PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Persediaan merupakan suatu aktiva yang
meliputi barang barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam
suatu periode usaha yang normal atau persediaan barang-barang yang masih dalam
proses ataupun persediaan bahan baku. Persediaan merupakan salah satu aset
paling mahal (40% dari total investasi). Harus ada keseimbangan antara
investasi persediaan dan tingkat pelayanan konsumen.
Maka dari itulah timbul yang namanya
Konsep Just In Time adalah suatu konsep di mana bahan baku yang
digunakan untuk aktifitas produksi didatangkan dari pemasok atau suplier tepat
pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan sangat
menghemat bahkan meniadakan biaya persediaan barang/penyimpanan barang/stocking
cost. Tujuan utama Just In Time adalah untuk meningkatkan laba dan
posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya,
peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.
Perhitungan serta kerja sama yang baik
antara penyalur, pemasok dan bagian produksi haruslah baik. Keterlambatan
akibat salah perhitungan atau kejadian lainnya dapat menghambat proses produksi
sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
Just In Time merupakan
filosofi pemanufakturan yang memiliki implikasi penting dalam manajemen biaya.
Ide dasar Just In Time sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya apabila
ada permintaan (full system) atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu
yang diminta, pada saat diminta, dan hanya sebesar kuantitas yang diminta. Tujuannya
adalah untuk mengangkat produktifitas dan mengurangi pemborosan. Just In
Time didasarkan pada konsep arus produksi yang berkelanjutan dan
mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerja sama dengan
komponen-komponen lainnya.
Tenaga kerja langsung dalam lingkungan Just
In Time dipertangguh dengan perluasan tanggung jawab yang berkontribusi
pada pemangkasan pemborosan biaya tenaga kerja, ruang dan waktu produksi.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Just
In Time diterapkan pada perusahaan industri
2. Bagaimana
kontribusi Just In Time pada perusahaan industri
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui perkembangan Just In Time dalam perusahaan industri
2.
Untuk mengetahui kontribusi Just In
Time pada perusahaan industri
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi,
Prinsip, Manfaat dan Tujuan JIT ( Just In time )
Just In Time ( JIT ) adalah filosofi yang
dipusatkan pada pengurangan biaya melalui eliminasi persediaan. Semua bahan
baku dan komponen sebaiknya tiba di lokasi kerja pada saat dibutuhkan tepat
waktu. Produk sebaiknya diselesaikan dan tersedia bagi pelanggan, di saat
pelanggan menginginkannya tepat waktu. Eliminasi persediaan di satu pihak
menghilangkan kebutuhan akan tempat penyimpanan dan biaya penyimpanan. Namun di
lain pihak, eliminasi persediaan juga menghilangkan perlindungan yang disediakan
oleh persediaan terhadap kesalahan produksi dan ketidakseimbangan. Akibatnya,
diperlukan beban kerja bermutu tinggi dan seimbang dalam sistem JIT guna
menghindari penghentian produksi yang berbiaya mahal serta kekecewaan
pelanggan. Oleh karena membutuhkan kualitas dan produksi yang seimbang, JIT
sering kali dikaitkan dengan usaha untuk mengeliminasi pemborosan dalam segala
bentuk, dan merupakan bagian yang penting dalam banyak usaha manajemen mutu
total.
JIT
mempunyai empat aspek pokok sebagai
berikut:
1. Semua
aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap produk atau jasa harus di
eliminasi.Aktivitas yang tidak bernilai tambah meningkatkan biaya yang tidak
perlu,misalnya persediaan sedapat mungkin nol.
2. Adanya
komitmen untuk selalu meningkatkan mutu yang lebih tinggi.Sehingga produk rusak
dan cacat sedapat mungkin nol,tidak memerlukan waktu dan biaya untuk pengerjaan
kembali produk cacat, dan kepuasan pembeli dapat meningkat.
3. Selalu
diupayakan penyempurnaan yang berkesinambungan (Continuous Improvement)dalam meningkatkan efisiensi kegiatan.
4. Menekankan
pada penyederhanaan aktivitas dan meningkatkan pemahaman terhadap aktivitas
yang bernilai tambah.
JIT
dapat diterapkan dalam berbagai bidang fungsional perusahaan seperti misalnya
pembelian, produksi, distribusi, administrasi dan sebagainya.
Prinsip
– prinsip JIT dapat diterapkan dalam meningkatkan pemeliharaan rutin, seperti
lokasi dan pengaturan alat – alat, cetakan, dan perlengkapan yang digunakan
bersama – sama dengan mesin produksi. Di samping itu, JIT juga berguna dalam
mengelola pekerjaan di suatu kantor, bisnis jasa, atau departemen jasa dari
suatu pabrik; dalam menurunkan kebutuhan persediaan di pabrik atau toko ritel;
dan dalam banyak aspek lain dari operasi suatu perusahaan.
Aspek yang paling mencolok dari JIT adalah usaha
untuk mengurangi persediaan barang dalam proses ( work in process – WIP ) dan
bahan baku. Kebanyakan tulisan mengenai JIT berkosentrasi pada satu aspek ini,
yang disebut dengan produksi tanpa persediaan ( stockless production ), produksi
ramping ( lean production ), atau produksi dengan persediaan nihil ( zero
inventory production – ZIP ). Dalam JIT , wewenang untuk memproduksi suatu
komponen di suatu lokasi kerja berikutnya dalam lini produksi tersebut. Ketika
komponen – komponen digunakan dalam produk final, maka produksi untuk
penggantian komponen – komponen tersebut diotorisasi. Proses ini diulang di
semua lokasi kerja sebelumnya, sehingga “menarik” komponen melalui sistem
produksi ketika dibutuhkan dan pada akhirnya menarik bahan baku dari pemasok.
JIT merupakan kasus khusu dari kuantitas pemesanan ekonomis ( economic order
quantity – EOQ ) dalam jumlah yang sangat kecil. Tujuan akhir JIT adalah ukuran
batch sama dengan satu unit. Agar JIT dapat beroperasi dengan seharusnya, waktu
persiapan harus pendek. Selain itu, arus produksi melalui berbagai lokasi kerja
harus seragam, suatu karakteristik yang umum terdapat dalam proses manufaktur
yang repetitif.
Untuk
menghindari penumpukan persediaan, seluruh lini produksi dihentikan jika
terdapat komponen hilang dalam tahap manapun atau jika ditemukan barang cacat.
Barang cacat harus ditemukan segera sebelumlebih banyak unit yang dibuat,
sehingga jika ingin mencapai tingkat arus karena satu barang cacat di lokasi
kerja mana pun dapat menghentikan proses produksi.
JIT
berusaha mengurangi persediaan karena persediaan dipandang sebagai pemborosan.
Persediaan mencerminkan sumber daya yang tidak digunakan dan dapat menyebabkan
terjadinya pemborosan lainnya. Tetapi, tujuan mengurangi persediaan ke titik
nol hanya mungkin dicapai dalam kondisi berikut :
1. Biaya
dan waktu persiapan yang rendah atau tidak signifikan
2. Ukuran
1 ot sama dengan satu
3. Waktu
tunggu minimum atau hampir seketika
4. Beban
kerja yang seimbang dan merata
5. Tidak
ada interupsi karene kehabisan persediaan, kualitas yang buruk, pemeliharaan
mesin yang tidak sesuai jadwal, perubahan spesifikasi, atau perubahan lain yang
tidak terencana.
Persediaan
terdapat di hampir semua sistem karena kondisi ideal tersebut tidak pernah ada.
Konsep persediaan sama dengan nol mengandung arti tingkat kesempurnaan yang
umumnya tidak dapat dicapai. Tetapi, JIT menstimulasi perbaikan konstan dlam
kondisi lingkungan yang menyebabkan terjadinya penumpukan persediaan.
Pengurangan persediaan secara kontinu dicapai melalui proses – proses berikut :
1. Persediaan
dikurangi sampai suatu masalah ditemukan dan diidentifikasikan.
2. Sekali
masalah sudah didefinisikan, tingkat persediaan dinaikkan untuk menyerap dampak
dari masalah ini dan agar sisitem dapat beropersi dengan lancar.
3. Masalah
tersebut dianalisis dan cara – cara praktis diidentifikasi untuk mengurangi
atau menghilangkan masalah.
4. Sekali
masalah telah dikurangi atau dihilangkan, tingkat persediaan dikurangi lagi
sampai masalah berikutnya ditemukan dan diidentifikasi.
5. Langkah
2 sampai 4 diulangi hingga pada tingkat persediaan minimum yang paling mungkin
untuk dicapai.
Dengan
cara ini, engurangan persediaan mengungkapkan masalah dan menstimulasi
pencairan cara – cara praktis guna menyelesaikannya, sehingga perbaikan secara
kontinu dapat dilakukan untuk mengeliminasi pemborosan. Pengurangan tingkat
persediaan juga mempengaruhi kecepatan pemrosesan, atau kecepatan dengan mana
suatu tugas atau unit melewati sistem.
B. JIT
dan Velositas
Terdapat
hubungan penting dan lansung antara ukuran WIP dan kecepatan produksi. Jika
1.000 unit diproduksi per hari, dan 2.000 unit berada dalam proses setiap
waktu, maka satu unit memeakan waktu rata-rata dua hari (2.000 : 1.000) untuk
melewati sistem tersebut. Hal ini disebut sebagai throughput time selama dua
hari. Jika kecepatan sistem kemudian digandakan agar throughput time hanya satu
hari, maka output yang sama sebesar 1.000 unit per hari dapat dicapai hanya
dengan 1.000 unit dalam WIP. Hubungan ini dapat dinyatakan dengan cara lain:
jika tingkat output tetap sementara jumlah unit dalam proses diturunkan
separuhnya, maka kecepatan sistem telah digandakan. Selama tingkat output
tetap, mengurangi jumlah unit dalam proses dan meningkatkan kecepatan sistem
merupakan dua hal yang sama. Kecepatan dimana unit atau tugas
diproses dalam suatu sistem disebut velositas (velocity) dan berhubungan
terbalik dengan throughput time.
Manfaat
strategis dari peningkatan
velositas adalah berkurangnya waktu yang diperlukan untuk memenuhi pesanan
produksi. Jika velositas ditingkatkan sepuluh kali lipat, maka rata-rata
pesanan dipenuhi dalam tempo sepersepuluh dari waktu yang dibutuhkan
sebelumnya.
Perbaikan
velositas dapat diperluas ke hilir ke arah persediaan barang jadi dan
pengiriman. Selain itu, perbaikan velositas juga dapat diperluas ke hulu ke
arah persediaan bahan baku, pembelian, desain produk, pengembangan, dan riset.
Tujuan
JIT adalah mengurangi waktu siklus total, karena satu-satunya waktu yang
memberikan nilai tambah atas suatu produk hanyalah ketika produk tersebut
diproses. Sementara, waktu untuk memindahkan, menunggu, dan inspeksi tidak
menanmbah nilai. Hanya waktu pemrosesan yang menambah nilai; sedangkan sisanya
hanya menambah biaya. Dengan demikian, mengurangi total waktu siklus berarti
mengurangi biaya dan meningakatkan daya saing. Dan, tentu saja, waktu
pemrosesan sebaiknya berada pada tingkt palin rendah yang konsisten dengan
produksi yang berkualitas.
Oleh
Karena WIP adalah aset mahal yang harus didanai dan dipelihara seperti
aset-aset lainnya, manfaat nyata dari pengurangan WIP adalah bahwa total
investasi berkurang, sehingga menghasilkan penghematan dalam biaya penyimpanan
persedian. Biasanya hal ini dicapai dengan memproduksi sejumlah besar
batch-batch kecil, sehingga hanya terdapat WIP yang lebih sedikit di setiap
tahapan proses, sementara velositas dari semua unit dan batch ditingkatkan.
Selain
itu banyak dari teknologi JIT berurusan dngn pengurangan durasi dan biaya
persiapan. Misalnya, asumsikan bahwa biaya penyimpanan tahunan sebesar 25% dari
biaya produksi variabel dan biaya variabel dari rata-rata WIP adalah sebesar $
200.000. manajemen merencanakan untuk menggunakan JIT guna menggandakan
velositas WIP tanpa mengubah total output tahunan. Hal ini akan dicapai dengan
menurunkan rata-rata ukuran batch menjadi separuhnya. Tidak ada perubahan dalam
perencanaan persedian bahan baku atau persediaan barang jadi. Rata-rata WIP
akan berkurang separuhnya sehingga menghasilkan penghematan sebesar $ 25.000
(25% X ½ X $ 200.000) dalam biaya penyimpanan tahunan.
Selain
dampak terhadap biaya penyimpanan persediaan, hasil yang lebih penting dari JIT
adalah pengurangan WIP dan dampaknya terhadap kerugian produksi. Hubungan
antara JIT dan kerugian sebenarnya hampir-hampir tidak kentara, dan sering kali
terlewatkan.
C.
JIT
dan Kerugian Produksi
Produksi
JIT adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau produk yang tepat waktu,
mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap produksi
berikutnya atau sesuai dengan memenuhi permintaan pelanggan.
Produksi
JIT dapat mengurangi waktu dan biaya produksi dengan cara:
1. Mengurangi
atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap workstation (stasiun kerja)
atau tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol).
2. Mengurangi
atau meniadakan “Lead Time” (waktu
tunggu) produksi (konsep waktu tunggu nol).
3. Secara
berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengurangi biaya setup
mesin-mesin pada setiap tahapan pengolahan produk (workstation).
4. Menekankan
pada penyederhanaan pengolahan produk sehingga aktivitas produksi yang tidak
bernilai tambah dapat dieliminasi.
Perusahaan
yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan efisiensi dalam bidang:
1. Lead time
(waktu tunggu) pemanufakturan
2. Persediaan
bahan, barang dalam proses, dan produk selesai
3. Waktu
perpindahan
4. Tenaga
kerja langsung dan tidak langsung
5. Ruangan
pabrik
6. Biaya
mutu
7. Pembelian
bahan
Penerapan produksi JIT dapat
mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan manajemen dalam beberapa
cara sebagai berikut:
1. Ketertelusuran
langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan
2. Mengeliminasi
atau mengurangi kelompok biaya (cost
pools) untuk aktivitas tidak langsung
3. Mengurangi
frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi selisih biaya tenaga kerja dan
overhead pabrik secara individual
4.
Mengurangi keterincian
informasi yang dicatat dalam “work
tickets”
Di lokasi kerja manapun dalam lini
produksi, dampak pengurangan WIP adalah sederhana, yaitu hanya terdapat sedikit
unit menunggu di lokasi atau berpindah ke setiap lokasi. Hal ini dapat
menimbulkan dampak yang besar terhadap kerugian produksi. Asumsikan tahap 5
dalam lini produksi memproses setiap unit lalu mengirimnya untuk menunggu tahap
6. Asumsikan juga ada 100 unit yang menunggu di antara tahap 5 dan tahap 6.
Jika pada suatu tahap 5 mulai memproduksi dengan cacat tertentu yang baru akan
ditemukan di tahap 6, maka berapa banyak barang yang cacat mungkin diproduksi
di tahap 5 sebelum masalahnya ditemukan?jawabannya adalah 100; atau mungkin
kurang dari itu,jika masalah di tahap 5 ditemukan dengan suatu cara tertentu
atau jika barang cacat terjadi hanya di beberapa dan tidak di semua
produk.Hasil yang paling buruk adalah dihasilkannnya 100 barang cacat.Jumlah
tersebut sama dengan banyaknya WIP di lokasi kerja itu.Setelah 100 unit
diproduksi, tahap 6 tidak memiliki apapun untuk dikerjakan kecuali unit barang
cacat, sehingga pada saat itu kesalahan tersebut ditemukan dan dianggap
diperbaiki.
Melanjutkan contoh diatas, bagaimana
jika ada 1000 unit yang menunggu diantara tahap 5 dan tahap 6? Maka maksimum
ada 1000 unit barang cacat yang dapat dihasilkan. Jika hanya ada 10 unit yang
menunggu, hasil terburuk adalah dihasilkannya 10 barang cacat. Juka persediaan
antartahap dihilangkan seluruhnya, kesalahan di tahap 5 akan ditemukan dengan
segera saat unit barang cacat pertama diproduksi. Penghilangan sepenuhnya atas
WIP yang disimpan di antara tahap 5 dan tahap 6 biasanya akan menyebabkan
htimbulnya frustasi, karena harus menghentikan suatu tahap dan tahap lainnnya
setiap beberapa menit. Tetapi, manajemen harus mengingat bahwa tujuan produksi
bukanlah untuk menghasilkan aliran tetap dari barang cacat. Lebih lanjut lagi
tujuan produksi adalah untuk menemukan masalah dan memperbaikinya, dan bukannya
berkompromi dengan masalah atau menyembunyikan masalah dengan cara menyimpan
WIP dalam jumlah besar.
Sebagai
contoh, asumsikan suatu lingkungan produksi yang digambarkan sebagai berikut:
Jumlah alokasi kerja dimana ada
WIP…………………………………………… 20%
Rata-rata jumlah WIP per lokasi
kerja…………………………………………… 400%
Biaya penyimpanan persediaan per tahun……………………………………….
25%
Pengurangan yang direncanakan dalam
tingkat WIP……………………………… 60%
Pengurangan yang direncanakan dalam
tingkat output akhir……………….Tidak ada%
Aliran fisik dari unit di setiap
lokasi kerja…………………..………………….. FIFO%
Rata-rata biaya variable per unit
dalam WIP……………………………………. $100%
Rata-rata kerugian dalam dolar per
unit barang cacat……………………………... 20%
Lebih
lanjut lagi, asumsikan bahwa selama tahun depan, total jumlah kasus dimana
beberapa lokasi kerja berada di luar batas kendali sehingga memprosuksi barang
cacat diperkirakan ada 1000 kasus. Dalam separuh dari kasus tersebut, kondisi
luar kendali diperkirakan akan ditemukan dengan segera oleh operator di lokasi
kerja yang bermasalah. Dalam separuh yang lainnya, barang cacat yang terjadi
adalah sebesar 10% dari jumlah unit yang diproduksi; barang cacat tersebut
menjadi WIP antarstasiun, di mana barang cacat itu ditemukan oleh operator
stasiun berikutnya; dan setiap kondisi di luar kendali diperbaiki segera
setelah ditemukan.
Jika
tidak ada unit yang memiliki lebih dari satu cacat dan tidak ada perubahan yang
dilakukan oleh system, maka 60% pengurangan dalam tingkat WIP diperkirakan akan
menghasilkan penghematan tahunan sebesar $360.000, yang terdiri atas
penghematan dalam biaya penyimpanan sebesar $120.000 dan penghematan dalam
biaya barang cacat sebesar $240.000 yang dihitung sebagai berikut:
Penghematan dalam biaya penyimpanan = 25%
x Pengurangan dalam rata-rata biaya variable WIP
= 25% x 60% x Rata-rata biaya
variable WIP masa lalu
= 0,25 x0,6x (20 x 400 x $100)
= $120.000
Penghematan dalam biaya barang
cacat = $20xPengurangan dalam jumlah unit barang cacat
= $20xpengurangan
dlm unit cacat yg diproduksi setiap kali ada kondisi di luar kendali yang tidak
ditemukan x jumlah kondisi di luar kendali yang tidak ditemukan dengan segera
= $20
x (60% x 400 x 10%) x (1/2 x 1000)
= $20
x 24 x 500
= $240.000
Banyak
keuntungan potensial dari tingkat WIP yang lebih rendah tidak dimasukkan dalam
penghitungan di atas karena deskripsi dari lingkungan produksi tidak
menyediakan informasi mengenai hal terebut. Keuntungan-keuntungan potensial ini
termasuk penghematan dalam biaya persiapan yang harus dicapai agar ukuran
rata-rata batch yang 60% lebih kecil menjadi ekonomis.Penghematan juag termasuk
perbaikan dalam kepuasan pelanggan karena pendek memungkinkan semua pengiriman
dapat dilakukan sesuai dengan pesanan sehingga persediaan barang tidak lagi
diperlukan.Tentu saja ada biaya yang harus dikurangkan dari penghematan
tersebut. Biaya-biaya ini termasuk (1) penanganan sebagian besar batch-batch
WIP yang ukurannya lebih kecil, termasuk biaya untuk memproses lebih banyak
pesanan produksi dan permintaan bahan baku ; (2) semakin tingginya probabilitas
terhentinya produksi karean jumlah persediaan pengaman yang lebih kecil di
setiap lokasi kerja; dan (3) kemungkinan bahwa biaya persediaan tidak dapat
dikurangi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi peningkatan dalam jumlah
persiapan yang harus dilakukan.
Oleh
karena hubungan antara kerugian dan
tingkat WIP, banyak penerapan JIT yang berhasil mengurangi kerugian produksi
secara drastis sehingga dengan demikian memberikan kontribusi bagi perbaikan
kualitas. Misalnya, selama 5 tahun pertama penerapan JIT, Oregon Cutting system
mengurangi bahan baku sisa dan pengerjaan kembali sebesar 50% serta mengurangi
barang cacat sebesar 80% tanpa peningkatan dalam biaya kualitas.
Keuntungan
yang serupa diperoleh dari pengurangan persediaan bahan baku.Tidak hanya
dibutuhkan ruangan penyimpanan yag lebih sedikit, melainkan juga berkurangnya
risiko rata-rata hanya untuk kebutuhan satu atau dua hari dan bukannnya untuk
tiga atau enam bulan. Aspek JIT ini mengharuskan penerimaan bahan baku dalam
jumlah sedikit tetapi dengan frekuensi yang lebih sering, koordinasi yang baik
dan komunikasi berkala dengan pemasok dan perusahaan pengangkutan, kualitas
bahan baku yang lebih dapat diandalkan, serta system transportasi yang bebas
dari kesalahan. Kondisi yang menuntut ini melibatkan perubahan-perubahan yang
signifikan dalam fungsi pembelian.
D.
JIT
dan Pembelian
Pembelian
JIT adalah sistem penjadwalan pengadaan barang dengan cara sedemikian rupa
sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau
penggunaan. JIT tidak hanya berlaku untuk WIP ( Work In Process) saja tetapi juga berlaku untuk persediaan bahan
baku, fungsi persediaan pembilian sangat terlibat dalam penerapan JIT.
Tujuannya adalah baik persediaan bahan baku maupun persediaan work in process ( WIP) berada dalam
tingkat yang benar-benar minimum.
Pembelian
JIT dapat mengurangi waktu dan biaya yang berhubungan dengan aktivitas
pembelian dengan cara:
1. Mengurangi
jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber yang
dicurahkan dalam negosiasi dengan pamasoknya.
2. Mengurangi
atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan pemasok.
3. Memiliki
pembeli atau pelanggan dengan program pembelian yang mapan.
4. Mengeliminasi
atau mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak bernilai tambah.
5. Mengurangi
waktu dan biaya untuk program-program pemeriksaan mutu.
Penerapan pembelian JIT dapat
mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan manajemen dalam beberapa
cara sebagai berikut:
1. Ketertelusuran
langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.
2. Perubahan “cost pools” yang digunakan untuk
mengumpulkan biaya.
3. Mengubah
dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya sehingga banyak biaya tidak
langsung dapat diubah menjadi biaya langsung.
4. Mengurangi
perhitungan dan penyajian informasi mengenai selisih harga beli secara
individual
5. Mengurangi
biaya administrasi penyelenggaraan sistem akuntansi.
Pendekatan JIT pada pembelian ini
menekanakan pada pengurangan jumlah
pemasok serta memperbaiki mutu bahan baku maupun fungsi pembelian.
Tujuannya dalah untuk memindahkan bahan baku secara langsung dari pemasok ke
lantai produksi dengan sedikit atau tanpa inspeksi sama sekali, dan untuk
menghilangkan kebutuhan ruang penyimpanan kecuali untuk jangka pendek langsung
di lantai produksi.
Satu pemasok untuk setiap bahan
baku merupakan kondisi yang ideal; dalam prakteknya pemasok kedua mungkin saja
diperlukan guna untuk memastikan pasokan yang mencukupi dalam periode ketika
permintaan tinggi. Tunjuannya adalah untuk hubungan jangka panjang yanga baik
dengan pemasok, dibandingkan dengan pemanfaatan harga murah dalam jangka
pendek. Pengawasan terhadap pemasok dibutuhkan penilaian kinerja yang
kuantitatif, mislanya pengataran tepat waktu, dan mutu bahan baku.
Hambatan dalam
pembelian JIT
Terdapat beberapa hambatan dalam
pembelian JIT, berikut diantaranya:
1. Tata
letak proses produksi
2. Frekuensi
perubahan jadwal
3. Sikap
agen pembelian dan pemasok
4. Keandalan
perusahaan pengangkutan
5. Jarak
dari pemasok
Namun jika sumua masalah-maslah
diatas dapat diatasi dengan baik maka hasil yang diperoleh biasanya adalah
pengurangan yang menegesan dalam biaya
produksi.
Pesanan
Pembelian Gabungan
Pesanan pembelian gabungan merupakan perjanjian dengan pemasok yang
menyatakan jumlah yang diperkirakan dibutuhkan dalam periode tiga atau enam
bulan kedepan. Jumlah dan tanggal pasti dari setiap pengantaran ditetapkan
kemudian melalui telepon, atau dengan menggunakan pertukaran data eloktronik ,
melalui hubungan computer langsung antara pembeli dan penjual.
Bahan baku yang diterima dapat
dieri lebel “barcode” yang dapat dibaca oleh pemindai (scanner) baik yang terpasang secara tetap atau yang dioperasikan
dengan tangan di lini perakitan dari perusahaan pembeli, serupa dengan pemindai
yang digunakan oleh kasir di banyak toko ritel. data hasil pembaca tersebut
secara otomatis memperbaharui catatan biaya produk pesanan dalam departemen
yang terlibat, kemudian memandingkan jenis dan jumlah bahan baku dengan
permintaan EDI terbaru.
E.
JIT
dan Pengorgsnisasian Pabrik
Salah
satu pendekatan JIT adalah untuk berubah dari tata letak tradisional menjadi
sel (cell) atau sel-sel kerja (work cell). Suatu sel bertanggung jawab untuk
seluruh produksi dari suatu produk atau komponen, atau sekelompok produk atau
komponen yang serupa. Setiap pekerja di sel dilatih untuk dapat melakukan
berbagai tugas sekaligus, sehingga tenaga kerja mudah dipindahkan ketitik yang
membutuhkan dalam suatu sel. Pekerja unit dapat dievaluasi dan diberikan
imbalan sebagai suatu tim bukan suatu
individu yang bekerja sendiri-sendiri. Hal ini dilakukan guna meningkatkan
kerja sama dan pemecahan masalah secara mandiri.
Selain pengawasan , pekerjaan lain
yang biasanya dianggap sebagai tugas yang dilakukan oleh tenaga kerja tidak
langsung dibebankan kepada pekerja sel.mereka menghentikan produksi setiap kali
output sel mereka tidak dibutuhkan dan memulai kembali produksi ketika output
tersebut dibutuhkan lagi. Akibatnya, pengukuran tenaga kerja langsung dan tidak
langsung secara terpisah menjadi tidak mungkin, karena seorang pekerja dalam
melakukan pekerjaannya dapat berpindah dari tugas kerja tenaga langsung ke
tugas tenagan tidak langsungdalm waktu beberapa menit. Untungnya tidak ada
kebutuhan untuk memisahkan tenaga kerja langsung dan tidak langsungketika sel
tersebut hanya digunakan untuk menghasilkan satu jenis produk atau komponen,
atau sekelompok produk atau komponen yang serupa. Semua unit output diproses
secara serupa dalam sel tersebut, sehingga biaya konversi sel itu dapat dibagi
sama rata ke semua unit. Di tingkat sel, tidak terdapat perbedaan antara biaya
langsung dan biaya tidak langsung untuk setiap unit.
Jika seluruh pabrik diatur menjadi sel-sel JIT, hasilnya adalah
hilangnya departemen produksi tradisional, serta hampir semua departenen jasa.
Fungsi tradisional dari departemen jasa, termasuk penyimpanan bahan baku,
penyimpanan WIP, penyimpanan barang jadi, inspeksi penerimaan, dan percepatan
mungkin sama sekali tidak dibutuhkan.
Dampak dari pengaturan tersebut
dalam mutu produk bias mengesankan. Ingat kembali bahwa TQM adalah pemberayaan
pekerja. Pemerdayaan tingkat tinggi dimungkinkan bila suatu tim sel memiliki
otonomi atas setiap langkah produksi, serta mengerjakan hampir seluruh fungsi
pendukungnya juga. Mereka tidak dapat menghindari tanggung jawab atas mesin
atau peralatan yang rusak dengan menyatakan bahwa ada kesalahan dalam pemilihan,
instalasi, pemeliharaan, atau persiapan
apabila sebagian dari tugas mereka adalah untuk mengerjakan semua itu.
Dampak terakhir dari JIT atas
pengaturan pabrik adalah pada kebutuhan akan luas lantai pabrik. Banyak pihak
yang menerapkan JIT terkejut atas besarnya luas lantai pabrik yang tidak lagi
diperlukan. Penghematan dalam luas lantai dalam beberapa kasus cukup besar
sehingga memungkinkan konsolidasi operasi lebih ke sedikit bangunan, sehingga
mengurangi biaya fasilitas
Pemanufakturan JIT dan
Penentuan Biaya Produk
Pemanufakturan
JIT menggunakan pendekatan yang lebih memusat daripada yang ditemui dalam
pemanufakturan tradisional.Penggunaan sistem pemanufakturan JIT mempunyai
dampak pada:
1. Meningkatkan
Keterlacakan (Ketertelusuran) biaya.
2. Meningkatkan
akurasi penghitungan biaya produk.
3. Mengurangi
perlunya alokasi pusat biaya jasa (departemen jasa)
4. Mengubah
perilaku dan relatif pentingnya biaya tenaga kerja langsung.
5. Mempengaruhi
sistem penentuan harga pokok pesanan dan proses.
Dasar-dasar pemanufakturan JIT dan
perbedaannya dengan pemanufakturan tradisional:
JIT Dibandingkan dengan
Pemanufakturan Tradisional.
Pemanufakturan JIT adalah sistem
tarikan permintaan (Demand-Pull).
Tujuan pemanufakturan JIT adalah memproduksi produk hanya jika produk tersebut
dibutuhkan dan hanya sebesar jumlah permintaan pembeli (pelanggan). Beberapa
perbedaan pemanufakturan JIT dengan Tradisional meliputi:
a. Persediaan
Rendah
b. Sel-sel
Pemanufakturan dan Tenaga Kerja Interdisipliner
c. Filosofi
TQC (Total Quality Control)
JIT
dan Ketertelusuran Biaya Overhead
Dalam lingkungan JIT, beberapa
aktivitas overhead yang tadinya digunakan bersama untuk lebih dari satu lini
produk sekarang dapat ditelusuri secara langsung ke satu produk tunggal.
Manufaktur yang berbentuk sel-sel, tanaga kerja yang terinterdisipliner, dan
aktivitas jasa yang terdesentralisasi adalah karakteristik utama JIT.
JIT
|
TRADISIONAL
|
Sistem
Pull-through
Persediaan
tidak signifikan
Sel-sel
pemanufakturan
Tenaga
kerja terinterdisipliner
Pengendalian
mutu (TQC)
Dsentralisasi jasa
|
Sistem
Push-through
Persediaan
signifikan
Berstruktur
departemen
Tenaga
kerja terspesialisasi
Level
mutu akseptabel (AQL)
Sentralisasi
jasa
|
Keakuratan Penentuan
Biaya Produk dan JIT
Salah satu konsekuensi
dari penurunan biaya tidak langsung dan kenaikan biaya langsung adalah
meningkatkan keakuratan penentuan biaya (Harga Pokok Produk).
Pemanufakturan
JIT, dengan mengurangi kelompok biaya tidak langsung dan mengubah sebagian
besar dari biaya tersebut menjadi biaya langsung maupun sebaliknya, dapat
menurunkan kebutuhan penaksiran yang sulit.
JIT dan Alokasi Biaya
Pusat Jasa
Dalam manufaktur
tradisional, sentralisasi pusat-pusat jasa memberikan dukungan pada berbagai
departemen produksi. Dalam lingkungan JIT, banyak jasa didesentralisasikan.Hal
ini dicapai dengan membebankan pekerja dengan keahlian khusus secara langsung
ke lini produk dan melatih tenaga kerja langsung yang ada dalam sel-sel untuk
melaksanakan aktivitas jasa yang semula dilakukan oleh tenaga kerja tidak
langsung.
Pengaruh JIT pada Biaya
Tenaga Kerja Langsung
Sebagai perusahaan yang
menerapkan JIT dan otomatisasi, biaya tenaga kerja langsung tradisional
dikurangi secara signifikan.Oleh sebab itu ada dua akibat:
1. Persentasi
biaya tenaga kerja langsung dibandingkan total biaya produksi menjadi berkurang
2. Biaya
tenaga kerja langsung berubah dari biaya variabel menjadi biaya tetap.
Pengaruh
JIT pada Penilaian Persediaan
Salah satu masalah
pertama akuntansi yang dapat dihilangkan dengan penggunaan pemanufakturan JIT
adalah kebutuhan untuk menentukan biaya produk dalam rangka penilaian
persediaan. Jika terdapat persediaan, maka persediaan tersebut harus dinilai,
dan penilaiannya mengikuti aturan-aturan tertentu untuk tujuan pelaporan
keuangan. Dalam JIT diusahakan
persediaan nol (atau paling tidak pada tingkat yang tidak signifikan),
sehingga penilaian persediaan menjadi tidak relevan untuk tujuan pelaporan
keuangan.Dalam JIT, keberadaan penentuan harga pokok produk hanya untuk
memuaskan tujuan manajerial. Manajer memerlukan informasi biaya produk yang
akurat untuk membuat berbagai keputusan misalnya: (a) penetapan harga jual
berdasar cost-plus, (b) analisis trend biaya, (c) analisis profitabilitas lini
produk, (d) perbandingan dengan biaya para pesaing, (e) keputusan membeli atau
membuat sendiri, dsb.
Pengaruh JIT pada Harga
Pokok Pesanan
Dalam penerapan JIT untuk penentuan
order pesanan, pertama, perusahaan harus memisahkan bisnis yang sifatnya
berulang-ulang dari pesanan khusus.Selanjutnya, sel-sel pemanufakturan dapat
dibentuk untuk bisnis berulang-ulang.
Dengan mereorganisasi tata letak
pemanufakturan, pesanan tidak membutuhkan perhatian yang besar dalam
mengelompokkan harga pokok produksi. Hal ini karena biaya dapat dikelompokkan
pada level selular. lagi pula, karena
ukuran lot sekarang lebih sangat kecil,maka tidak praktis untuk menyusun
kartu harga pokok pesanan untuk setiap pesanan. Maka lingkungan pesanan akan
menggunakan sifat sistem harga pokok proses.
Penentuan Harga Pokok
Proses dan JIT
Dalam metode
proses, perhitungan biaya per unit akan menjadi lebih rumit karena
adanya persediaan barang dalam proses. Dengan menggunakan JIT, diusahakan
persediaan nol, sehingga penghitungan unit ekuivalen tidak terlalu dibutuhkan,
dan tidak perlu menghitung biaya dari periode sebelumnya. JIT secara signifikan
mengarah pada penyederhanaan.
JIT
dan Otomasi
Sejak sistem JIT
digunakan, biasanya hanya menunjukkan kemungkinan otomasi dalam beberapa hal.
Karena tidaklah umum bagi perusahaan yang menggunakan JIT untuk
mengikutinya dengan pemilikan
teknologi pemenufakturan maju. Otomasi perusahaan untuk : (a) menaikkan
kapasitas produksi, (b) menaikkan efisiensi, (c) meningkatkan mutu dan
pelayanan, (d) menurukan waktu pengolahan, (e) meningkatkan keluaran.
Otomasi meningkatkan kemampuan untuk
menelusuri biaya pada berbagai produk secara individual. sebagai contoh sel-sel
FMS, merupakan rekan terotomasi dari sel-sel pemanufakturan JIT. Jadi. beberapa
biaya yang merupakan biaya yang tidak langsung dalam lingkungan tradisional
sekarang menjadi biaya langsung.
Penentuan Harga Pokok Backflush
Penentuan harga pokok
backflush mengeliminasi rekening barang dalam proses dan membebankan biaya
produksi secara langsung pada produk selesai. Perusahaan menggunakan backflush
costing jika terdapat kondisi-kondisi sebagai berikut :
1. Manajemen
ingin sistem akuntansi yang sederhana.
2. Setiap
produk ditentukan biaya standarnya.
3. Metode
ini menghasilkan penentuan harga pokok produk yang kira-kira mengasilkan
informasi keuangan yang sama dengan penelusuran secara berurutan.
Ada
dua perubahan relatif pada sistem konvensional yaitu :
1. Perubahan
Akuntansi Bahan
2. Perubahan
Akuntansi Biaya Konversi
Analisis
Biaya-Volume-Laba
Analisis CPV dalam JIT
Dalam
sistem JIT,biaya variabel per unit produk yang dijual turun namun biaya
tetapnya naik.Dalam JIT,biaya variabel berdasar batch tidak ada karena batch
menjadi satu kali.Jadi,rumus biaya dalam JIT dapat digambarkan sebagai berikut:
B = T + V1X1 + V3X3
B
= Biaya Total X1
= Jumlah unit
T
= Biaya tetap X3
= Jumlah kegiatan
V1
= Biaya variabel berdasar unit penjualan (berdasar unit)
V3
= Biaya variabel berdasar non unit
Titik Impas
Titik
impas adalah suatu keadaan dimana perusahaan tidak mendapat laba maupun rugi.
Jadi dapat dikatakan kondisi pendapatan perusahaan dalam keadaan seimbang.
Sistem
JIT
X1 = (I + F1 + X2V2 ) / (P - V1)
Dalam
hal ini:
X1
= Unit produk yang harus dijual untuk
mencapai laba tertentu
I =
Laba sebelum pajak penghasilan
F1 =
Total biaya tetap
X2 =
Jumlah kuantitas berbasis nonunit
V2 =
Biaya variabel per basis non unit
P =
Harga jual per unit
V1
=
Biaya variabel per unit
F.
JIT
Suatu Pandangan Seimbang
Banyak
perusahaan yang menerapkan JIT tetapi tidak sepenuhnya melainkan sebagian.
Banyak perusahaan yang dianggap sebagai pengguna pembelian JIT, tetapi
menggunakan JIT hanya untuk menangani sebagian kecil dari seluruh kebutuhan
bahan bakunya. Beberapa alasannya adalah (1) waktu dan usaha yang diperlukan
untuk mengubah sebagian besar pemasok agar mengikuti pola pengiriman JIT, (2)
kesulitan untuk memperoleh pengiriman dengan biaya rendah sehingga dapat
menjustifikasi pengiriman dlam jumlah kecil namun frekuensi tinggi, (3)
kemungkinan adanya penundaan pengiriman jika pemasok berada ratusan mil
jauhnya, dan (4) tendensi yang menimbulkan frustasi ketika komponen yang
bernilai rendah dan nonkritis enjadi kritis ketika tidak sampai tepat waktu
sehingga pesanan penting pelanggan tidak dapat diselesaikan akibat tidak adanya
persediaan pengaman. Oleh karena itu, beberapa perusahaan yang menyatakan
menggunakan JIT tetap menyimpan persediaan pengaman untuk bahan bakunya guna
berjaga-jaga.
Penggunaan
JIT berguna untuk mengeliminasi persediaan WIP dalam jumlah besar, tingkat WIP
mungkin saja diturunkan menjadi separuh atau seperempat dari sebelumya,
sehingga menimbulkan perbaikan besar dlam hal velositas, kerugian produksi, dan
kebutuhan akan ruang. Namun, WIP yang tersisa jumlahnya masi cukup besar. Salah
satu alasan umum untuk jumlah WIP yang cukup besar itu adalah timbulnya
perasaan frustasi yang kontinu karena harus menghentikan produksi di suatu
lokasi kerja atau lokasi kerja lainnya dikarenakan tidak ada pekerjaan dan
tidak ada persediaan pengaman WIP di lokasi kerja tersebut.
JIT
terbatas dalam penerapannya pada pola permintaan yang berbeda. Apabila
permintaan cukup stabil dari periode ke periode, JIT merupakan sistem yang
ideal, dan banyak pabrik maupun pengaturan lain dapat mencapai pola permintaan
semacam itu. Apabila permintaan berfluktuasi cukup besar dari jam ke jam dan
hari ke hari, maka JIT dirasa kurang praktis untuk diterapkan. Tanpa persediaan
yang dapat dipakai sebagai persediaan penyangga antara tingkat produksi dengan
tingkat permintaan, suatu pabrik harus menolak permintaan pelanggan atau
memiliki cukup banyak karyawan dan peralatan guna menangani permintaan pada
tingkat tertinggi. Jika jumlah permintaan rata-rata hanya sepersekian dari
total permintaan di tingkat tertinggi, JIT mengakibatkan besarnya kapasitas
yang tidak terpakai atau banyaknya kegagalan penjualan. Maka dari itu, beberapa
perusahaan menggunakan alternatif menyimpan cukup persediaan guna memenuhi
permintaan tertinggi dan mengisi kembali persediaan ketika permintaan rendah.
Penerapan
JIT dapat menciptakan konflik dengan ukuran kinerja. ukuran kinerja JIT dan ukuran
kinerja tradisional berbeda, hal ini menimbulkan perilaku yang berlawanan
dengan pendekatan JIT. Jika seorang manajer dievaluasi berdasarkan berpa banyak
kapasitas yang dimanfaatkan, maka respons rasionalnya adalah memastikan bahwa
semua mesin dan pekerja tidak pernah menganggur. Tetapi ketika output tersebut
tidak dibutuhkan di lokasi kerja berikutnya, JIT justru mengharuskan mesin dan
pekerja untuk menganggur. Maka dengan keadaan tersebut jelas kinerja pada JIT
dinilai kurang. Maka seharusnya perubahan ukuran kinerja dari tradisional ke
JIT harus dilakukan guna mnghindari adanya konflik dengan manajemen puncak
terkait ukuran kinerja.
Just In Time adalah suatu
keseluruhan filosofi operasi manajemen dimana segenap sumber daya, termasuk
bahan baku dan suku cadang, personalia, dan fasilitas dipakai sebatas
dibutuhkan. Semua bahan baku dan komponen sebaiknya tiba tepat waktu di lokasi
kerja pada saat dibutuhkan. Produk sebaiknya diselesaikan dan tersedia tepat
waktu bagi pelanggan disaat pelanggan menginginkannya bukan berdasarkan
persediaan yang diantisipasi. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan persediaan
yang ada sehingga dapat mengeliminasikan biaya penyimpanan serta sekaligus
mengeliminasi perlindungan atas kesalahan produksi dan ketidakseimbangan yang diberikan
oleh persediaan sehingga dapat mengurangi pemborosan. JIT juga memperhatikan
keseluruhan system produksi sehingga komponen yang bebas dari cacat dapat
disediakan untuk tingkat produksi selanjutnya tepat ketika mereka dibutuhkan,
tidak terlambat dan tidak terlalu cepat.
PT Astra Honda Motor telah
menggunakan JIT untuk operasi perusahaan sejak tahun 1980. Bayangkan jika
perusahaan otomotif besar seperti PT AHM yang memiliki biaya produksi yang
tinggi, daerah pemasaran yang luas, dan konsumen yang banyak tidak menggunakan
Sistem JIT, maka akan terjadi banyak pemborosan. PT AHM dapat menerapkan Sistem
JIT lebih maksimal karena dibantu dengan adanya perkembangan teknologi
informasi disetiap jalur yang akan melakukan proses perencanaan, produksi,
pemasaran, dan pengawasan. Sasaran implementasi JIT yang dilakukan PT AHM
yaitu:
1. Persediaan Sasaran
utama dalam penerapan Sistem JIT adalah untuk meminimalisasi persediaan. Dengan
adanya persediaan maka akan dibutuhkannya pengeluaran berupa biaya penyimpanan.
PT AHM telah berhasil untuk meminimalisasi persediaan yang dimiliki. Kelebihan
produksi tidak akan terjadi karena produksi dilakukan berdasarkan permintaan
dari pembeli atau pemasok bukan berdasarkan permintaan yang diantisipasi.
Produksi yang dilakukan PT AHM berdasarkan informasi dari bagian pemasaran yang
menggunakan Enterprise Resource Plannning (ERP) sehingga didapatkan data yang
tepat mengenai berapa banyak produk yang akan diproduksi untuk periode
selanjutnya dimana setiap hasil produksi langsung disalurkan ke pemasok
sehingga meminimalisasi bahkan meniadakan jumlah hasil produksi yang tertahan
di gudang persediaan barang jadi dan tentunya akan mengatasi pemborosan.
Apabila
terjadi kelebihan produksi maka tentunya kita akan mengeluarkan biaya
penyimpanan dan biaya antisipasi jika barang tersebut ternyata tidak laku
dijual kemudian mengalami kerusakan karena terlalu lama disimpan di gudang.
Pesanan
untuk pembelian suku cadang dilakukan dengan online sedangkan pemesanan sepeda
motor dilakukan melalui faksmili/telepon. Ketika ada pesanan PT AHM akan
memasok bahan baku dari vendor yang dilakukan tepat waktu,jadi ketika bahan
baku sampai maka akan langsung diproses dan setelah jadi maka akan langsung
dikirimkan ke main dealer. Hal ini terbukti sangat ampuh untuk mengurangi
persediaan atau over produksi.
2. Waktu Siklus
PT AHM berhasil memangkas pemrosesan menjadi lebih efisien karena proses
produksi dilakukan dalam satu lot. PT AHM memproduksi 1 unit motor dalam waktu
13 menit. Produksi dilakukan dengan mesin sehingga tenaga manusia dialihkan
untuk mengawasi dan menganalisis jalannya produksi. Sistem JIT telah memangkas
waktu tunggu dan membuat setiap aliran produk menjadi lebih efisien Waktu
menunggu terjadi akibat pengaruh kecepatan produksi yang ditentukan misalnya oleh
kuota produksi suatu mesin.
Pada PT AHM
produksi dilaksanakan dengan seefisien mungkin dan waktu menunggu bahkan tidak
ada. Untuk memproduksi satu unit produk hanya membutuhkan waktu 13 menit. Hal
ini bisa terjadi karena kemampuan teknologi yang dipakai PT AHM dalam proses
produksi. Kemudian dapat disalurkan langsung ke main dealer sesuai dengan
pesanan.
Maka dengan
dukungan teknologi dan sumber daya yang dimiliki maka tidak akan menimbulkan
waktu menunnggu karena semua rangkaian produksi berdasarkan perhitungan yang
tepat. Semakin tinggi kecepatan produksi suatu perusahaan maka semakin kecil
pula waktu menunggu untuk suatu produk mengalami proses selanjutnya, begitupun
sebaliknya.
3. Perbaikan
yang berkesinambungan PT AHM bisa berkembang dengan pesat karena adanya
perbaikan yang berkesinambungan. Kinerja operasional diukur di tiap-tiap bagian
dengan mengaplikasikan Bussines Intelligent, software dari Cognos. Pengambilan
keputusan atas laporan perkembangan yang berasal dari database akan lebih mudah
karena telah terintegrasi dengan sistem yang dimiliki para pengambil keputusan.
Pemantauan terjadinya barang cacat dan sejauh mana tahapan produksi yang telah
dilalui oleh bahan baku akan lebih mudah terpantau karena setiap bahan baku
telah terpasang Bar Code Text. Sistem komputerisasi yang dimiliki PT AHM akan
dapat mendeteksi barang cacat sehingga akan segera dilakukan perbaikan terhadap
penyebab terjadinya barang cacat dan barang cacat tersebut tidak akan melewati
tahapan selanjutnya sehingga tidak ada barang cacat yang akan melewati tahapan
selanjutnya. Adanya produk gagal atau barang cacat adalah salah satu bentuk
pemborosan terbesar yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur. Apabila barang
cacat diketahui terlebih dahulu maka kerugian yang lebih besar dapat dihindari
dengan menghentikan produksi dan menemukan penyebabnya serta mencari solusi
yang tepat. Perusahaan akan mengeluarkan biaya yang sangat besar apabila barang
cacat tersebut tidak terdeteksi selama produksi sehingga sampai ke tangan
konsumen dan baru diketahui ketika ada keluhan. Mau tidak mau perusahaan harus
menarik/mengganti produk tersebut sehingga dapat dibayangkan besarnya kerugian
yang akan dialami, belum lagi citra produk kita di mata konsumen akan merosot dan
akan menurunkan permintaan.
4. Penghapusan
pemborosan penghaspusan pemborosan dapat dilakukan karena PT AHM telah memenuhi
kondisi sebagai berikut:
·
Produksi tidak menyisakan persediaan
·
Waktu tunggu minimum, bahkan hampir
tidak ada
·
Minimalisasi biaya terhadap barang
cacat
·
Beban kerja yang seimbang dan merata
·
Tidak ada interupsi karena kehabisan
persediaan dan kualitas buruk,
Ternyata tidak selamanya JIT berdapampak positif.
Ternyata tidak selamanya JIT berdapampak positif.
Penerapan
JIT pada perusahaan manufaktur juga akan menimbulkan dampak negatif apabila:
a. Pengiriman
bahan baku terlambat sehingga terganggunya proses produksi
b. Kinerja
manajer dianggap menurun apabila pengambil keputusan tertinggi masih
berorientasi pada Total Quantity Manufacture
c. Sistem TI
sangat berpengaruh pada sistem keseluruhan produksi mengalami kerusakan atau di
hack
Setiap
pengambilan keputusan atas perkembangan perusahaan akan memiliki dua dampak
yang berbeda dan akan menimbulkan opportunity cost. Yang paling penting dalam
penerapan JIT adalah penggunaan persediaan seefisien mungkin dan menghindari
pemborosan. Penerapan JIT sesuai dengan kandungan Al Qur’an “Dan berikanlah
kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang
yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros. (QS. 17:26). “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara
syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (QS. 17:27)
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Just In Time
atau sering disebut JIT
merupakan suatu falsafah peninkatan berkelanjutan. JIT memfokuskan pada
penghapusan kesia- siaan dari proses produksi. Karena kesia –siaan ini dapat
menyebabkan pertambahan nilai dari suatu barang yang diproduksi oleh sebuah
perusahaan.
JIT juga
dianggap lebih efisien jika dibndingkan dengan konsep dan sistem – sistem
lainya. Hal ini dikareakan JIT sendiri dpat memperbaiki tata letak penjadwalan,
tenaga kerja, persediaan. JIT juga diterapkan pada perusahan yang bergerak
disektor jasa diantaranya pada teknik dalam menangani pemasok, tata letak,
persediaan maupun penjadwalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar