikapitalisasi dan dicacat sebagai aktiva. Cost
tersebut langsung dibebankan sebagai biaya pada periode terjadinya.
Kritik Terhadap Konsep Penandingan
Konsep
penandingan merupakan salah satu konsep yang digunakan dalam kerangka akuntansi
konvensional. Menandingkan biaya dengan pendapatan sama halnya dengan
menandingkan upaya dan hasil. Kegiatan usaha merupakan suatu aliran cost yaitu
suatu aliran yang pada akhirnya akan menghasilkan pendapatan. Meskipun konsep
penandingan merupakan hal yang umum diterapkan dalam akuntasni konvensional,
namun dalam pelaksanaannya masih diwarnai dengan berbagai pertentangan. Ada
beberapa kritik yang ditujukan terhadap konsep matching di antaranya sebagai berikut:
1.
Bukti Obyektif
Konsep penandingan memerlukan pertimbangan yang
tepat dalam menentukan besarnya cost yang akan dibebankan pada periode sekarang
atau masa mendatang. Dalam pengakuan pendapatan, bukti obyektif merupakan sarat
utama yang harus dipenuhi. Namun demikian, bukti obyektif tersebut kurang
begitu diperhatikan dalam pengakuan biaya. Pengakuan biaya lebih di dasarkan
pada masalah rasional dan kelayakan daripada bukti yang obyektif.
Dalam praktek akutansi, suatu prosedur tertentu
dapat diterima perlakuannay apabila dipandang rasional dan layak untuk
diterpkan. Misalnya, cost persediaan dapat dibebankan sebagai biaya dengan
salah satu metode depresiasi yang diterima umum, seperti LIFO ayau LIFO.
Demikian halnya, cost aktiva tetap dibebankan sebagai biaya (depresiasi) atas
dasar salah satu metode depresiasi yang diterima umum.
Salah satu alasan begitu diperhatikannya bukti
obyektif dalam pengakuan biaya adalah penerapan konsep konservatisme. Konsep
ini menyatakan bahwa biaya, rugi dan hutang harus segera diakui meskipun tidak
ada bukti yang kuat dan objektif. Sementara pendapatan, untung (gains) dan aktiva tidak dapat diakui
apabila tidak ada bukti yang cukup objektif. Misalnya, pemakaian merode
prosentase penylesaian dalam kontrak konstruksi jangka panjang. Apabila
taksiran sekarang terhadap total cost kontrak menunjukkan rugi, maka rugi
tersebut harus diakui atas kontrak ang telah dilaksanakan.
2.
Evaluasi Terhadap Konsep Matching
Hubungan sebab akibat merupakan tahap terbaik untuk
menadingkan biaya dengan pendapatan. Meskipun prosedur ini rasional, tetapi
sulit diterapkan dalam praktek. Alasan utama terletak pada konsep cost attach yang merupakan pendukung
utama hubungan sebab akibat.hubungan sebab akibat sebenarnya tidak mungkin
untuk diterapkan, karena konsep cost attach tidak memilki alasan/argument yang
kuat. Dalam situasi tertentu, konsep cost attach tidak dapat menunjukkan dasar
hubungan sebab akibat sebagai dasar hubungan pembebanan yang benar-benar
meyakinkan. Oleh karena itu, akuntan tidak menghubungkan secara langsung biaya
dengan pendapatan, tetapi atas interval waktu.
Cost akan dibebankan sebagai biaya bila cost
tersebut menghasilkan pendapatan pada periode yang sama. Hubungan sebab akibat
memiliki implikasi bahwa jumlah rupiah pendapatan tertentu harus dihubungkan
dengan jumlah rupiah. Apabila suatu aktiva memiliki suatu manfaat lebih dari
satu periode akuntansi dan dasar penandingan hubungan sebab akibat tidak dapa
diterapkan, maka cost aktiva dapat dialokasikan dalam periode-periode secara
sistematis.
Menurut Thomas (1969.1975), kebanyakan akuntan
hanya “hanya omong kosong” belaka dan
tidak bermanfaat. Informasi yang dihasilkan hamper seluruhnya didasarkan pada
proses alokasi, yang tidak dapat dijustifikasi secara teoritis. Alokasi secara
teoritis akan memuaskan apabila memenuhi beberapa criteria. Kriteri tersebut
adalah:
1.
Additivity
Alokasi harus melibatkan jumlah
yang ada, sehingga jumlah bagian-bagiannya sama dengan jumlah keseluruhanya,
tidak kurang tidak lebih. Dengan kata lain, jka jumlah yang dialokasikan
ditambahkan bersama-sama, maka totalnya harus sama dengan jumlah sebelum
alokasi.
2.
Unambiguity
Metode alokasi harus menghasilkan
yang unik dengan menggunakan satu dasar alokasi yang jelas dan cara alokasinya
juga harus jelas.
3.
Defensibility
Metode alokasi yang dipilih harus
lebih baik disbanding metode alokasi yang lain. Metode tersebut harus didukung
oleh alasan yang kuat agar dapat dipertahankan dari nkemungkinan pemakaian
metode lain.
Alokasi dalam akuntansi tidak memenuhi criteria
tersebut, terutama kriteria yang ketiga. Hal ini disebabkan dalam akuntansi
tidak ada alasan yang kuat untuk tetap mempertahankan metode alokasi tertentu.
Di antara metode alokasi yang ada, masing-masing dapat dipertahankan, tetapi
metode yang dipilih tidak satupun yang bebas dari unsure arbitrer. Pada umumnya
setiap ada metode yang lain yang lebih baik, maka metode yang lebih baik
tersebut akan menggantikan metode yag digunakan sebelumnya. Hal ini berlaku
terus apabila terdapat metode lain yang lebih baik.
D. Perbedaan
Biaya dan Beban
Biaya adalah suatu nilai tukar
prasyarat atau pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh suatu manfaat,
dimana periodenya lebih dari satu tahun.
Beban adalah penurunan manfaat
ekonomi dalam suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar aktiva atau
terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut
pada pembagian kepada penanam modal.
Letak di Laporan Keuangan :
-
Biaya, di neraca (Belum terpakai,
biaya-biaya yang dianggap akan memberi manfaat dimasa yang akan datang, berupa
aktiva) Misal : Sewa Dibayar Dimuka.
-
Beban, di laporan laba-rugi
(Pengeluaran/Biaya yang telah terpakai dan tidak dapat memberikan manfaat lagi
dimasa yang akan datang) Misal : Beban Sewa.
Periode Akuntansi :
-
Biaya periodenya lebih dari satu
tahun, merupakan pengeluaran modal (capital
expenditure)
-
Beban periodenya kurang dari satu
tahun, merupakan pengeluaran pendapatan (revenue
expenditure)
Contoh kasus
:
Pada awal
bulan tanggal 2 Januari 2009, PT. ABC membayar uang sewa kantor sebesar Rp.
800.000 untuk dua bulan dimuka. Pengeluaran (cost) ini merupakan suatu
"aktiva" yang berupa "hak untuk menempati kantor selama dua
bulan." Setiap hari berlalu dalam bulan tersebut sebagian dari masa pakai
harta tadi telah terpakai dan menjadi beban (expense). Pada tanggal 31 Januari
2009 separuhnya telah terpakai sebesar Rp. 400.000 dan harus diperlakukan
sebagai beban.
Ayat
Jurnalnya :
Beban
Sewa 400.000
Sewa Dibayar
Dimuka 400.000
Perkiraan sewa dibayar dimuka sekarang mempunyai saldo
Rp. 400.000 yang mencerminkan pembayaran dimuka untuk selama satu bulan.
Perkiraan beban sewa mencerminkan pengeluaran Rp. 400.000 untuk bulan tersebut.
Persamaan antara biaya dan beban adalah sama-sama
mengeluarkan (kredit) kas perusahaan. Sedangkan perbedaannya, biaya (cost) adalah kas atau setara kas yang
dikorbankan (dibayarkan) untuk barang atau jasa yang diharapkan memberikan
manfaat (pendapatan) pada saat ini atau mendatang bagi organisasi. Disebut
setara kas (cash equivalent) karena
sumber daya non kas dapat ditukarkan dengan barang atau jasa yang dikehendaki.
Sebagai contoh : ketika perusaahaan membeli keperluan kantor (office supplies) secara tunai atau
kredit, jumlah pembayaran untuk keperluan tersebut merupakan biaya perolehan
keperluan kantor. Sebaliknya, walaupun pembayaran deviden kpd para pemegang
saham juga merupakan sebuah bentuk pembayaran, namun pembayaran itu bukanlah
biaya karena pembayaran deviden tidak menghasilkan pendapatan bagi perusahaan.
Demikian pula, suatu pembayaran kas untuk melunasi kredit (pinjaman) bukan
merupakan biaya karena pelunasan kredit tidak menghasilkan pendapatan. (Henry
Simamora ; 39 – 40 ; 2002 Akuntansi Manajemen edisi II).
Biaya (cost) pada mulanya dapat dicatat sebagai
aktiva (asset) atau sebagai beban (expense). Biaya yang akan memberikan
manfaat hanya pada periode berjalan/sekarang biasanya dicatat sebagai beban
dibandingkan aktiva. proses pencatatan ini disebut pembebanan / pelekatan (expensing) biaya. Beban memberikan jasa
kini kepada organisasi, yang pada gilirannya menghasilkan pendapatan. Sebagai
contoh ; pembayaran 2.000.000 untuk sewa kantor bulan ini biasanya akan dicatat
sebagai beban (beban sewa) dibandingkan sebagai aktiva (sewa dibayar dimuka).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa
definisi yang dikemukaka IAI sejalan dengan definisi yang di ajukan Kam.
Keduanaya mendefinisikan biaya dari sudut pandang peristiwa moneter (penurunan
aktiva, kenaikan hutang/kenaikan ekuitas). Sebaliknya definisi yang dikemukakan
FASB cenderung agak berbeda dengan definisi yang dikemukakan Kam. Perbedaan
sudut pandang tersebut dapat di analisis sebagai berikut:
Pertama, definisi yang di ajukan FASB tidak
menunjukkan perbedaan yang jelas antara peristiwa moneter dan peristiwa fisik.
Perlu diketahui bahwa laba, pendapatan, dan biaya saling berkaitan erat dengan
nilai dari suatu obyek ekonomi tertentu (jumlah rupiah aktiva yang dihasilkan
dan dijual). Jadi, pendapatan dan biaya memilliki sifat moneter, karena
dihasilkan dari peristiwa yang menyebabkan perubahan nilai obyek ekonomi
tersebut.biaya menunjukkanperistiwa moneter yang berasal dari pemakaian barang
dan jasa (peristiwa fisik) dalam kegiatan operasional perusahaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Callen, J1978,financial cost
allocation: A Game Theoritical Approach”Accounting riview”
FASB,1980”element of financial
statement”,statement of financial accounting concepts no. 6,
Stamford,Connecticut:FASB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar