Selasa, 29 Maret 2016

PENYUSUNAN APBD

PENYUSUNAN APBD
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pelaksanaan anggaran adalah tahap di mana sumber daya digunakan untuk melaksanakan kebijakan anggaran. Suatu hal yang mungkin terjadi dimana anggaran yang disusun dengan baik tenyata tidak dilaksanakan dengan tepat,  tetapi tidak mungkin anggaran yang tidak disusun dengan baik dapat diterapkan secara tepat.  Persiapan anggaran yang baik merupakan awal baik secara logis maupun kronologis. Walaupun demikian proses pelaksanaannya tidak menjadi sederhana karena adanya mekanisme yang menjamin ketaatan pada program pendahuluan. Bahkan dengan prakiraan yang baik sekalipun, akan ada perubahan-perubahan tidak terduga dalam lingkungan ekonomi makro dalam tahun yang bersangkutan yang perlu diperlihatkan dalam anggaran. Tentu saja perubahan-perubahan tersebut harus disesuaikan dengan cara yang konsisten dengan tujuan kebijakan yang mendasar untuk menghindari terganggunya aktivitas satker dan manajemen program/kegiatan.
Pelaksanaan anggaran yang tepat tergantung pada banyak faktor yang di antaranya adalah kemampuan untuk mengatasi perubahan dalam lingkungan ekonomi makro dan kemampuan satker untuk melaksanakannya. Pelaksanaan anggaran melibatkan lebih banyak orang daripada persiapannya dan mempertimbangkan umpan balik dari pengalaman  yang sesungguhnya. Oleh karena itu, pelaksanaan anggaran harus: (a) menjamin bahwa anggaran akan dilaksanakan sesuai dengan wewenang yang diberikan baik dalam aspek keuangan maupun kebijakan; (b) menyesuaikan pelaksanaan anggaran dengan perubahan signifikan dalam ekonomi makro; (c) memutuskan adanya masalah yang muncul dalam pelaksanaannya; (d) menangani pembelian dan penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif. Sistem pelaksanaan anggaran harus menjamin adanya ketaatan terhadap wewenang anggaran dan  memiliki kemampuan untuk melakukan pengawasan dan pelaporan yang dapat langsung mengetahui adanya masalah pelaksanaan anggaran serta memberikan fleksibilitas bagi para manajer.


B.     Rumusan Masalah
Makalah ini memiliki beberapa rumusan masalah yang akan dibahas. Masalah – masalah tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Apa peraturan dan Dasar Hukum penyusunan APBD ?
2.      Bagaimana proses penyusunan dan pelaksanaan APBD ?
3.      Bagaiman proses pelaksanaan anggaran pendapatan, pembelanjaan, dan pembiayaan dari konsep APBD yang telah tersusun ?
C.    Tujuan
Makalah ini juga memiliki beberapa tujuan yang diharapkan akan dicapai oleh pembaca. Tujuan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui peraturan dan dasar hokum APBD
2.      Untuk mengetahui proses penyusunan dan pelaksanaan APBD
3.      Untuk mengetahui proses pelaksanaan anggaran pendapatan, pembelanjaan, dan pembiayaan pada APBD yang telah dijalankan
D.    Keterbatasan Penulisan
Makalah ini juga memiliki kelemahan yang tidak dapat dihindari. Kelemahan tersebut adalah :
1.      Kurangnya informasi yang disajikan penulis
2.      Kata-kata dan susunan makalah yang kurang baik


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Peraturan dan Dasar Hukum
Menteri dalam Negeri Republik Indonesia telah menetapakan Peraturan Menteri dalam Negeri Republik Indonesia nomor 37 tahun 2012 tentang pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2013. Hal ini untuk melaksanakan ketentuan Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.     Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerahyang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD,  dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
2.     Pedoman Penyusunan APBD adalah pokok-pokok kebijakan sebagai petunjuk dan arah bagi pemerintah daerah dalam penyusunan, pembahasan dan penetapan APBD.
3.     Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
4.     Kepala Daerah adalah Gubernur dan Bupati/Walikota.
B.     Asas Umum Pelaksanaan APBD
Pelaksanaan APBD dimulai dengan uraian tentang asas umum pelaksanaan APBD yang mencakup:
1.      Bahwa semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan daerah harus dikelola dalam APBD;
2.      Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
3.      Dana yang diterima oleh SKPD tidak boleh langsung digunakan untuk membiayai pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;
4.      Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus disetor ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja;
5.      Jumlah belanja daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap pengeluaran belanja;
6.      Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBD;
7.      Pengeluaran seperti tersebut pada butir (6) hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat, yang selanjutnya harus diusulkan terlebih dahulu dalam “rancangan perubahan APBD” dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
8.      Kriteria keadaan darurat ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
9.      Setiap SKPD tidak boleh melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD; dan
10.  Pengeluaran belanja daerah harus dilaksanakan berdasarkan prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien, dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
C.     Dokumen – Dokumen yang Dibutuhkan dan Harus Diperhatikan dalam Penyusunan APBD.
Dokumen yang dibutuhkan adalah :
1.      RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah)
2.      PPAS (Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara)
Substansi PPAS mencerminkan prioritas pembangunan daerah yang dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai termasuk program prioritas dari SKPD terkait.
3.      RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
4.      Surat Edaran tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD
5.      RKA-SKPD
RKA-SKPD memuat rincian anggaran pendapatan, rincian anggaran belanja tidak langsung SKPD (gaji pokok dan tunjangan pegawai, tambahan penghasilan, khusus pada SKPD Sekretariat DPRD dianggarkan juga Belanja Penunjang Operasional Pimpinan DPRD), rincian anggaran belanja langsung menurut program dan kegiatan SKPD.
6.      RKA-PPKD
RKA-PPKD memuat rincian pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan pendapatan hibah, belanja tidak langsung terdiri dari belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak terduga, rincian penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
7.      SilPa (Sisa Lebih Pembiayaan Tahun Berjalan)
8.      DPASKPD (Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja)
9.      RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah)
Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan anggaran pendapatan daerah adalah bahwa:
a.       Semua pengelolaan terhadap pendapatan daerah harus dilaksanakan melalui rekening kas umum daerah;
b.      Setiap pendapatan daerah harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah;
c.       Setiap satuan kerja yang memungut pendapatan daerah harus mengintensifkan pemungutan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya;
d.      Setiap satuan kerja (SKPD) tidak boleh melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
e.       Pendapatan daerah juga mencakup komisi, rabat, potongan, atau pendapatan lain dengan menggunakan nama dan dalam bentuk apapun yang dapat dinilai dengan uang, baik yang secara langsung merupakan akibat dari penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk pendapatan bunga, jasa giro atau pendapatan lain yang timbul sebagai akibat penyimpanan dana anggaran pada bank serta pendapatan dari hasil pemanfaatan barang daerah atas kegiatan lainnya;
f.       Semua pendapatan dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah dilaksanakan melalui rekening kas umum daerah dan dicatat sebagai pendapatan daerah.
D.    Mekanisme Penyusunan APBD
Mekanisme penyusunan APBD (Pasal 18):
(1)    Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan.
(2)    DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah dalampembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
(3)    Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas prioritas dan plafon anggaran sementarauntuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Mekanisme penyusunan APBD (Pasal 19):
(1)     Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.
(2)     Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan berdasarkanprestasi kerja yang akan dicapai.
(3)     Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun.
(4)     Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) dan (2) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
(5)     Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
(6)     Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.
Mekanisme penyusunan dan penetapan APBD (Pasal 20):
(1)        Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertaipenjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.
(2)        Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
(3)        DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. Perubahan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dapat diusulkan oleh DPRD sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
(4)        Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBDdilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(5)        APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
(6)        Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
E.     Mekanisme Pelaksanaan APBD
Pelaksanaan Anggaran adalah tahapan yang dimulai sejak APBD disahkan melalui peraturan daerah pada setiap akhir tahun sebelum tahun anggaran baru dimulai. Tahapan pelaksanaan berlangsung selama 1 (satu) tahun terhitung mulai awal tahun anggaran baru pada bulan Januari setiap tahunnya. Tahapan pelaksanaan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak eksekutif melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah yang jumlahnya sesuai dengan struktur organisasi pemerintah daerah yang bersangkutan.
Adapun tahapan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaan APBD secara umum adalah Penyiapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD: Rancangan dokumen pelaksanaan anggaran SKPD harus memuat rincian tentang: sasaran yang hendak dicapai, program dan kegiatan yang direncanakan, anggaran yang tersedia untuk mencapai sasaran tersebut dan rencana penarikan dana dari setiap SKPD serta pendapatan yang diperkirakan hingga Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah.
F.      Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan anggaran pendapatan daerah adalah bahwa:
a)      Semua pengelolaan  terhadap pendapatan daerah harus dilaksanakan melalui rekening kas umum daerah;
b)      Setiap pendapatan daerah harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah;
c)      Setiap satuan kerja yang memungut pendapatan daerah harus mengintensifkan pemungutan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya;
d)     Setiap satuan kerja (SKPD) tidak boleh melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
e)      Pendapatan daerah juga mencakup komisi, rabat, potongan, atau pendapatan lain dengan menggunakan nama dan dalam bentuk apapun yang dapat dinilai dengan uang, baik yang secara langsung merupakan akibat dari penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk pendapatan bunga, jasa giro atau pendapatan lain yang timbul sebagai akibat penyimpanan dana anggaran pada bank serta pendapatan dari hasil pemanfaatan barang daerah atas kegiatan lainnya;
f)       Semua pendapatan dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah dilaksanakan melalui rekening kas umum daerah dan dicatat sebagai pendapatan daerah.
Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya.
a.       Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari PAD memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)       Kondisi perekonomian yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, perkiraan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 dan realisasi penerimaan PAD tahun sebelumnya, serta ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
2)       Tidak memberatkan masyarakat dan dunia usaha.
3)       Peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sehingga dilarang menganggarkan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang peraturan daerahnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan/atau telah dibatalkan.
4)       Penerimaan atas jasa layanan kesehatan masyarakat yang dananya bersumber dari dana Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) atau Jaminan Persalinan (JAMPERSAL) pada SKPD atau unit kerja pada SKPD yang belum menerapkan PPK-BLUD, dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan PAD, jenis pendapatan Retribusi Daerah, obyek pendapatan Retribusi Jasa Umum, rincian obyek pendapatan Retribusi Pelayanan Kesehatan.
5)       Rasionalitas hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan atas penyertaan modal atau investasi daerah lainnya, dengan memperhitungkan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan, baik dalam bentuk uang maupun barang sebagai penyertaan modal (investasi daerah) sesuai dengan tujuan penyertaan modal dimaksud.
6)       Penerimaan SKPD atau unit kerja pada SKPD yang telah menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD), dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok  pendapatan PAD, jenis pendapatan Lain-lain PAD Yang Sah, obyek pendapatan BLUD, rincian obyek pendapatan BLUD.
7)       Penerimaan hasil pengelolaan dana bergulir sebagai salah satu bentuk investasi jangka panjang non permanen, dianggarkan pada akun pendapatan,  kelompok pendapatan PAD, jenis pendapatan Lain-Lain PAD Yang Sah, obyek pendapatan Hasil Pengelolaan Dana Bergulir, rincian obyek pendapatan Hasil Pengelolaan Dana Bergulir dari Kelompok Masyarakat Penerima.
8)       Penerimaan bunga dari dana cadangan dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan PAD, jenis pendapatan Lain-lain PAD Yang Sah, obyek pendapatan Bunga Dana Cadangan, rincian obyek pendapatan Bunga Dana Cadangan sesuai peruntukannya.
b.      Dana Perimbangan
Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari dana perimbangan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)      Penganggaran  Dana Bagi Hasil (DBH),  baik DBH-Pajak maupun DBH-Sumber Daya Alam berpedoman pada PeraturanMenteri Keuangan mengenai perkiraan alokasi DBH Tahun Anggaran 2013.
2)      Penganggaran DBH-Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) untuk kabupaten/kota dan provinsi dialokasikan sesuai keputusan gubernur dengan mempedomani Peraturan Menteri Keuangan tentang Alokasi Sementara DBH-CHT. Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dan keputusan gubernur belum ditetapkan, maka penganggaran DBH-CHT didasarkan pada alokasi DBH-CHT  Tahun Anggaran 2012 dengan memperhatikan realisasi DBH-CHT Tahun Anggaran 2011. Apabila Peraturan Menteri Keuangan tentang Alokasi DBH-CHT tersebut  ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2013 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi DBH-CHT dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2013 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013.
3)      Penganggaran  Dana Bagi Hasil  (DBH)  minyak/gas/pertambangan lainnya mempedomani Peraturan Menteri Keuangan mengenai alokasi DBH minyak/gas/pertambangan lainnya Tahun Anggaran 2013.Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan, maka penganggaran DBH minyak/gas/pertambangan lainnya didasarkan pada alokasi DBH yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Tahun Anggaran 2012, dengan mengantisipasi perkembangan harga hasil produksi minyak/gas/pertambangan lainnya Tahun 2013 dan/atau tidak tercapainya hasil produksi minyak/gas/pertambangan  lainnya  Tahun 2013, serta  memperhatikan realisasi DBH Tahun Anggaran 2011. Apabila Peraturan Menteri Keuangan tersebut ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2013 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi DBH dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun  Anggaran 2013 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013.
4)      Penganggaran Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan sesuai Peraturan Presiden  tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota Tahun Anggaran 2013. Dalam hal Peraturan Presiden dimaksud belum ditetapkan, maka penganggaran DAU tersebut didasarkan pada alokasi DAU Tahun Anggaran 2012 dengan memperhatikan realisasi DAU Tahun Anggaran 2011. Apabila Peraturan  Presiden tersebut  ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2013 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi DAU  dimaksud dengan  terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun  Anggaran 2013 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013.
5)      Bagi daerah yang tidak menerima alokasi DAU karena memiliki celah fiskal negatif dan nilai negatif sama atau lebih besar dari alokasi dasar berdasarkan penerapan formula murni DAU, untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan belanja pegawai yang meliputi gaji pokok dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD), pemerintah daerah harus mengalokasikan dana untuk gaji pokok dan tunjangan PNSD dalam APBD Tahun Anggaran 2013, termasuk untuk kenaikan gaji pokok dan gaji ketiga belas.
6)      Alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dapat dianggarkan sebagai pendapatan daerah, sepanjang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Alokasi DAK Tahun Anggaran 2013. Dalam hal pemerintah daerah memperoleh DAK Tahun Anggaran 2013 setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2013 ditetapkan, maka pemerintah daerah menganggarkan DAK dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2013 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013.
c.       Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)      Alokasi dana penyesuaian dianggarkan sebagai pendapatan daerah pada kelompok Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah sepanjang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Dana Penyesuaian Tahun Anggaran 2013. Dalam hal pemerintah daerah memperoleh Dana Penyesuaian Tahun Anggaran 2013 setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2013 ditetapkan, maka pemerintah daerah menganggarkan dana penyesuaian dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2013 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dana penyesuaian dimaksud ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013.
2)      Penganggaran Dana Otonomi  Khusus dan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Otonomi Khusus dan Dana BOS Tahun Anggaran 2013. Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan, maka penganggaran Dana Otonomi Khusus dan BOS tersebut didasarkan pada alokasi Tahun Anggaran 2012, dan khusus untuk Dana Otonomi Khusus memperhatikan realisasi Tahun Anggaran 2011. Apabila Peraturan Menteri Keuangan tersebut  ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2013 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi Dana Otonomi Khusus dan BOS  dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun  Anggaran 2013 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013.
3)      Penganggaran pendapatan kabupaten/kota yang bersumber dari bagi hasil pajak yang diterima dari pemerintah provinsididasarkan pada alokasi belanja bagi hasil pajak dari pemerintah provinsi Tahun Anggaran 2013. Dalam hal penetapan APBD kabupaten/kota Tahun Anggaran 2013 mendahului APBD provinsi, penganggarannya didasarkan pada alokasi bagi hasil pajak Tahun Anggaran 2012 dengan memperhatikan realisasi bagi hasil pajak Tahun Anggaran 2011, sedangkan bagian pemerintah kabupaten/kota yang belum direalisasikan oleh pemerintah provinsi akibat pelampauan target Tahun Anggaran 2012, ditampung dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013.
4)      Pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan, baik yang bersifat umum maupun bersifat khusus yang diterima dari pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota lainnya dianggarkan dalam APBD penerima bantuan, sepanjang sudah dianggarkan dalam APBD pemberi bantuan. Dalam hal penetapan APBD penerima bantuan mendahului penetapan APBD pemberi bantuan, maka penganggaran bantuan keuangan pada APBD penerima bantuan dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD penerima bantuan dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD untuk bantuan yang bersifat khusus, dan persetujuan DPRD untuk bantuan keuangan yang bersifat umum, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD penerima bantuan. Dalam hal bantuan keuangan tersebut diterima  setelah penetapan Perubahan APBD  Tahun Anggaran 2013, maka bantuan keuangan tersebut ditampung dalam LRA pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota penerima bantuan.
5)      Penganggaran penerimaan hibah yang bersumber dari APBN, pemerintah daerah lainnya atau sumbangan pihak ketiga, baik dari badan, lembaga, organisasi swasta dalam negeri/luar negeri, kelompok masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban pihak ketiga atau pemberi sumbangan, dianggarkan dalam APBD setelah adanya kepastian penerimaan dimaksud. Dari aspek teknis penganggaran, penerimaan tersebut di atas dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, dan diuraikan ke dalam jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan sesuai kode rekening berkenaan.
G.    Pelaksanaan Anggaran Belanja
Setiap pengeluaran untuk belanja daerah atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. Bukti-bukti tersebut harus mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti tersebut. Selanjutnya dalam melaksanakan anggaran belanja daerah harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.         Pengeluaran kas yang menjadi beban APBD tidak boleh dilakukan sebelum rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan dicantumkan dalam lembaran daerah. Pengeluaran kas tersebut tidak termasuk pengeluaran untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja daerah yang bersifat wajib  yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah;
b.         Dasar pengeluaran belanja untuk keperluan tak terduga yang dianggarkan dalam APBD  (misalnya untuk mendanai tanggap darurat, bencana alam atau bencana sosial, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan  daerah tahun sebelumnya) harus ditetapkan dengan keputusan kepala daerah dan diberitahukan kepada DPRD paling lama 1 (satu) bulan sejak keputusan tersebut ditetapkan;
c.         Pimpinan instansi/lembaga penerima dan tanggap darurat  harus bertanggung jawab atas penggunaan dana tersebut dan wajib menyampaikan laporan realisasi penggunaan dana kepada atasan langsung dan kepala daerah sesuai dengan tata cara pemberian dan pertanggungjawaban dana darurat yang ditetapkan dalam peraturan kepala daerah.
d.        Bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening  kas negara pada bank yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
e.         Untuk kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna anggaran/ kuasa pengguna anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh bendahara pengeluaran.
Belanja daerah harus digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang - undangan.  Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Pelaksanaan urusan wajib  dimaksud berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan.Pemerintah daerah menetapkan target capaian kinerja setiap belanja, baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun program dan kegiatan, yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran.  Program dan kegiatan harus memberikan informasi yang jelas dan terukur serta memiliki korelasi langsung dengan keluaran yang diharapkan dari program  dan kegiatan dimaksud  ditinjau dari aspek indikator, tolok ukur dan target kinerjanya.
a.       Belanja Tidak Langsung
Penganggaran belanja tidak langsung memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)      Belanja Pegawai
a)        Besarnya penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan PNSD disesuaikan dengan hasil  rekonsiliasi jumlah pegawai dan belanja pegawai dalam rangka perhitungan DAU Tahun Anggaran 2013 dengan memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok dan tunjangan PNSD serta pemberian gaji ketiga belas.
b)       Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan pengangkatan Calon PNSD sesuai formasi pegawai tahun 2013.
c)        Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga dan mutasi pegawai dengan memperhitungkan acress yang besarnya maksimum 2,5  persen dari jumlah belanja pegawai untuk gaji pokok dan tunjangan.
d)       Penyediaan dana penyelenggaraan asuransi kesehatan yang dibebankan pada APBD berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2003 tentang Subsidi dan Iuran  Pemerintah Dalam Penyelenggaraan Asuransi Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun serta Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 138/MENKES/PB/II/2009 dan Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Tarif Pelayanan Kesehatan bagi Peserta PT. Askes (Persero) dan Anggota Keluarganya di Puskesmas, Balai Kesehatan Masyarakat dan Rumah Sakit Daerah. Terkait dengan hal tersebut, penyediaan anggaran untuk pengembangan cakupan tunjangan kesehatan di luar cakupan pelayanan kesehatan yang disediakan asuransi kesehatan tersebut di atas, tidak diperkenankan dianggarkan dalam APBD, kecuali ditentukan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.
e)        Penganggaran Tambahan Penghasilan PNSD, baik aspek kebijakan pemberian tambahan penghasilan maupun penentuan kriterianya harus ditetapkan terlebih dahulu dengan peraturan kepala daerah dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah sesuai amanat Pasal 63 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan Pasal 39 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
2)      Belanja Bunga
Bagi daerah yang belum memenuhi kewajiban pembayaran bunga pinjaman, baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang supaya dianggarkan pembayarannya dalam APBD Tahun Anggaran 2013.
3)      Belanja Subsidi
Belanja Subsidi hanya diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual dari hasil produksinya terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya terbatas. Produk yang diberi subsidi merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Sebelum belanja subsidi tersebut dianggarkan dalam APBD harus terlebih dahulu dilakukan pengkajian agar diketahui besaran subsidi yang akan diberikan, tepat sasaran dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
4)      Belanja Hibah dan Bantuan Sosial Tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD harus mempedomani peraturan kepala daerah yang telah disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan di bidang hibah dan bantuan sosial.
5)      Belanja Bagi Hasil Penganggaran dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota atau pendapatan pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa harus mempedomani Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.  Tata cara penganggaran dana bagi hasil tersebut harus memperhitungkan rencana pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah pada Tahun Anggaran 2013, sedangkan pelampauan target Tahun Anggaran 2012 yang belum direalisasikan kepada pemerintah daerah dan menjadi hak pemerintah kabupaten/kota  atau  pemerintah desa ditampung dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013.Dari aspek teknis penganggaran, pendapatan bagi hasil kabupaten/kota dari pemerintah provinsi dalam APBD provinsi atau pendapatan bagi hasil pemerintah desa dari kabupaten/kota dalam APBD kabupaten/kota harus diuraikan kedalam daftar nama kabupaten/kota/desa selaku penerima sebagai rincian obyek penerima bagi hasil sesuai kode rekening berkenaan.
6)      Belanja Bantuan Keuangan
a)      Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota dapat menganggarkan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah lainnya dan kepada  desa yang didasarkan pada pertimbangan untuk mengatasi kesenjangan fiskal, membantu pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang tidak tersedia alokasi dananya, sesuai kemampuan keuangan masing-masing daerah. Pemberian bantuan keuangan dapat bersifat umum dan bersifat khusus. Bantuan keuangan yang bersifat umum digunakan untuk mengatasi kesenjangan fiskal dengan menggunakan formula antara lain variabel: pendapatan daerah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin dan luas wilayah yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Bantuan keuangan yang bersifat khusus digunakan untuk membantu capaian kinerja program prioritas pemerintah daerah/desa penerima bantuan keuangan sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan penerima bantuan. Pemanfaatan bantuan keuangan yang bersifat khusus ditetapkan terlebih dahulu oleh pemberi bantuan.
b)      Bantuan keuangan kepada partai politik dianggarkan pada jenis belanja bantuan keuangan, objek belanja bantuan keuangan kepada partai politik dan rincian objek belanja nama partai politik penerima bantuan keuangan. Besaran penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban bantuan keuangan kepada partai politik berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang bantuan keuangan kepada partai politik.
c)      Pemerintah kabupaten/kota menganggarkan bantuan keuangan kepada pemerintah desa paling sedikit 10 persen dari dana perimbangan yang diterimanya kecuali DAK. Pembagian untuk setiap desa ditetapkan secara proporsional dengan keputusan kepala daerah. Bantuan keuangan ini merupakan Alokasi Dana Desa (ADD) sesuai Pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Selain itu, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat memberikan bantuan keuangan lainnya kepada pemerintah desa dalam rangka percepatan pembangunan desa sesuai kemampuan keuangan daerah.
d)     Sistem dan prosedur penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja bantuan keuangan ditetapkan dalam peraturan kepala daerah, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 47 dan Pasal 133 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
e)      Dari aspek teknis penganggaran, dalam APBD pemberi bantuan  keuangan harus diuraikan daftar nama pemerintah daerah/desa selaku penerima bantuan keuangan sebagai rincian obyek penerima bantuan keuangan sesuai kode rekening berkenaan.
7)      Belanja Tidak Terduga
Penganggaran belanja tidak terduga dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan realisasi Tahun Anggaran 2011 dan kemungkinan adanya kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya, diluar kendali dan pengaruh pemerintah daerah. Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk mendanai kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan terjadi berulang, seperti kebutuhan tanggap darurat bencana, penanggulangan bencana alam dan bencana sosial, yang tidak tertampung dalam bentuk program dan kegiata  pada Tahun Anggaran 2013, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya.
b.      Belanja Langsung Penganggaran belanja langsung dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)      Alokasi belanja langsung dalam  APBD digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Belanja langsung dituangkan dalam bentuk program dan kegiatan, yang manfaat capaian kinerjanya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik dan keberpihakan pemerintah daerah kepada kepentingan publik. Penyusunan anggaran belanja untuk setiap program dan kegiatan mempedomani SPM yang telah ditetapkan, Analisis Standar Belanja (ASB), dan standar satuan harga. ASB dan standar satuan harga ditetapkan dengan keputusan kepala daerah dan digunakan sebagai dasar penyusunan RKA-SKPD dan RKA-PPKD.
2)      Belanja Pegawai
a)          Dalam rangka meningkatkan efisiensi anggaran daerah, penganggaran honorarium bagi PNSD dan Non PNSD memperhatikan asas kepatutan, kewajaran dan rasionalitas dalam pencapaian sasaran program dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai target kinerja kegiatan dimaksud. Berkaitan dengan hal tersebut, pemberian honorarium bagi PNSD dan Non PNSD dibatasi dan hanya didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaan PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan benar-benar memiliki peranan dan kontribusi nyata terhadap efektifitas pelaksanaan kegiatan dimaksud. Dalam satu kegiatan  tidak diperkenankan hanya diuraikan ke dalam jenis belanja pegawai, obyek belanja honorarium dan rincian obyek belanja honorarium Non PNSD. Besaran honorarium bagi PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan, termasuk honorarium narasumber/tenaga ahli dari luar instansi pelaksana kegiatan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
b)         Penganggaran uang untuk diberikan kepada pihak ketiga/masyarakat hanya diperkenankan untuk penganggaran hadiah pada kegiatan yang bersifat perlombaan atau penghargaan atas suatu prestasi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A.VIII.a.1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana diubah beberapa kali,  terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
3)      Belanja Barang dan Jasa
a)           Penganggaran belanja barang pakai habis disesuaikan dengan kebutuhan nyata yang didasarkan atas pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD, jumlah pegawai dan volume pekerjaan serta memperhitungkan sisa persediaan barang Tahun Anggaran 2012.
b)           Mengutamakan produksi dalam negeri dan melibatkan usaha mikro dan usaha kecil serta koperasi kecil tanpa mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan sehat, kesatuan sistem dan kualitas kemampuan teknis.
c)           Penganggaran untuk pengadaan barang (termasuk berupa aset tetap) yang akan diserahkan atau dijual kepada pihak ketiga/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan, dianggarkan pada jenis belanja barang dan jasa.
d)          Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam rangka kunjungan kerja dan studi banding, baik perjalanan dinas dalam negeri maupun perjalanan dinas luar negeri, dilakukan secara selektif, frekuensi dan jumlah harinya dibatasi serta memperhatikan target kinerja dari perjalanan dinas dimaksud sehingga relevan dengan substansi kebijakan pemerintah daerah. Hasil kunjungan kerja dan studi banding dilaporkan sesuai peraturan perundang-undangan.  Khusus penganggaran perjalanan dinas luar negeri berpedoman pada Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perjalanan Ke Dinas Luar Negeri dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pedoman Perjalanan Dinas Ke Luar Negeri Bagi Pejabat/Pegawai di lingkungan Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah, dan Pimpinan serta Anggota DPRD.
e)           Penganggaran untuk menghadiri pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya yang terkait dengan pengembangan sumber daya manusia Pimpinan dan Anggota DPRD serta pejabat/staf pemerintah daerah, yang tempat penyelenggaraannya di luar daerah harus dilakukan sangat selektif dengan mempertimbangkan aspek-aspek urgensi dan kompetensi serta manfaat yang akan diperoleh dari kehadiran dalam pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya guna pencapaian efektifitas penggunaan anggaran daerah. Dalam rangka orientasi dan pendalaman tugas Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota agar berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2011 tentang Pedoman Orientasi dan Pendalaman Tugas Anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
f)            Penganggaran untuk penyelenggaraan kegiatan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya diprioritaskan untuk menggunakan fasilitas aset daerah, seperti ruang rapat atau aula yang sudah tersedia milik pemerintah daerah.
g)           Dalam rangka antisipasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan PBB-P2) yang akan menjadi kewenangan daerah paling lambat 1 Januari 2014 menjadi endapatan Asli Daerah pemerintah kabupaten/ kota, pemerintah kabupaten/kota memprioritaskan penganggaran untuk program dan kegiatan pengalihan dimaksud, baik aspek regulasi, kelembagaan, pendataan, sistem, standar pengelolaan, dan pengembangan sumber daya manusia serta penyiapan sarana dan prasarana maupun faktor lain yang terkait dengan pengalihan PBB-2.
4)      Belanja Modal
a)       Jumlah belanja modal yang dialokasikan dalam APBD sekurang-kurangnya 29 persen dari belanja daerah sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2010-2014.
b)       Penganggaran untuk pengadaan kebutuhan barang milik daerah, menggunakan dasar perencanaan kebutuhan barang milik daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dan memperhatikan standar barang berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Daerah, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006. Khusus penganggaran untuk pembangunan gedung dan bangunan milik daerah memperhatikan Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
H.    Pelaksanaan Anggaran Pembiayaan
Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 137 sampai dengan Pasal 153, anggaran  yang  diperlukan  untuk  pembiayaan  daerah  bersumber  dari:  (a)  sisa  lebih perhitungan  tahun  anggaran  sebelumnya,  (b)  dana  cadangan,  (c)  investasi,  (d) pinjaman/obligasi daerah, dan (e) piutang daerah.
a.       Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SiLPA adalah selisih lebih  realisasi  penerimaan  dan  pengeluaran  anggaran  selama  satu  periode  tahun anggaran. SiLPA  tahun  sebelumnya  merupakan  penerimaan  pembiayaan  yang  dapat digunakan untuk:
1)      Menutupi  defisit  anggaran  apabila  realisasi  pendapatan  lebih  kecil  daripada realisasi belanja daerah;
2)      Mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung; dan
3)      Mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum terselesaikan.
b.    Dana Cadangan
Dana  cadangan  adalah  dana  yang  disisihkan  guna  mendanai  kegiatan  yang memerlukan dana yang relatif besar yang tidak dapat  dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Hal-hal yang harus diperhatikan mengenai dana cadangan adalah bahwa:
1)      Dana cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atas nama dan cadangan pemerintah daerah yang dikelola oleh bendahara umum daerah;
2)      Dana cadangan tidak boleh digunakan untuk membiayai program dan kegiatan lain di luar yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan;
3)      Program  dan  kegiatan  sebagaimana  disebutkan  pada  butir  (2)  baru  boleh dilaksanakan  apabila  dana  cadangan  telah  mencukupi  untuk  membiayai pelaksanaan program dan kegiatan tersebut;
4)      Untuk  membiayai  program  dan  kegiatan  tersebut  dana  cadangan  harus dipindahbukukan dahulu ke rekening kas umum daerah yang harus dilengkapi dengan  surat  perintah  pemindahbukuan  oleh  kuasa  bendahara  umum  daerah dengan persetujuan PPKD;
5)      Penatausahaan  pelaksanaan  program  dan  kegiatan  yang  dibiayai  dari  dana cadangan diperlakukan sama dengan penatausahaan pelaksanaan program dan kegiatan lainnya.
c.       Investasi
Menurut  ketentuan  dalam  Permendagri  Nomor  13  Tahun  2006  yang  dimaksud dengan  investasi  adalah  penggunaan  aset  untuk  memperoleh  manfaat  eknomis seperti; bunga, dividen, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat  meningkatkan  kemampuan  pemerintah  daerah  dalam  rangka  pelayanan kepada masyarakat.
Ketentuan mengenai dana investasi adalah bahwa investasi awal dan penambahan investasi  dicatat  dalam  rekening  penyertaan  modal  (investasi)  daerah. Pengurangan,  penjualan  dan/atau  pengalihan  investasi  dicatat  dalam  rekening penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan (divestasi modal).
d.      Pinjaman Daerah dan Obligasi
Pinjaman  daerah  adalah  semua  transaksi  yang  mengakibatkan  daerah  menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut.
Beberapa hal yang harus dicermati mengenai pinjaman daerah dan obligasi adalah:
1)      Penerimaan  pinjaman  dan  obligasi  daerah  harus  dilakukan  melalui  rekening kas umum daerah;
2)      Pendapatan  daerah  dan/atau  aset  daerah  (barang  milik  daerah)  tidak  boleh dijadikan jaminan pinjaman daerah;
3)      Kegiatan yang dibiayai dari obligasi daerah beserta barang milik daerah yang melekat  dalam  kegiatan  tersebut  dapat  dijadikan  sebagai  jaminan  obligasi daerah;
Penatusahaan atas pinjaman daerah dan obligasi daerah dilaksanakan oleh Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (kepala SKPKD).
e.       Piutang Daerah
Piutang daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kembali kepada pemerintah daerah  dan/atau  hak  pemerintah  yang  dapat  dinilai  dengan  uang  sebagai  akibat perjanjian  atau  akibat  lainnya  berdasarkan  peraturan  perundang-undangan  atau akibat lainnya yang sah.
Hal-hal yang harus diperhatikan berkenaan dengan piutang daerah adalah bahwa:
1)      Setiap piutang daerah harus diselesaikan seluruhnya dengan tepat waktu;
2)      Pejabat  penatausahaan  keuangan  SKPD  (PPK-SKPD)  melakukan penatausahaan  atas  penerimaan  piutang  atau  tagihan  daerah  yang  menjadi tanggung jawab SKPD;
3)      Piutang  daerah  dan/atau  tagihan  daerah  yang  tidak  dapat  diselesaikan seluruhnya  pada  saat  jatuh  tempo,  diselesaikan  sesuai  dengan  peraturan pertundang-undangan;
4)      Piutang daerah jenis tertentu seperti piutang pajak daerah dan piutang retribusi daerah merupakan prioritas untuk didahulukan penyelesaiannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
5)      Piutang  daerah  yang  terjadi  sebagai  akibat  hubungan  keperdataan  dapat diselesaikan  dengan  cara  damai,  kecuali  piutang  daerah  yang  cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam peraturan perundang-undangan;
6)      Piutang daerah dapat dihapuskan dari pembukuan dengan penyelesaian secara mutlak  atau  bersyarat,  kecuali  cara  penyelesaiannya  diatur  tersendiri  dalam peraturan perundang-undangan;
7)      Penghapusan piutang daerah dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Untuk piutang berjumlah sampai dengan Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), penghapusan ditetapkan oleh kepala daerah;
b.      Untuk piutang yang jumlahnya lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), penghapusannya ditetapkan oleh kepala daerah dengan persetujuan DPRD;
8)      Penagihan  dan  penatausahaan  piutang  daerah  dilaksanakan  oleh  Kepala SKPKD yang realisasi setiap bulannya harus dilaporkan kepada kepala daerah.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Penyusunan APBD telah diatur dalam peraturan yang telah ditetapkan pada Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran.
Dalam penyusunan APBD diperlukan suatu mekanisme penyusunan dan dokumen dokumen yang harus dipenuhi. Hal ini dilakukan karena telah ada suatu ketetapan hokum yang terbentuk dalam undang-undang yaitu pada pasal 18-20 yang harus dijalankan.
Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya.
a.       Pendapatan Asli Daerah (PAD)
b.      Dana Perimbangan
c.       Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Belanja daerah harus digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang - undangan.
1.      Belanja Tidak Langsung
a.       Belanja Bunga
b.      Belanja Subsidi
c.       Belanja Hibah dan Bantuan Sosial Tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD harus mempedomani peraturan kepala daerah yang telah disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan di bidang hibah dan bantuan sosial.
d.      Belanja Bagi Hasil Penganggaran dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota atau pendapatan pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa harus mempedomani Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
e.      Belanja Bantuan Keuangan
f.        Belanja Tidak Terduga
2.       Belanja Langsung Penganggaran belanja langsung dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.       Alokasi belanja langsung dalam  APBD digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan.
b.      Belanja Pegawai
c.       Belanja Barang dan Jasa
d.      Belanja Modal
3.      Pelaksanaan Anggaran Pembiayaan

Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 137 sampai dengan Pasal 153, anggaran  yang  diperlukan  untuk  pembiayaan  daerah  bersumber  dari:  (a)  sisa  lebih perhitungan  tahun  anggaran  sebelumnya,  (b)  dana  cadangan,  (c)  investasi,  (d) pinjaman/obligasi daerah, dan (e) piutang daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar