Minggu, 20 Maret 2016

Penatausahaan Keuangan Daerah

Penatausahaan Keuangan Daerah 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Saat ini pemerintah Indonesia dan seluruh lapisan masyarakat  mengusahakan untuk dapat terus  memperjuangkan  suatu reformasi agar reformasi tersebut tentunya akan membawa perubahan dalam kehidupan politik nasional maupun di daerah. Salah saru bentuk reformasi yang telah dilakukan yaitu mengesahkan sejumlah kebijakan dan peraturan yang berkaitan pengelolaan keuangan pemerintah daerah dengan tujuan untuk memperbaiki system yang sudah ada dan akuntabilitas yang lebih besar atas sumber daya masyarakat yang dikelola oleh pemerintah daerah. Pengeloalaan keuangan daerah terkait dengan pelaksanaan APBD, dalam pelaksanaan APBD Pemerintah daerah diharapkan bisa meningkatkan kemandirian dalam pengelolaan pembangunan daerah. Hal ini merupakan suatu proses terhadap keterlibatan dari segenap unsur dan lapisan masyarakat, untuk dapat memberikan wewenang pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintahannya berdasarkan aspirasi masyarakat. Sehingga aspirasi dari masyarakat dapat tercapai setempat bagi pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan.
Pemerintah pusat sebagai fasilitator merupakan pihak yang lebih mengetahui sasaran dan tujuan pembangunan yang akan dicapai. Sebagai fasilitator pemerintah juga tentunya membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas pendukung dalam rangka terlaksananya pembangunan secara efektif. Dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah , setiap pemerintah daerah tentunya   harus melakukan pelaksaksanaan ,penatausahaan APBD, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan terkait keuangan daerah.
Melihat realitanya dalam hal pelaksanaan APBD masih        terdapat banyak kendala-kendala yang harus dihadapi. Selain itu kegiatan penatausahaan  keuangan yang mempunyai kepentingan pengendalian terhadap pelaksanaan Anggaran dan Belanja Daerah juga seringkali belum berjalan dengan semestinya. Hal itu terlihat di dalam     pelaksanaan APBD.
Pelaksanaan APBD dalam rangka mempertanggungjawabkan pelaksanaan dari pengurusan keuangan yang dilaksanakan oleh bendaharawan, belum seperti yang diharapkan. Hal ini terlihat dengan masih adanya indicator-indikator seperti  masih       terdapat kesalahan-kesalahan pencatatan pada buku kas umum, terlambatnya pengiriman SPJ yang menyebabkan kelancaran penyediaan dana pada unit kerja sering terhambat, terlihat       bahwa penatausahaan pada bagian keuangan tidak dapat tepat waktu serta pengendalian keuangan tidak dapat dilaksanakan dengan baik, karena data keuangan belum siap setiap saat             dibutuhkan.
Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan kurangnya efektivitas pelaksanaan APBD            khususnya dalam pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah yang dikelola oleh bendaharawan. Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu suatu penatausahaan keuangan daerah yang efektif. Namun yang menjadi kendala adalah mewujudkan suatu penatausahaan keuangan daerah yang efektif itu sendiri yang merupakan salah satu fungsi yang menunjang dalam hal pelaksanaan APBD.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana asas umum penatausahaan keuangan daerah?
2.      Bagaimana pelaksanaan penatausahaan keuangan daerah?
3.      Bagaimana penatausahaan penerimaan?
4.      Bagaimana penatausahaan pengeluaran?
5.      Bagaimana peranan penatausahaan keuangan daerah dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan apbd?

C.    Tujuan
1.         Mengetahui asas umum penatausahaan keuangan daerah
2.         Mengetahui pelaksanaan penatausahaan keuangan daerah
3.         Mengetahui penatausahaan penerimaan
4.         Mengetahui penatausahaan pengeluaran
BAB II
PEMBAHASAN

Penatausahaan keuangan daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses Pengelolaan Keuangan Daerah, baik menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 maupun berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Uraian tentang penatausahaan keuangan daerah mencakup hal-hal sebagai berikut: (a) asas umum penatausahaan keuangan daerah; (b) pelaksanaan penatausahaan keuangan daerah; (c) penatausahaan penerimaan; (d) penatausahaan pengeluaran; dan (e) peranan penatausahaan keuangan daerah dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan apbd.
A.      Asas Umum Penatausahaan Keuangan Daerah
Asas-asas umum Penatausahaan Keuangan Daerah menurut kedua peraturan perundang-undangan tersebut di atas menyebutkan bahwa:
1.       Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, bendahara penerimaan/ pengeluaran dan orang atau badan yang menerima atau menguasai uang/ barang/kekayaan daerah, wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
2.       Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti tersebut;
3.       Semua penerimaan dan pengeluaran dana pemerintahan daerah harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah;
4.       Untuk setiap pengeluaran dana atas beban APBD, harus diterbitkan Surat Keputusan Otorisasi (SKO) oleh Kepala Daerah atau surat keputusan lain yang berlaku sebagai surat keputusan otorisasi;
5.       Kepala Daerah, wakil kepala daerah, pimpinan DPRD, dan pejabat lainnya dilarang melakukan pengeluaran dana atas beban anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan.

B.     Pelaksanaan Penatausahaan Keuangan Daerah
Untuk kepentingan pelaksanaan APBD, maka sebelum dimulainnya suatu tahun anggaran Kepala Daerah sudah harus menetapkan pejabat-pejabat berikut ini:
1.         Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani Surat Penyediaan Dana (SPD);
2.         Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani Surat Permintaan Pembayaran (SPP);
3.         Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM);
4.         Pejabat yang diberi wewenang mengesahkan Surat Pertanggungjawaban (SPJ);
5.         Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D);
6.         Pejabat fungsional untuk tugas bendahara penerimaan/pengeluaran;
7.         Bendahara pengeluaran yang mengelola belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, belanja tak terduga, dan pengeluaran pembiayaan pada SKPD;
8.         Bendahara penerimaan pembantu dan bendahara pengeluaran pembantu; dan
9.         Pejabat-pejabat lainnya yang perlu ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBD.
Pejabat pelaksana APBD lainnya mencakup:
1.         Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPK-SKPD} yang diberi wewenang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD;
2.         Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) SKPD yang diberi wewenang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program yang sesuai dengan bidang tugasnya;
3.         Pejabat yang diberi wewenang menandatangani surat bukti pemungutan pendapatan daerah;
4.         Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani bukti penerimaan kas dan bukti penerimaan lainnya yang sah; dan
5.         Pembantu bendahara penerimaan dan/atau pembantu bendahara pengeluaran.
Suatu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa penetapan pejabat oleh kepala daerah tersebut dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan penetapan pejabat lainnya dalam rangka pelaksanaan APBD dapat didelegasikan oleh kepala daerah kepada kepala SKPD.

C.      Penatausahaan Penerimaan
Menurut ketentuan dari Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang dimaksud dengan penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Semua penerimaan daerah disetor ke rekening kas umum daerah pada bank pemerintah yang ditunjuk dan dianggap sah setelah Kuasa Bendahara Umum Daerah menerima nota kredit.
Penerimaan daerah yang disetor ke rekening kas umum daerah dilaksanakan melalui cara-cara sebagai berikut:
1.         Disetor langsung ke bank oleh pihak ketiga;
2.         Disetor melalui bank lain, badan, lembaga keuangan, dan/atau kantor pos oleh pihak ketiga; dan
3.         Untuk benda berharga seperti karcis retribusi yang dipakai sebagai tanda bukti pembayaran oleh pihak ketiga maka penyetorannya dilakukan dengan cara penerbitan tanda bukti pembayaran retribusi tersebut yang disahkan oleh PPKD.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa untuk kepentingan pelaksanaan APBD dan/atau penatausahaan keuangan daerah, kepala daerah perlu menetapkan pejabat fungsional untuk tugas bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran. Untuk itu bendahara penerimaan wajib menyelenggarakan penatausahaan terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang menjadi tanggung jawabnya dan harus melaporkannya kepada pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran melalui PPKD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Penatausahaan atas penerimaan dilaksanakan dengan menggunakan buku kas, buku pembantu per rincian obyek penerimaan dan buku rekapitulasi penerimaan harian. Sedangkan bukti penerimaan dan/atau bukti pembayaran yang diperlukan untuk penatausahaan anggaran adalah:
a.    Surat ketetapan pajak daerah (SKP-Daerah);
b.    Surat ketetapan retribusi (SKR);
c.    Surat tanda setoran (STS);
d.   Surat tanda bukti setoran; dan
e.    Bukti penerimaan lainnya yang sah.

D.      Penatausahaan Pengeluaran
Arti dari pengeluaran daerah seperti dimaksudkan dalam peraturan perundang-undangan terkait adalah semua arus uang yang keluar dari kas daerah. Hal-hal yang berhubungan dengan penatausahaan pengeluaran adalah: (i) penyediaan dana; (ii) permintaan pembayaran; (iii) perintah membayar; (iv) pencairan dana; dan (v) pertanggungjawaban penggunaan dana.
1.    Penyediaan Dana
Dalam rangka manajemen kas, setelah penetapan anggaran kas, pejabat pengelola keuangan daerah (PPKD) menerbitkan Surat Penyediaan Dana (SPD) dengan mempertimbangkan jadwal pembayaran pelaksanaan program dan kegiatan yang dimuat dalam dokumen pelaksanaan anggaran SKPD. Surat Penyediaan Dana tersebut dipersiapkan oleh kuasa bendahara umum daerah dan ditandatangani oleh PPKD. Semua pengeluaran kas harus dilakukan berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD.
2.    Permintaan Pembayaran
Berdasarkan SPD, bendahara pengeluaran mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada pengguna anggaran/ kuasa pengguna anggaran melalui Pejabat Pengelola Keuangan SKPD (PPK-SKPD). Ada 4 jenis SPP yaitu:
a.         Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP UP).
b.         Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang Persediaan (SPP¬GU).
c.         Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan (SPP TU).
d.        Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS).
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-UP dilakukan oleh bendahara pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK¬SKPD dalam rangka pengisian uang persediaan. Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-GU dilakukan untuk memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD dalam rangka mengganti uang persediaan. Sedangkan penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-TU dilakukan oleh bendahara pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD dalam rangka tambahan uang persediaan. Pengajuan dokumen SPP-UP, SPP-GU dan SPP-TU tersebut digunakan dalam rangka pelaksanaan pengeluaran SKPD yang harus dipertanggungjawabkan.
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-LS untuk pembayaran gaji dan tunjangan serta penghasilan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh bendahara pengeluaran guna memperoleh persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD. Prosedur pengajuan dan penerbitan SPM-LS dimulai dengan penyiapan dokumen SPP-LS untuk pengadaan barang dan jasa oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) untuk disampaikan kepada bendahara pengeluaran dalam rangka pengajuan permintaan pembayaran. Selanjutnya, Bendahara pengeluaran mengajukan SPP-LS kepada pengguna anggaran setelah ditandatangani oleh PPTK guna memperoleh persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK¬SKPD.
Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran meneliti kelengkapan dokumen SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS yang diajukan oleh bendahara pengeluaran sebelum menerbitkan Surat Perintah Pembayaran (SPP).
3.    Perintah Membayar
Setelah meneliti SPP, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran harus menyatakan apakan dokumen SPP telah lengkap dan sah. Dalam hal dokumen SPP dinyatakan lengkap dan sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM). Penerbitan SPM paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen SPP. Jika dokumen SPP dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran menolak menerbitkan SPM. Penolakan penerbitan SPM paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan SPP.
SPM yang telah diterbitkan diajukan kepada kuasa BUD untuk penerbitan SP2D. Setelah tahun anggaran berakhir, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dilarang menerbitkan SPM yang membebani tahun anggaran berkenaan.
4.    Pencairan Dana
Kuasa BUD meneliti kelengkapan dokumen SPM yang diajukan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran agar pengeluaran yang diajukan tidak melampaui pagu dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan. Jika dokumen SPM dinyatakan lengkap, kuasa BUD menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Penerbitan SP2D paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan SPM. Jika dokumen SPM dinyatakan tidak lengkap, kuasa BUD menolak menerbitkan SP2D. Penolakan penerbitan SP2D paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan SPM.
Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan uang persediaan/ganti uang persediaan/tambahan uang persediaan kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Sedangkan untuk pembayaran langsung, Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan kepada pihak ketiga.
5.    Pertanggungjawaban Penggunaan Dana
Bendahara    pengeluaran    secara    administratif    wajib mempertanggung jawabkan penggunaan uang persediaan/ganti uang persediaan/tambah uang persediaan kepada kepala SKPD melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Hal ini dilaksanakan dengan menutup Buku Kas Umum setiap bulan dengan sepengetahuan dan persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Selanjutnya Bendahara Pengeluaran menyusun laporan pertanggungjawaban penggunaan uang persediaan.
Dalam hal laporan pertanggungjawaban telah sesuai, pengguna anggaran menerbitkan surat pengesahan laporan pertanggungjawaban. Untuk tertib laporan pertanggungjawaban pada akhir tahun anggaran, pertanggungjawaban pengeluaran dana bulan Desember disampaikan paling lambat tanggal 31 Desember.
Disamping pertanggungjawaban secara administratif, Bendahara Pengeluaran pada SKPD juga wajib mempertanggungjawabkan secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengeluaran kepada PPKD selaku BUD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Penyampaian pertanggungjawaban tersebut dilaksanakan setelah diterbitkan surat pengesahan pertanggungjawaban pengeluaran oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.

E.       Peranan Penatausahaan Keuangan Daerah Dalam Meningkatkan Efektivitas Pelaksanaan APBD
Pelaksanaan APBD yang diwujudkan dalam pengurusan administrasi dan pengurusan bendaharawan akan mengakibatkan adanya arus dokumen, arus barang dan arus uang. Dengan adanya arus dokumen, arus barang dan arus uang inilah perlu adanya penatausahaan keuangan.
Tata usaha memegang peranan yang sangat penting karena melalui tata usaha segala keterangan yang menyangkut kegiatan organisasi secara teratur dicatat dan dihimpun. Kumpulan keterangan yang berupa angka-angka dan kata-kata merupakan unsur data yang kemudian data tersebut diolah sedemikian rupa sehingga menjadi informasi yang dapat dipergunakan oleh orang yang membutuhkannya.
Pada prinsipnya penyusunan anggaran merupakan suatu bagian proses perencanaan laba dan pengendalian yang menyeluruh. Anggaran yang telah disusun menurut prosedur yang telah ditetapkan tentu akan direalisasikan. Pelaksanaan realisasi anggaran akan melibatkan berbagai sumber dari organisasi pemerintahan. Setelah anggaran direalisasikan kemudian dibuat laporannya sehingga dapat digunakan untuk melihat dan menilai efektivitas pelaksanaan anggaran.
Efektivitas menurut Anthony, Deardean, Benford (1976:183) dalam buku Management Control System yang diterjemahkan oleh Agus Maulana adalah ssebagai berikut : “Efektivitas adalah hubungan antara keluaran suatu pusat pertanggungjawaban dengan sasaran yang harus dicapai.
Efektivitas pelaksanaan anggaran merupakan kesesuaian antara keluaran (output) dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk dapat melihat efektivitas pelaksanaan anggaran dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara anggaran yang telah ditetapkan dengan realisasi dari pelaksanaan anggaran tersebut. Semakin kecil penyimpangan-penyimpangan yang terjadi antara anggaran dengan realisasinya maka semakin efektif pula pelaksanaan anggaran. Untuk mencapai efektivitas pelaksanaan anggaran diperlukan suatu pengelolaan yang memadai. Pengelolaan meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dimana ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Tata cara atau prosedur pelaksanaan sistem penatausahaan keuangan daerah sangat penting dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah mengingat perkembangan volume kegiatan dari tahun ke tahun terus meningkat, yaitu dengan melakukan :
1.         Mempersiapkan buku-buku untuk pencatatan kegiatan pelaksanaan anggaran belanja
2.         Pencatatan dalam Buku Kas Umum dan Buku Kepala/Buku Pembantu
3.         Pengolahan tanda-tanda bukti untuk menyusun Surat Pertanggungjawaban
4.         Penyimpanan uang dan dokumen-dokumen.
Jadi peranan penatausahaan keuangan daerah dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan APBD adalah untuk melihat perkembangan volume kegiatan baik beban Anggaran Rutin maupun Anggaran Pembangunan dari tahun ke tahun dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah.


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan

Penatausahaan keuangan daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses Pengelolaan Keuangan Daerah, baik menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 maupun berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Uraian tentang penatausahaan keuangan daerah mencakup hal-hal sebagai berikut: (a) asas umum penatausahaan keuangan daerah; (b) pelaksanaan penatausahaan keuangan daerah; (c) penatausahaan penerimaan; (d) penatausahaan pengeluaran; dan (e) peranan penatausahaan keuangan daerah dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan apbd.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar