Senin, 07 Maret 2016

Penerapan ISA 330, 402, dan 450


AUDITING II
SA 330, 402, dan 450



Disusun oleh:
KELOMPOK 10  (S1AK2013A)
Aris Yunita                            (13080694013)
Al Iswatul Rahmah               (13080694021)
Zainal Arifin                          (13080694029)
Fahmi Audhi                         (13080694039)
Okta Wisky                          (10080694084)                       


UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
2016



Standar Audit (SA) 330
Standar Audit ini berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk merancang dan menerapkan respons terhadap risiko kesalahan penyajian material yang diidentifikasi dan dinilai oleh auditor dalam suatu audit atas laporan keuangan.

Tujuan
Tujuan auditor adalah untuk memperoleh bukti audit cukup dan tepat yang berkaitan dengan penilaian risiko kesalahan penyajian material, melalui pendesainan dan penerapan respons yang tepat terhadap risiko tersebut.

Definisi
Untuk tujuan SA ini, istilah-istilah berikut mempunyai arti yang dijelaskan seperti di bawah ini:
(a) Prosedur substantif: Suatu prosedur audit yang dirancang untuk mendeteksi kesalahan penyajian material pada tingkat asersi. Prosedur substantif terdiri dari:
(i)  Pengujian rinci (dari setiap golongan transaksi, saldo akun, dan pengungkapan); dan
(ii) Prosedur analitis substantif.
(b) Pengujian pengendalian: Suatu prosedur audit yang dirancang untuk mengevaluasi efektivitas operasi pengendalian dalam mencegah, atau mendeteksi danmengoreksi, kesalahan penyajian material pada tingkat asersi.

Ketentuan
1.    Respons Keseluruhan
     Auditor harus merancang dan mengimplementasikan respons keseluruhan untuk menanggapi risiko kesalahan penyajian material yang telah dinilai pada tingkat laporan keuangan.
2.    Prosedur Audit Sebagai Respons terhadap Risiko Kesalahan PenyajianMaterial yang Telah Dinilai pada Tingkat Asersi
     Auditor harus merancang dan mengimplementasikan prosedur audit lebih lanjut yang sifat, saat, dan luasnya didasarkan pada dan merupakan respons terhadap risiko kesalahan penyajian material yang telah dinilai pada tingkat asersi.



3.    Kecukupan Penyajian dan Pengungkapan
Auditor harus melaksanakan prosedur audit untuk menilai apakah penyajian menyeluruh laporan keuangan, termasuk pengungkapan yang bersangkutan, adalah sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.
4.    Evaluasi terhadap Kecukupan dan Ketepatan Bukti Audit
     Auditor harus menyimpulkan apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh. Dalam menyatakan suatu opini, auditor harus mempertimbangkan semua bukti audit relevan, tanpa memperhatikan apakah bukti tersebut mendukung atau bertentangan dengan asersi dalam laporan keuangan.
5.    Dokumentasi
Auditor harus memasukkan dalam dokumentasi audit:2
a.    Respons keseluruhan untuk menanggapi risiko kesalahan penyajian material yang telah dinilai pada tingkat laporan keuangan, dan sifat, saat, dan luas prosedur audit lebih lanjut yang dilaksanakan;
b.    Hubungan antara prosedur audit dengan risiko yang telah dinilaipada tingkat asersi; dan
c.    Hasil prosedur audit, termasuk kesimpulan ketika prosedur audit belum memberikan hasil yang jelas.

Standart Audit (SA) 402
Standar Audit (“SA”) ini mengatur tentang tanggung jawab auditor pengguna untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat ketika suatu entitas pengguna memanfaatkan jasa dari satu atau lebih organisasi jasa. Secara spesifik, standar ini menjelaskan tentang bagaimana auditor pengguna menerapkan SA 315:1 dan SA 330:2 dalam memperoleh pemahaman tentang entitas pengguna, termasuk pengendalian internal yang relevan dengan audit, yang cukup untuk mengidentifikasi dan menilai risiko adanya kesalahan penyajian material dan dalam merancang dan melaksanakan prosedur audit lebih lanjut sebagai respons terhadap risiko tersebut.

Tujuan
Tujuan auditor pengguna, ketika entitas pengguna menggunakan jasa dari suatu organisasi jasa, adalah:
a)    Untuk memperoleh pemahaman tentang sifat dan signifikansi jasa yang disediakan oleh organisasi jasa dan dampaknya terhadap pengendalian internal entitas pengguna yang relevan dengan audit, yang cukup untuk mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material.
b)   Untuk merancang dan melaksanakan prosedur audit sebagai respons terhadap risiko tersebut.

Ketentuan-ketentuan terkait SA 402
1.  Pemerolehan Pemahaman tentang jasa yang disediakan oleh organisasi jasa, termasuk pengendalian internal
Pada waktu pemerolehan pemahaman tentang entitas pengguna berdasarkan SA 315,3 auditor pengguna harus memperoleh suatu pemahaman tentang bagaimana entitas pengguna memanfaatkan jasa organisasi jasa dalam kegiatan operasi entitas pengguna.
2.  Respons terhadap risiko yang telah dinilai atas kesalahan penyajian material
Dalam merespons risiko yang telah dinilai berdasarkan SA 330, auditor pengguna harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
a)        Menentukan apakah kecukupan dan ketepatan bukti audit tentang asersi laporan keuangan yang relevan tersedia dari catatan yang ada di tangan entitas pengguna; dan, jika tidak
b)        Melaksanakan prosedur audit lebih lanjut untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat atau menggunakan auditor lain untuk melaksanakan prosedur tersebut di organisasi jasa bagi kepentingan auditor pengguna.
3.  Laporan tipe 1 dan tipe 2 yang tidak memasukkan jasa organisasi subjasa
Apabila auditor pengguna merencanakan untuk menggunakan laporan tipe 1 atau tipe 2 yang tidak memasukkan jasa yang disediakan oleh organisasi subjasa dan jasa tersebut relevan dengan audit atas laporan keuangan entitas pengguna, auditor pengguna harus menerapkan ketentuan SA ini sesuai dengan jasa yang disediakan oleh organisasi subjasa.
4.  Kecurangan, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi berkaitan dengan aktivitas di organisasi jasa.
Auditor pengguna harus meminta keterangan kepada manajemen entitas pengguna apakah organisasi jasa telah melaporkan kepada entitas pengguna, atau apakah entitas pengguna menyadari adanya kecurangan, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, atau kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi yang memengaruhi laporan keuangan entitas pengguna. Auditor pengguna harus mengevaluasi bagaimana hal-hal tersebut memengaruhi sifat, saat, dan luas prosedur audit lebih lanjut, termasuk dampak terhadap kesimpulan dan laporan auditor pengguna.
6.    Pelaporan oleh Auditor pengguna
Auditor pengguna tidak boleh mengacu ke pekerjaan auditor jasa dalam laporan auditor pengguna yang berisi opini tanpa modifikasian kecuali jika diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Jika pengacuan tersebut diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, laporan auditor pengguna harus menunjukkan bahwa pengacuan tersebut tidak mengurangi tanggung jawab auditor pengguna terhadap opini audit tersebut.

Standar Audit (SA) 450
Standar Audit ini berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang diidentifikasi dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan.

Tujuan
Tujuan auditor adalah untuk mengevaluasi:
a)    Dampak kesalahan penyajian yang diidentifikasi atas audit
b)   Dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan.

Ketentuan dalam SA 450
1.    Akumulasi Kesalahan Penyajian yang Diidentifikasi
Auditor harus mengakumulasi kesalahan penyajian yang diidentifikasi selama audit.
2.    Pertimbangan atas Kesalahan Penyajian yang Diidentifikasi selama Audit Berlangsung
Auditor harus menentukan apakah strategi audit dan rencana audit secara keseluruhan perlu direvisi jika sifat kesalahan penyajian yang diidentifikasi dan keadaan keterjadiannya menunjukkan bahwa kesalahan penyajian lain mungkin ada dan jika diagregasikan dengan kesalahan penyajian yang telah diakumulasi selama audit, dapat menjadi material.
Jika berdasarkan permintaan auditor, manajemen telah memeriksa suatu golongan transaksi, saldo akun, ataupengungkapan dan mengoreksi kesalahan penyajian yangtelah dideteksi, auditor harus melaksanakan prosedur audittambahan untuk menentukan apakah kesalahan penyajiantersebut masih ada.
3.    Komunikasi dan Koreksi atas Kesalahan Penyajian
Auditor harus mengomunikasikan secara tepat waktu semua kesalahan penyajian yang diakumulasi selama audit dengantingkat manajemen yang tepat, kecuali jika dilarang olehperaturan perundang-undangan. Namun jika manajemen menolak untuk mengoreksi beberapa atau semua kesalahan penyajian yang dikomunikasikan olehauditor, auditor harus memperoleh pemahaman tentangalasan manajemen  mengapa menolak membuat koreksi dan harus memperhitungkan pemahaman tersebut pada waktumengevaluasi apakah laporan keuangan secara keseluruhanbebas dari kesalahan penyajian material
4.    Pengevaluasian Dampak Kesalahan Penyajian yang Tidak Dikoreksi
Auditor harus menentukan apakah kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi adalah material, secara individual atausecara agregasi. Dalam membuat penentuan ini, auditor harus mempertimbangkan:
a)    Ukuran dan sifat kesalahan penyajian tersebut baik dalamhubungannya dengan golongan transaksi, saldo akun,atau pengungkapan tertentu dan laporan keuangansecara keseluruhan, dan kondisi tertentu tentangterjadinya kesalahan penyajian tersebut.
b)   Dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi yangberkaitan dengan periode lalu atas golongan transaksi,saldo akun, atau pengungkapan yang relevan, sertalaporan keuangan secara keseluruhan.
5.    Representasi Tertulis
Auditor harus meminta suatu representasi tertulis dari manajemen dan, jika relevan, pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola apakah mereka yakin bahwa dampakkesalahan penyajian yang tidak dikoreksi adalah tidakmaterial, secara individual dan agregasi, terhadap laporankeuangan secara keseluruhan.
6.    Dokumentasi
Auditor harus mencantumkan dalam dokumentasi audit :
a.    batas dari jumlah kesalahan penyajian yang  dipandang tidak penting
b.    Semua kesalahan penyajian yang diakumulasi selama audit dan apakah kesalahan penyajian tersebut telahdikoreksi
c.    Kesimpulan auditor tentang apakah kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi tersebut adalah material, secaraindividual atau agregasi, dan dasar kesimpulannya



KASUS
PT Great River International merupakan perusahaan pakaian jadi berkualitas tinggi dan terkemuka di Indonesia. PT Great River International Didirikan oleh Sukanta Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja pada tahun 1976 dengan nama PT. Great River Garments Industries. Kemudian pada tahun 1996 Berganti nama menjadi PT Great River International. Pada awalnya, PT Great River International mengalami perkembangan yang sangat pesat hal ini ditandai dengan diperolehnya beberapa kali penghargaan dari majalah Asiamoney dan berhasil lulus sertifikasi ISO 9002 untuk quality management. Namun mulai tahun 2002, PT. Great River International mulai mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga.
Akuntan publik Justinus Aditya Sidharta diindikasi melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional, Tbk. tahun buku 2003. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang. Berdasarkan investigasi tersebut Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great River ikut menjadi tersangka.
Kasus Great River berawal pada sekitar bulan Juli hingga September 2004, PT Bank Mandiri telah membeli obligasi PT Great River International, Tbk sebesar Rp50 miliar dan memberi fasilitas Kredit Investasi; Kredit Modal Kerja; dan Non Cash Loan kepada PT. Great River Internasional senilai lebih dari Rp265 milyar yang diduga mengandung unsur melawan hukum karena obligasi tersebut default dan kreditnya macet.
Sejak Agustus 2005, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Bapepam telah menemukan adanya:
a.    Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRIV per 31 Desember 2003
b.    Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp 400 miliar.
Ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. Berdasarkan hal-hal tersebut, Bapepam pada tanggal 22 November 2005 meningkatkan Pemeriksaan atas kasus GRIV ke tahap Penyidikan. Sehubungan dengan tindakan Penyidikan tersebut, Bapepam telah dan akan berkoordinasi dengan instansi penegak hukum terkait.
Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003.
Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP

Analisis Kasus
1.      Analisis terkait SA 330
Dalam SA 330 terkait dengan tanggung jawab auditor untuk merancang dan menerapkan respon terhadap risiko kesalahan penyajian material yang diidentifikasi dan dinilai auditor dalam suatu audit atas laporan keuangan. Kasus PT Great River International, Tbk di atas, yang melibatkan akuntan publik Justinus Aditya Sidharta, Auditor dengan sengaja tidak  menerapkan respon terhadap risiko salah saji yang material sehingga menyebabkan overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang serta penambahan aktiva perseroan di bagian obligasi yang menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan dalam arus kas dan gagal membayar utang. Berdasarkan informasi dari ketua Bapepam Fuad Rahmany, auditor  telah melakukan tindakan konspirasi dengan pihak entitas ( melakukan fraud ) dan tidak menerapkan independensinya sebagai auditor dalam penyajian laporan keuangan. Hal ini sudah menunjukan bahwa AP Justinus Aditya Sidharta melanggar ISA 330.6, 330.7, dan 330.20. Tindakan auditor tersebut menjadi faktor terkuat auditor tidak mengaplikasikan dengan benar prosedur substantif yang terdiri dari pengujian rinci dari pengungkapan yang dilakukan pihak entitas, prosedur analitis substantif, dan prosedur pengendalian ( gagal mencegah, mendeteksi, dan mengoreksi salah saji ) Padahal  seharusnya  Auditor mampu untuk menjalankan prosedur substantif, prosedur pengendalian sebelum akhirnya menentukan respon terhadap kesalahan salah saji secara tepat. AP bersangkutan lebih menunjukkan kecerobohan-nya dalam melaksanakan prosedur audit. Seharusnya AP Justinus A. Sidharta melakukan prosedur substantive secara tepat seperti pada ISA 330.18-330.23. Setelah itu AP Justinus A. Sidharta dapat melakukan perubahan penilaian risiko sebelum berakhirnya audit (ISA 330.25). AP Justinus A. Sidharta juga telah melakukan kesalahan sesuai ISA 330.27 apakah bukti yang cukup dan tepat sudah diperoleh sehingga overstatement tidak akan terjadi.

2.      Analisis terkait SA 402
Standar Audit (“SA”) ini memberi petunjuk-petunjuk mengenai pertimbangan audit berkenaan dengan entitas yang menggunakan organisasi pemberi jasa. Faktor sosio-ekonomis, daya-tawar (bargaining power) serikat pekerja, dan kebijakan pemerintah sangat mempengaruhi perkembangan organisasi pemberi jasa di Indonesia. Sesuai dengan ISA ini maka seorang audit wajib mempertimbangkan audit plan yang telah dibuat. Terdapat pula data bahwa:
PT Great River International merupakan perusahaan pakaian jadi berkualitas tinggi dan terkemuka di Indonesia. PT Great River International Didirikan oleh Sukanta Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja pada tahun 1976 dengan nama PT. Great River Garments Industries. Kemudian pada tahun 1996 Berganti nama menjadi PT Great River International. Pada awalnya, PT Great River International mengalami perkembangan yang sangat pesat hal ini ditandai dengan diperolehnya beberapa kali penghargaan dari majalah Asiamoney dan berhasil lulus sertifikasi ISO 9002 untuk quality management. Namun mulai tahun 2002, PT. Great River International mulai mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga.
Permohonan PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan permohonan pailit yang diajukan oleh Citibank atas utang senilai US $10 juta yang berasal dari US $ 2 juta dari Revolving Credit Agreement pada 16 Februari 1994 dan US $ 8 juta dari Revolving Credit Agreement-Domestic Trade Payable Onshore tanggal 16 November 1995. PT Great River International memperkirakan jumlah kewajibannya yang telah dan akan jatuh tempo, di luar utangnya kepada Citibank, adalah sebesar US $179.291.292. Sedangkan total aset yang dimiliki diperkirakan sebesar Rp1.674.716.315.355. Perusahaan garmen PT Great River International Tbk membukukan laba bersih sebesar Rp 1,023 trilyun per September 2002, melonjak dari periode yang sama tahun sebelumnya yang masih membukukan rugi bersih Rp 11,298 milyar. Demikian dikemukakan Dirut Great River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan keuangan kepada Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Lonjakan laba bersih itu lebih disebabkan adanya pendapatan pos luar biasa dari hasil restrukturisasi utang sebesar Rp 1,277 trilyun. Dari total utang sebesar 172,5 juta dollar AS, Great River memperoleh potongan utang (hair cut) sebesar 85 persen atau untuk setiap dollar utangnya, perseroan hanya membayar 15 sen. Oleh karena itu, pos-pos yang tadinya untuk membayar utang, karena ada koreksi pembukuan, berubah menjadi keuntungan. Secara langsung, pendapatan dari pos luar biasa tersebut tidak mempengaruhi aliran dana tunai (cashflow) perusahaan, tetapi mengubah struktur keuangan perseroan menjadi positif. Sebagaimana dialami berbagai emiten lainnya, perusahaan garmen ini mengalami kesulitan keuangan semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Melonjaknya nilai tukar dollar AS terhadap rupiah membuat nilai utang perseroan melejit ke atas. Proses restrukturisasi yang sudah dirintis manajemen selama 4 tahun, sejak tahun 1998 tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan penandatanganan scheme buy back (skema pembelian kembali) utang pada bulan Agustus 2002.
Dengan mengetahui data di atas auditor bisa menjalanka ISA 402.7 mengenai menetapkan tujuan audit laporan keuangan entitas pengguna organisasi pemberi jasa. Apabila AP Justinus A. Sidharta telah membuat audit plan maka ap tersebut mengetahui pasti risiko pada PT Great River Internasional Tbk sehingga tidak terjadi salah saji yang material. Auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari. Namun sesuai dengan tanggung jawabnya untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan suatu perusahaan, maka akuntan publik tidak hanya perlu memiliki kompetensi atau keahlian saja tetapi juga harus independen dalam mengaudit. Tanpa adanya independensi, auditor tidak berarti apa-apa. Masyarakat tidak percaya akan hasil audit dari auditor sehingga masyarakat tidak akan meminta jasa pengauditan dari auditor. Atau dengan kata lain, keberadaan auditor ditentukan oleh independensinya (Supriyono, 1988).


3.      Analisis terkait SA 450
Dalam SA 450.5 dijelaskan bahwa auditor wajib mengumpulkan salah saji yang ditemukan dalam auditnya, kecuali salah saji yang jelas-jelas sepele. Namun dalam laporan keuangan PT Great River Internasional Tbk terdapat salah saji berupa :
c.    Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRIV per 31 Desember 2003
d.   Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Akibat adanya penggelembungan account penjualan, piutang dan asset tersebut terjadi salah saji hingga mencapai ratusan milyar rupiah, dimana salah saji tersebut bukanlah merupakan salah saji yang sepele. Seharusnya auditor melakukan koreksi terhadap salah saji tersebut karena hal ini sangat mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pengguna laporan keuangan. Misalnya pengambilan keputusan yang akan diambil oleh kreditur, dalam hal ini Bank Mandiri telah memberikan fasilitas kredit kepada PT Great River Internasional Tbk, karena dalam laporan keuangan yang disajikan tercatat bahwa PT Great River memperoleh laba yang cukup tinggi, namun pada kenyataannya PT Great River saat itu sedang mengalami kesulitan arus kas. Dalam kasus ini auditor telah mengetahui adanya salah saji dalam laporan keuangan PT Great River yang bersifat material namun auditor secara sengaja menyembunyikan kesalahan tersebut.
Menanggapi tudingan tersebut, Kantor akuntan publik Johan Malonda & Rekan membantah telah melakukan kegiatan konspirasi dalam mengaudit laporan keuangan tahunan PT Great River International, Tbk. Justinus A. Sidharta selaku Deputy Managing Director Johan Malonda menyatakan, selama mengaudit pembukuan PT Great River International Tbk, pihaknya tidak menemukan adanya penggelembungan akun penjualan atau penyimpangan dana obligasi. Akan tetapi pihak KAP menemukan adanya penggunaan metode pencatatan akuntansi yang berbeda dengan ketentuan yang ada.
Menurut Justinus, PT Great River International, Tbk banyak menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri dengan ketentuan bahan baku dari pihak pemesan. Sehingga perusahaan hanya dibebankan ongkos operasi pembuatan pakaian. Akan tetapi  pada saat pesanan dikirimkan ke luar negeri, dalam nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan dengan tujuan untuk menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, katanya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja.
Justinus menyatakan model pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, katanya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja.
Johan Malonda & Rekan mulai menjadi auditor Great River sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman tersebut. "Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada rentang 2001-2003," kata Justinus.
Hal ini menunjukan bahwa AP Justinus A. Sidharta tidak lakukan prosedur audit ISA 450 yang berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang diidentifikasi dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan. Sebelum seorang audit menerbitkan opini harus meninjau kembali ISA 450.11 dan 450.12 yang berkaitan dengan materialitas dan pelaporan. Apabila ada bantahan dari AP bersangkutan seperti diatas ada kemungkinan AP bersangkutan melewatkan prosedur pada ISA 450.11 alinea A13-A17, A19-A20 tentang besar dan sifat salah saji.
Seharusnya AP Justinus A. Sidharta  dapat bertidak sesuai dengan ISA 450.9 tentang manaje-men menolak koreksi salah saji yang dikomunikasikan oleh auditor. Auditor wajib mempero-leh pemahaman mengenai alasan penolakan manajemen dan dapat mempertimbangkan pema-haman tersebut ketika evaluasi. Sehingga auditor dapat menilai WTP atau WDP (dan membe-rikan penekanan pada bagian mana yang tidak bisa dinilai secara tepat).
DAFTAR PUSTAKA

http://iapi.or.id/multimedia/45-Standar-Audit-330
http://iapi.or.id/multimedia/45-Standar-Audit-402
http://iapi.or.id/multimedia/45-Standar-Audit-450



Tidak ada komentar:

Posting Komentar