Minggu, 20 Maret 2016

PAJAK PENGHASILAN 22

PAJAK PENGHASILAN 22

BAB I
PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG
Pajak Penghasilan Pasal 22 atau disingkat PPh Pasal 22 adalah salah satu bentuk pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh pihak lain terhadap Wajib Pajak. Pengenaan PPh Pasal 22 dikenakan terhadap kegiatan perdagangan barang. Titik pengenaannya ada yang dilakukan pada saat penjualan ada pula pada saat pembelian. Pada umumnya pengenaan PPh Pasal 22 ini dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap “menguntungkan” sehingga penjual atau pembelinya kemungkinan besar akan mengalami keuntungan dan dengan demikian, pantaslah atas Wajib Pajak tersebut dikenakan cicilan pembayaran Pajak Penghasilan.

2.      RUMUSAN MASALAH
1.    Jelaskan Pengertian PPh 22 ?
2.    Siapa saja yang menjadi Subyek PPh 22 ?
3.    Siapa saja yang menjadi Obyek PPh 22 ?
4.    Siapa saja Pemungut pajak PPh 22 ?
5.    Bagaimana Mekanisme Pemungutan PPh 22 ?
6.    Berapa Tarif PPh 22 ?

 3.    MANFAAT
1.    Untuk dapat memahami mengenai pengertian PPh 22
2.    Untuk dapat mengerti tentang siapa saja yang menjadi subjek PPh 22
3.    Untuk dapat mengerti tentang siapa saja yang menjadi objek PPh 22
4.    Untuk dapat memahami siapa saja para pemungut pajak PPh 22
5.    Untuk dapat menjelaskan bagaimana mekanisme pemungutan PPh 22
6.    Untuk dapat mengerti berapa tarif PPh 22
BAB II
ISI
PAJAK PENGHASILAN 22
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
1.      Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2.      Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

SUBJEK PAJAK PPh 22
1.      Importir sehubungan dengan impor
2.      Rekanan Pemerintah sehubungan dengan APBD/APBN/Non APBN
3.      Konsumen dengan badan tertentu

OBJEK PAJAK PPh 22
Adapun objek PPh pasal 22 adalah sebagai berikut :
1.      Pembelian
a.    Pembelian barang oleh bendaharawan
b.   Pembelian bahan-bahan berupa hasil perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan untuk keperluan industri dan ekspor dari pedagangan pengepul
2.      Impor Barang
3.      Penjualan oleh Industri Tertentu
a.    Industri baja
b.    Industri semen
c.    Industri kertas
d.    Industri otomotif
4.      Penjualan BBM dan Gas oleh PERTAMINA
a.       Premium, solar, premix/superTT, minyak tanah, gas/LPG, dan pelumas.
5.      Penjualan Barang yang tergolong sangat Mewah
a.       Pesawat udara pribadi, kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen sangat mewah dan kendaraan sangat mewah, dll.



PEMUNGUT PPh 22
1.      Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
2.      Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
3.      BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
4.      Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
5.      Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6.      Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7.      Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

MEKANISME PEMUNGUTAN PPh 22
1.      Atas Impor
    1. Impor dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 disetor oleh importir ke Bank Devisa dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak;
    2. Impor tidak dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 dipungut dan disetor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu :
o    Lembar pertama untuk pembeli;
o    Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
o    Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 atas impor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak secara mingguan selambat-lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
                        Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, harus memungut dan menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran, dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Pelaporan harus disampaikan selambat-lambatnya empat belas hari setelah Masa Pajak berakhir.

                        Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memungut PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri dan wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu :
o    Lembar pertama untuk pembeli;
o    Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
o    Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Badan usaha tersebut harus menyetorkan secara kolektif pemungutan PPh Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.
                        PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya, dari penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha selain Pertamina, dan dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog, dipungut dengan cara dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus, dengan menggunakan SSP yang juga merupakan bukti pungutan pajak.
TARIF PPh 22
1.      Atas impor :
a.    yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
b.    yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
c.    yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
2.      Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
3.      Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
a.    Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
b.    Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
c.    Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
d.   Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4.      Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
Jenis Bahan Bakar
SPBI Swastanisasi
(% dari penjualan)
SPBU (% dari Pertamina)
Premium
0,3
0,25
Solar
0,3
0,25
Premix/Super TT
0,3
0,25
Minyak Tanah

0,3
Gas LPG

0,3
Pelumas

0

Catatan:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
5.      Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN.




CONTOH SOAL
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS IMPOR BARANG
CONTOH 1---PT KIA Motors mengimpor barang dari Korea. PT KIA adalah importir mobil yang telah memiliki Angka Pengenal Impor. PT KIA mengimpor unit 50 mobil, dengan harga faktur $ 10.000 per unit. Biaya asuransi dan biaya angkut yang berkaitan dengan impor mobil tersebut masing-masing adalah $3.000 dan $7.000. Bea masuk yang dibayar oleh PT KIA Motors sebesar 5% dari CIF dan bea masuk tambahan sebesar 20% dari CIF. Kurs pada saat itu ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebesar $1 = Rp 9.000. Berapa PPh pasal 22 yang harus dibayar?
Harga faktur : 50 unit x $10.000                                $500.000
Biaya asuransi                                                             $    3.000
Biaya angkut                                                               $    7.000 +
CIF                                                                              $ 510.000
Bea masuk: 5% x $510.000                                        $   25.500
Bea masuk tambahan:20% x $510.000                       $ 102.000 +
Nilai Impor                                                                  $ 637.500
Nilai Impor dalam rupiah:
$637.500 x Rp 9.000 =  Rp   5.737.500.000

PPh 22 yang harus dipungut (memiliki API)
2,5% x Rp 5.737.500.000 = Rp  143.437.500
CONTOH 2---PT Cipta Mandiri Bangsa mengimpor barang dari Jepang. PT Cipta Mandiri Bangsa tidak memilki Angka pengenal Impor, adalah perusahaan percetakan yang mengimpor mesin Fotokopi dari Jepang sebanyak 20 unit barang. Harga faktur per unit sebesar US$500. Biaya asuransi dan biaya angkut antar daerah pabean masing-masing 5% dan 10% dari harga faktur. Pungutan pabean lain yang sah adalah Rp 22.500.000,-. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada waktu itu adalah Rp 9.000. Berapa PPh 22 yang harus dibayar?
Harga faktur 20 x $500                                               $10.000
Biaya asuransi 5% x $10.000                                      $     500
Biaya angkut 10% x $10.000                                      $  1.000 +
CIF                                                                              $11.500
CIF dalam Rupiah $11.500 x Rp 9.000                      Rp 103.500.000
Pungutan pabean lainnya                                            Rp   22.500.000 +
Nilai Impor                                                                  Rp 126.000.000
PPh 22 yang harus dipungut (tidak memiliki API):
Rp 126.000.000 x 7,5% = Rp 9.450.000

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PEMBELIAN OLEH INSTANSI PEMERINTAH, BUMN/BUMD, DAN INSTANSI TERTENTU
CONTOH 1---Dinas Pendidikan Nasional Kota Yogyakarta membeli mebel dan peralatan kantor lain dari PT Furniture senilai Rp 220.000.000 (termasuk PPN 10%). PPh 22 yang harus dipungut oleh bendaharawan Dinas Pendidikan Nasional kota Yogyakarta adalah sebagai berikut:
DPP PPN = (100/110) x Rp 220.000.000 = Rp 220.000.000
PPh pasal 22 = Rp 220.000.000 x 1,5% = Rp  3.000.000,-
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Yang menjadi objek PPh 22 antara lain Pembelian, Impor Barang, Penjualan oleh Industri Tertentu, Penjualan BBM dan Gas oleh PERTAMINA serta Penjualan Barang yang tergolong sangat Mewah

SARAN
Dengan adanya pembahasan mengenai PPH 24 ini, diharapkan kepada para pembaca sekalian untuk dapat lebih mengerti dan memahami mengenai pengertian dan sistem perhitungan di dalam PPH 24 itu sendiri. Sehingga kedepannya kita dapat menerapkan segala ilmu yang terkandung di dalam penulisan makalah ini ke dalam dunia nyata yakni dunia kerja yang syarat akan prinsip profesionalitas dan efektifitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar