PAJAK PENGHASILAN 22
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG
Pajak Penghasilan Pasal 22 atau disingkat PPh Pasal 22 adalah
salah satu bentuk pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan yang dilakukan
oleh pihak lain terhadap Wajib Pajak. Pengenaan PPh Pasal 22 dikenakan terhadap
kegiatan perdagangan barang. Titik pengenaannya ada yang dilakukan pada saat
penjualan ada pula pada saat pembelian. Pada umumnya pengenaan PPh Pasal 22 ini
dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap “menguntungkan” sehingga
penjual atau pembelinya kemungkinan besar akan mengalami keuntungan dan dengan
demikian, pantaslah atas Wajib Pajak tersebut dikenakan cicilan pembayaran
Pajak Penghasilan.
2.
RUMUSAN
MASALAH
1. Jelaskan
Pengertian PPh 22 ?
2. Siapa
saja yang menjadi Subyek PPh 22 ?
3. Siapa
saja yang menjadi Obyek PPh 22 ?
4. Siapa
saja Pemungut pajak PPh 22 ?
5. Bagaimana
Mekanisme Pemungutan PPh 22 ?
6. Berapa
Tarif PPh 22 ?
3. MANFAAT
1. Untuk
dapat memahami mengenai pengertian PPh 22
2. Untuk
dapat mengerti tentang siapa saja yang menjadi subjek PPh 22
3. Untuk
dapat mengerti tentang siapa saja yang menjadi objek PPh 22
4. Untuk
dapat memahami siapa saja para pemungut pajak PPh 22
5. Untuk
dapat menjelaskan bagaimana mekanisme pemungutan PPh 22
6. Untuk
dapat mengerti berapa tarif PPh 22
BAB
II
ISI
PAJAK
PENGHASILAN 22
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang
dipungut oleh:
1.
Bendahara
Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2.
Badan-badan
tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
SUBJEK PAJAK PPh 22
1.
Importir
sehubungan dengan impor
2. Rekanan Pemerintah sehubungan dengan APBD/APBN/Non
APBN
3.
Konsumen
dengan badan tertentu
OBJEK PAJAK PPh 22
Adapun
objek PPh pasal 22 adalah sebagai berikut :
1. Pembelian
a. Pembelian barang oleh bendaharawan
b. Pembelian bahan-bahan berupa hasil
perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan untuk keperluan industri dan
ekspor dari pedagangan pengepul
2. Impor Barang
3. Penjualan oleh Industri Tertentu
a. Industri baja
b. Industri semen
c. Industri kertas
d. Industri otomotif
4. Penjualan BBM dan Gas oleh PERTAMINA
a. Premium, solar, premix/superTT,
minyak tanah, gas/LPG, dan pelumas.
5. Penjualan Barang yang tergolong
sangat Mewah
a. Pesawat udara pribadi, kapal pesiar,
rumah sangat mewah, apartemen sangat mewah dan kendaraan sangat mewah, dll.
PEMUNGUT
PPh 22
1.
Bank
Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
2.
Direktorat
Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang
melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
3.
BUMN/BUMD
yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara
(APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka
4;
4.
Bank
Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG),
PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT.
Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN
yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun
dari non APBN;
5.
Badan
usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri
kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6.
Produsen
atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas.
7.
Industri
dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian
bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang
pengumpul.
MEKANISME PEMUNGUTAN PPh 22
1.
Atas Impor
- Impor dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 disetor
oleh importir ke Bank Devisa dengan menggunakan formulir Surat Setoran
Pajak yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak;
- Impor tidak dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22
dipungut dan disetor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh
Pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu :
o
Lembar pertama untuk
pembeli;
o
Lembar kedua untuk
disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
o
Lembar ketiga untuk
arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22
atas impor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan ke
Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, dan harus melaporkan hasil
pemungutannya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak secara mingguan
selambat-lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
Direktorat Jenderal
Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, harus memungut dan
menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank
persepsi, pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran, dengan menggunakan
formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan
serta ditandatangani oleh Bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan
pajak. Pelaporan harus disampaikan selambat-lambatnya empat belas hari setelah
Masa Pajak berakhir.
Badan usaha yang
bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif yang
ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memungut PPh Pasal 22 atas
penjualan hasil produksinya di dalam negeri dan wajib menerbitkan Bukti
Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu :
o
Lembar pertama untuk
pembeli;
o
Lembar kedua untuk
disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
o
Lembar ketiga untuk
arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Badan usaha tersebut harus menyetorkan secara kolektif pemungutan PPh Pasal
22 selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir. Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa
selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.
PPh Pasal 22 dari
penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya, dari penyerahan bahan bakar
minyak dan gas oleh badan usaha selain Pertamina, dan dari penyerahan gula
pasir dan tepung terigu oleh Bulog, dipungut dengan cara dilunasi sendiri oleh
Wajib Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah
Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus, dengan menggunakan SSP yang juga
merupakan bukti pungutan pajak.
TARIF PPh 22
1.
Atas
impor :
a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5%
(dua setengah persen) dari nilai impor;
b. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah
persen) dari nilai impor;
c. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari
harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB,
Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga
pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
a. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
b. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
c. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
d. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang
oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai
berikut:
Jenis
Bahan Bakar
|
SPBI
Swastanisasi
(%
dari penjualan)
|
SPBU
(% dari Pertamina)
|
Premium
|
0,3
|
0,25
|
Solar
|
0,3
|
0,25
|
Premix/Super
TT
|
0,3
|
0,25
|
Minyak
Tanah
|
|
0,3
|
Gas
LPG
|
|
0,3
|
Pelumas
|
|
0
|
Catatan:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri
atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan sebesar 2,5 % dari harga
pembelian tidak termasuk PPN.
CONTOH SOAL
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS
IMPOR BARANG
CONTOH
1---PT KIA
Motors mengimpor barang dari Korea. PT KIA adalah importir mobil yang telah
memiliki Angka Pengenal Impor. PT KIA mengimpor unit 50 mobil, dengan harga
faktur $ 10.000 per unit. Biaya asuransi dan biaya angkut yang berkaitan dengan
impor mobil tersebut masing-masing adalah $3.000 dan $7.000. Bea masuk yang
dibayar oleh PT KIA Motors sebesar 5% dari CIF dan bea masuk tambahan sebesar
20% dari CIF. Kurs pada saat itu ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebesar $1 =
Rp 9.000. Berapa PPh pasal 22 yang harus dibayar?
Harga faktur : 50 unit x $10.000 $500.000
Biaya asuransi $ 3.000
Biaya angkut $ 7.000 +
CIF $
510.000
Bea masuk: 5% x $510.000 $ 25.500
Bea masuk tambahan:20% x $510.000 $ 102.000 +
Nilai Impor $
637.500
Nilai Impor dalam rupiah:
$637.500 x Rp 9.000 =
Rp 5.737.500.000
PPh 22 yang harus dipungut (memiliki
API)
2,5% x Rp 5.737.500.000 = Rp
143.437.500
CONTOH
2---PT
Cipta Mandiri Bangsa mengimpor barang dari Jepang. PT Cipta Mandiri Bangsa
tidak memilki Angka pengenal Impor, adalah perusahaan percetakan yang mengimpor
mesin Fotokopi dari Jepang sebanyak 20 unit barang. Harga faktur per unit
sebesar US$500. Biaya asuransi dan biaya angkut antar daerah pabean
masing-masing 5% dan 10% dari harga faktur. Pungutan pabean lain yang sah
adalah Rp 22.500.000,-. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada waktu
itu adalah Rp 9.000. Berapa PPh 22 yang harus dibayar?
Harga faktur 20 x $500 $10.000
Biaya asuransi 5% x $10.000 $
500
Biaya angkut 10% x $10.000 $
1.000 +
CIF $11.500
CIF dalam Rupiah $11.500 x Rp 9.000 Rp 103.500.000
Pungutan pabean lainnya Rp
22.500.000 +
Nilai Impor Rp
126.000.000
PPh 22 yang harus dipungut (tidak
memiliki API):
Rp 126.000.000 x 7,5% = Rp 9.450.000
PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PEMBELIAN OLEH INSTANSI PEMERINTAH, BUMN/BUMD, DAN
INSTANSI TERTENTU
CONTOH
1---Dinas
Pendidikan Nasional Kota Yogyakarta membeli mebel dan peralatan kantor lain
dari PT Furniture senilai Rp 220.000.000 (termasuk PPN 10%). PPh 22 yang harus
dipungut oleh bendaharawan Dinas Pendidikan Nasional kota Yogyakarta adalah
sebagai berikut:
DPP
PPN = (100/110) x Rp 220.000.000 = Rp 220.000.000
PPh pasal 22 = Rp 220.000.000 x 1,5% = Rp
3.000.000,-
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: Bendahara Pemerintah
Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara
lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan Badan-badan
tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Yang menjadi objek PPh 22
antara lain Pembelian,
Impor Barang, Penjualan oleh Industri Tertentu, Penjualan BBM dan Gas oleh
PERTAMINA serta Penjualan Barang yang tergolong sangat Mewah
SARAN
Dengan adanya pembahasan mengenai
PPH 24 ini, diharapkan kepada para pembaca sekalian untuk dapat lebih mengerti
dan memahami mengenai pengertian dan sistem perhitungan di dalam PPH 24 itu
sendiri. Sehingga kedepannya kita dapat menerapkan segala ilmu yang terkandung
di dalam penulisan makalah ini ke dalam dunia nyata yakni dunia kerja yang
syarat akan prinsip profesionalitas dan efektifitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar