Minggu, 20 Maret 2016

Pajak Bea Materai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Pajak Bea Materai

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
      Dengan berkembangnya kondisi bisnis internasional, maka penghasilan yang diterima wajib pajak dalam negeri juga beragam baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun penghasilan yang berasal dari luar negeri. Dalam kegiatan ini tentunya terjadi tambahan kemampuan ekonomis atau penghasilan yang didapat oleh wajib pajak dalam negeri dan juga merupakan objek dari pajak khususnya PPh pasal 24. Disini peran pemerintah sangatlah berpengaruh karena agar tidak terjadinya pengenaan pajak berganda antara Negara dimana tempat penghasilan ini bersumber dan Negara Indonesia selaku pemungut pajak penghasilan dari wajib pajak dalam negeri.
      Mungkin untuk sebagian besar masyarakat Indonesia masih enggan melaporkan seluruh laba usahanya baik yang di dalam negeri maupun luar negeri. Banyak alasan yang diberikan wajib pajak untuk tidak melaporkan usahanya. Sebenarnya dengan kita melaporkan usaha kita terutama atas penghasilan dari Luar Negeri akan memberikan keuntungan bagi Wajib Pajak Karena atas pajak yang sudah di bayar di Luar Negeri dapat dikreditkan pada kahir tahun pelapoan SPT Tahunan Badan / Perorangan.
      Menurut ketentuan perpajakan, Wajib Pajak Dalam Negeri terutang pajak atas penghasilan kena pajak yang berasal dari seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri (World Wide Income). Untuk menghindari pengenaan pajak berganda dan memberikan perlakuan pemajakan yang sama antara penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dari luar negeri dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia, maka atas pajak yang dibayar atau terhutang dari penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri dapat dikreditkan dengan pajak yang terhutang dalam tahun pajak yang sama.
      Jadi, Wajib Pajak/Pengusaha tidak perlu takut untuk melaporkan laba yang ada, karena atas pajak yang sudah dibayar di Luar Negeri dapat di kreditkan/mengurangi pajak yang terhutang di Indonesia. Dengan menambahnya pendapatan negara melalui pajak maka kesejahteraan masyarakat Indonesia dapat terwujud. Kredit Pajak Luar Negeri ini bertujuan untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan PPh atas penggabungan penghasilan dari Dalam Negeri dan Luar Negeri.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian PPh Pasal 24
      Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, ketentuan ini mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang tertutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.
      Ketentuan pasal 22 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terhutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terhuitang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri. Pengkreditan  pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. Indonesia menganut tax credit yang  ordinary credit method dengan menerapkan per country limitation.
      Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dengan perubahan terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 24 ayat (1), PPh pasal 24 adalah pajak yang dibayarkan atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang ini dalam tahun pajak yang sama. Pajak penghasilan pasal 24 atau kredit pajak luar negeri, merupakan perhitungan berapa besar jumlah pajak yang sudah dibayar atas penghasilan diluar negeri dan pajak tersebut dapat dikreditkan atau dikurangkan dari penghasilan yang ada didalam negeri sehingga menghindari pengenaan pajak berganda.

B.     Subjek PPh Pasal 24
      Yang menjadi Subjek PPh Pasal 24 adalah Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Objek PPh pasal 24 adalah penghasilan yang berasal dari luar negeri

C.    Penentuan Sumber Penghasilan PPh Pasal 24
      Dalam menghitung batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan sumber penghasilan sebagai berikut:
1.      Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.
2.      Penghasilan berupa bunga, royalti dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta bergerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.
3.      Penghasilan berupa sewa sehubungan  dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara  tempat harta tersebut terletak.
4.      Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada.
5.      Penghasilan bentuk usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usah tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6.      Penghasilan dan pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah Negara tempat lokasi penambangan berada.
7.      Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah Negara tempat harta tetap itu berada.
8.      Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usaha tetap itu berada. Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud diatas menggunakan prinsip yang sama.

      Dalam perhitungan kredit pajak atas penghasilan yang dibayar atau terhutang diluar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terhutang menurut undang-undang, penentuan sumber pengasilan jadi sangat penting. Selanjutnya, ketentuan ini mengatur tentang penentuan sumber penghasilan untuk memperhitungkan kredit pajak luar negeri tersebut. Mengingat undang-undang ini menganut pengertian yang sangat luas, maka sesuai ketentuan penentuan sumber dari penghasilan. Misalnya A sebagai wajib pajak dalam negeri memiliki rumah di singapura dan dalam tahun 2008 rumah tersebut dijual. Keuntungan dari penjualan rumah tersebut merupakan penghasila yang bersumber di singapura karena rumah tersebut terletak di singapura. 


D.    Penggabungan Penghasilan yang berasal dari luar negeri
Penggabungan penghasilan dari luar negri dilakukan sebagai berikut:
1.      Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (Akrual Basis);
2.      Untuk penghasilan lainnya, seperti penghasilan bunga, sewa, dan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (Cash Basis);
3.      Untuk penghasilan berupa deviden untuk mengurangi kemungkinan penghindaran pajak, maka terhadap penanaman modal diluar negri selain pada badan usaha yang menjual sahamnya dibursa efek, Menteri Keuangan berhak untuk menentukan saat diperolehnya deviden.

      Jadi, Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan seluruh penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh Wajib Pajak, baik penghasilan tersebut berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dalam menghitung Pajak Penghasilan, maka seluruh penghasilan tersebut digabungkan dalam tahun pajak di peroleh atau diterimanya penghasilan, atau dalam tahun pajak.
Contoh 1:
      PT Mandiri mennerima dan memperoleh netto dari sumber luar negeri dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1.      Hasil usaha di Negara Jerman dalam tahun pjak 2009 sebersar Rp 700.000.000
2.      Di Negara Belanda, memperoleh deviden atas kepemilikan  sahamnya di “ ABC Corp” sebesar Rp 1000.000.000 yaitu berasal dari keuntungan tahun 2007 yangditerapkan RUPS tahun 2007 dan baru dibayarkan tahun 2009
3.      Negara Inggris, memperoleh deviden atas penyertaan saham sebanyak 75% di “DEF Corp” sebesar Rp 2.000.000.000. saham tersebut tidak di perdagangkan di bursa efek.deviden tersebut berasal dari keuntungan saham 2008 yang berdasarkan keputusan mentee keungan ditetapkan diperoleh tahun 2009
4.      Penghasilan berupa bungan semesterII tahun 2009 sebesar Rp 500.000.000 dari Bangkok Bank di tailand.pengahsilan tersebut baru akan diterima pada bulan april 2010
      Pengahsilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan PT Mandiri darai dalam negeri dalam tahun pajak tahun 2009 adalah penghasilan pada angka 1,2dan3. Sedangkan penghasilan pada angka 4 digabungkan dengan penghasilan PT Mandiri dari dlam negeri dalam tahun pajak 2010.
E.     Batas  maksimum kredit pajak
      Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah diantara 3 unsur atau dengan perhitungan berikut ini :
1.      Jumlah pajak yang teruteng atau dibayar di luar negeri
2.      (penghasilan luar negeri: seluruh penghasilan kena pajak) x  PPh atas seluruh yang dikenakan tarif  pasal 17
3.      Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri)

Contoh
PT Cemara memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2009 sbb:
1.      Penghasilan dari luar negeri Rp 5.000.000.000 dengan tariff pajak sebesar 40%
2.      Penghasilan usaha di Indonesia Rp 3.000.000.000
3.      Maka penghasilan netto adalah : Rp 5.000.000.000 + Rp 3.000.000.000 = Rp 8.000.000.000
      Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur atau perhitungan berikut :
1.      PPh terutang atau dibayar diluar negeri adalah
40% x Rp 5.000.000.000= Rp 2.000.000.000
2.      (RP 5.000.000.000 : Rp 8.000.000.000) x Rp 2.240.000.000 = Rp 1.400.000.000
3.      PPh terutang (menurut tarif pasal 17) = Rp 8.000.000.000 x 28% = Rp 2.240.000.000
      Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2 sebesar Rp 1.400.000.000
F.     Rugi usaha di luar negeri
      Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, tidak dihitung kerugian yang diderita di Luar Negeri.
Contoh :
PT Fiskal memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai berikut :
1.      Di Negara A , memperoleh penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000,00 dengan tariff pajak sebesar 35% (Rp 350.000.000,00)
2.      Di Negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp 3.000.000.000,00 dengan tariff pajak sebesar 20% (Rp 600.000.000,00)
3.      Di Negara C, menderita kerugian sebesar Rp 2.000.000.000,00
4.      Penghasilan usaha di Indonesia Rp 4.000.000.000,00
Perhitungan kredit pajak luar negri adalah sebagai berikut :
1.      Penghasilan luar negri
a.       Laba di Negara A                         Rp 1.000.000.000,00
b.      Laba di Negara B                          Rp 3.000.000.000,00
c.       Rugi di Negara C                          Rp       -
Jumlah penghasilan luar negri       Rp 4.000.000.000,00
2.      Penghasilan dalam negeri Rp. 4 .000.000.000,00
3.      Jumlah penghasilan netto atau penghasilan kena pajaknya adalah : Rp 4.000.000.000,00 +Rp 4.000.000.000,00= Rp 8.000.000.000,00
4.      PPh terutang (menurut tariff pasal 17) = Rp 8.000.000.000,00 X 28%
           = Rp 2.240.000.000,00
5.      Batas maksimum kredit pajak untuk masing0masing Negara adalah :
a.       Untuk Negara A :
(Rp 1.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) X Rp 2.240.000.000,00
= Rp 280.000.000,00
Pajak terutang di Negara A sebesar Rp 350.000.000,00 maka makasimum kredit pajak yang dapat dikreditkan = Rp 280.000.000,00
b.      Untuk Negara B :
(Rp 3.000.000.000,00 : Rp 8.000.000,00) x Rp 2.240.000.000,00 = Rp 840.000.000,00
Pajak terutang di Negara B sebesar Rp 600.000.000,00 maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan Rp 600.000.000,00
c.       Di Negara C PT Fiskal menderita kerugian sebesar Rp 2.000.000.000,00 . kerugian ini tidak dapat dimasukkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak. Kerugian ini juga tidak dapat dikompensasikan sebagai kredit pajak luar negeri.
6.      Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah :
Rp 280.000.000,00 + Rp 600.000.000,00 = Rp 880.000.000,00

G.    Perubahan besarnya pengahasialan diluar negeri
      Terjadinya perubahan besarnya pengahasilan yang berasal dari luar negeri, Wajib Pajak harus melakukan pembenahan SPT tahunan untuk tahun pajak bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut. Apabila karena perubahan tersebut menyebabkan pajak penghasilan kurang bayar, maka atas kekurangan tersebut tidak dikenakan sanksi bunga. Apabila karena pembetulan tersebut menyebabkan pajak penghasilan lebih bayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak yang lainnya.
      Apabila terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dikumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
1.      Jika karena perubahan tersebut, menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak yang terutang atas penghasilan luar negeri menjadi lebih besar daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan, sehingga pajak yang terutang di Luar Negeri menjadi kurang bayar, maka terdapat kemungkinan pajak penghasilan di Indonesia juga kurang bayar. Sesuai dengan UU No. 28 tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan tatacara perpajakan, apabila WP membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan pajak yang terutang menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT terakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT tersebut.
2.      Apabila karena pembetulan SPT tersebut, menyebabkan penghasilan dan pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri menjadi lebih kecil daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih di bayar, yang akan mengakibatkan pajak penghasilan yang terutang di Indonesia menjadi lebih kecil, sehingga pajak penghasilan menjadi lebih dibayar. Atas kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
Contoh:
PT. Global Prima di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1.      Penghasilan Luar Negeri (tarif pajak 20%)                 Rp. 1.000.000.000,00
2.      Penghasilan Dalam Negeri                                          Rp. 3.000.000.000,00
3.      Penghasilan Luar Negeri
(setelah dikoreksi di LN)                                            Rp. 2.000.000.000,00
4.      PPh Pasal 25                                                               Rp.    800.000.000,00
SPT 2009:
Penghasilan LN                                                                 Rp. 1.000.000.000,00
Penghasilan Dalam Negeri                                                Rp. 3.000.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak                                                    Rp. 4.000.000.000,00 +
PPh Terutang (menurut pasal 17)                                      Rp. 1.120.000.000,00
Kredit Pajak LN yangdiperkenankan                               (Rp.   200.000.000,00)
Harus Bayar di Indonesia                                                 Rp.    920.000.000,00
PPh Pasal 25                                                                     (Rp.   800.000.000,00)
PPh Pasal 29                                                                     Rp.    120.000.000,00

Pembetulan SPT
Penghasilan LN                                                                 Rp. 2.000.000.000,00
Penghasilan Dalam Negeri                                                Rp. 3.000.000.000,00 +
Penghasilan Kena Pajak                                                    Rp. 5.000.000.000,00

PPh Terutang (menurut pasal 17)                                      Rp. 1.400.000.000,00
Kredit Pajak LN yangdiperkenankan                               (Rp.   400.000.000,00)
Harus Bayar di Indonesia                                                 Rp. 1.000.000.000,00
PPh Pasal 25                                                                     (Rp.   800.000.000,00)
PPh Pasal 29 yang sudah disetor                                      (Rp.   120.000.000,00)
Masih harus dibayar                                                          Rp.       80.000.000,00

      Terhadap PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp. 80.000.000,00 tidak ditagih bunga.
H.    Mekanisme Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri
Menurut Keputusan Menteri Keuangan (164/KMK.03/2002)
1.      Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia.
2.      Pengkreditan PPh yang dibayar di Luar Negeri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
3.      Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih rendah di antara PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan seluruh Penghasilan Kena Pajak, atau maksimum sebesar PPh yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak dalam hal di dalam negeri mengalami kerugian (Penghasilan dari LN lebih besar dari jumlah Penghasilan Kena Pajak).
4.      Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan PPh Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara.
5.      Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri (Pasal 8 ayat (1 dan 4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ) tidak dapat digabungkan dengan penghasilan lainnya, baik yang diperoleh dari Dalam Negeri maupun dari Luar Negeri.
6.      Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.
7.      Untuk melaksanakan prengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak wajib menyampaikan permohonan ke KPP bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh, dilampiri dengan ;
i.        Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
ii.      Foto kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri
iii.    Dokumen pembayaran PPh di luar negeri.
8.      Atas permohonan wajib pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran di atas, karena alasan-alasan di luar kekuasaan wajib pajak.
9.      Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
10.  Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan PPh kurang dibayar, maka atas kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga.
11.  Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih bayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan dan Saran
      Pajak penghasilan pasal 24 atau kredit pajak luar negeri merupakan pajak yang sudah dibayarkan diluar negeri dan dapat dikreditkan atau dikurangkan dengan penghasilan yang ada di dalam negeri sehingga menghindari wajib pajak dari pengenaan pajak berganda. Maka dari itu, para wajib pajak dalam negeri yang memiliki penghasilan selain didalam negeri hendaknya dapat melaporkan penghasilan mereka diluar negeri tersebut agar dapat dikurangi dari penghasilan didalam negeri sehingga mengurangi beban pajak dari wajib pajak itu sendiri.
      Tetapi untuk melakukan kredit pajak luar negeri ini, wajib pajak juga harus melalui berbagai tahap atau persyaratan dalam mengajukan kredit pajak luar negeri ini sebagai pengurang dari penghasilan dalam negeri. Ini dilakukan agar tidak merugikan negara. Bagaimanapun juga pajak merupakan penerimaan negara yang harus selalu diawasi baik penerimaannya maupun penggunaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar