AUDITING II
SA 330, 402, dan 450
Disusun oleh:
KELOMPOK 10 (S1AK2013A)
Aris
Yunita (13080694013)
Al
Iswatul Rahmah (13080694021)
Zainal
Arifin (13080694029)
Fahmi
Audhi (13080694039)
Okta
Wisky (10080694084)
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
2016
Standar
Audit (SA) 330
Standar Audit ini berkaitan dengan tanggung jawab
auditor untuk merancang dan menerapkan respons terhadap risiko kesalahan
penyajian material yang diidentifikasi dan dinilai oleh auditor dalam suatu
audit atas laporan keuangan.
Tujuan
Tujuan
auditor adalah untuk memperoleh bukti audit cukup dan tepat yang berkaitan
dengan penilaian risiko kesalahan penyajian material, melalui pendesainan dan
penerapan respons yang tepat terhadap risiko tersebut.
Definisi
Untuk
tujuan SA ini, istilah-istilah berikut mempunyai arti yang dijelaskan seperti
di bawah ini:
(a) Prosedur substantif: Suatu prosedur audit
yang dirancang untuk mendeteksi kesalahan penyajian material pada tingkat
asersi. Prosedur substantif terdiri dari:
(i)
Pengujian rinci (dari setiap golongan transaksi, saldo akun, dan
pengungkapan); dan
(ii) Prosedur analitis substantif.
(b) Pengujian pengendalian: Suatu prosedur
audit yang dirancang untuk mengevaluasi efektivitas operasi pengendalian dalam
mencegah, atau mendeteksi danmengoreksi, kesalahan penyajian material pada
tingkat asersi.
Ketentuan
1.
Respons Keseluruhan
Auditor harus
merancang dan mengimplementasikan respons keseluruhan untuk menanggapi risiko
kesalahan penyajian material yang telah dinilai pada tingkat laporan keuangan.
2. Prosedur Audit
Sebagai Respons terhadap Risiko Kesalahan PenyajianMaterial yang Telah Dinilai
pada Tingkat Asersi
Auditor harus
merancang dan mengimplementasikan prosedur audit lebih lanjut yang sifat, saat,
dan luasnya didasarkan pada dan merupakan respons terhadap risiko kesalahan
penyajian material yang telah dinilai pada tingkat asersi.
3.
Kecukupan Penyajian dan Pengungkapan
Auditor
harus melaksanakan prosedur audit untuk menilai apakah penyajian menyeluruh
laporan keuangan, termasuk pengungkapan yang bersangkutan, adalah sesuai dengan
kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.
4.
Evaluasi terhadap Kecukupan dan Ketepatan
Bukti Audit
Auditor harus
menyimpulkan apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh. Dalam
menyatakan suatu opini, auditor harus mempertimbangkan semua bukti audit
relevan, tanpa memperhatikan apakah bukti tersebut mendukung atau bertentangan
dengan asersi dalam laporan keuangan.
5.
Dokumentasi
Auditor
harus memasukkan dalam dokumentasi audit:2
a.
Respons keseluruhan untuk menanggapi risiko kesalahan penyajian material
yang telah dinilai pada tingkat laporan keuangan, dan sifat, saat, dan luas
prosedur audit lebih lanjut yang dilaksanakan;
b.
Hubungan antara prosedur audit dengan risiko yang telah dinilaipada
tingkat asersi; dan
c.
Hasil prosedur audit, termasuk kesimpulan ketika prosedur audit belum
memberikan hasil yang jelas.
Standart
Audit (SA) 402
Standar Audit (“SA”) ini mengatur
tentang tanggung jawab auditor pengguna untuk memperoleh bukti audit yang cukup
dan tepat ketika suatu entitas pengguna memanfaatkan jasa dari satu atau lebih
organisasi jasa. Secara spesifik, standar ini menjelaskan tentang bagaimana
auditor pengguna menerapkan SA 315:1 dan SA 330:2 dalam memperoleh pemahaman
tentang entitas pengguna, termasuk pengendalian internal yang relevan dengan
audit, yang cukup untuk mengidentifikasi dan menilai risiko adanya kesalahan
penyajian material dan dalam merancang dan melaksanakan prosedur audit lebih lanjut
sebagai respons terhadap risiko tersebut.
Tujuan
Tujuan auditor pengguna, ketika
entitas pengguna menggunakan jasa dari suatu organisasi jasa, adalah:
a) Untuk
memperoleh pemahaman tentang sifat dan signifikansi jasa yang disediakan oleh
organisasi jasa dan dampaknya terhadap pengendalian internal entitas pengguna
yang relevan dengan audit, yang cukup untuk mengidentifikasi dan menilai risiko
kesalahan penyajian material.
b) Untuk
merancang dan melaksanakan prosedur audit sebagai respons terhadap risiko tersebut.
Ketentuan-ketentuan
terkait SA 402
1. Pemerolehan
Pemahaman tentang jasa yang disediakan oleh organisasi jasa, termasuk
pengendalian internal
Pada
waktu pemerolehan pemahaman tentang entitas pengguna berdasarkan SA 315,3
auditor pengguna harus memperoleh suatu pemahaman tentang bagaimana entitas
pengguna memanfaatkan jasa organisasi jasa dalam kegiatan operasi entitas
pengguna.
2. Respons
terhadap risiko yang telah dinilai atas kesalahan penyajian material
Dalam
merespons risiko yang telah dinilai berdasarkan SA 330, auditor pengguna harus
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a)
Menentukan apakah
kecukupan dan ketepatan bukti audit tentang asersi laporan keuangan yang
relevan tersedia dari catatan yang ada di tangan entitas pengguna; dan, jika
tidak
b)
Melaksanakan prosedur
audit lebih lanjut untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat atau
menggunakan auditor lain untuk melaksanakan prosedur tersebut di organisasi
jasa bagi kepentingan auditor pengguna.
3. Laporan
tipe 1 dan tipe 2 yang tidak memasukkan jasa organisasi subjasa
Apabila
auditor pengguna merencanakan untuk menggunakan laporan tipe 1 atau tipe 2 yang
tidak memasukkan jasa yang disediakan oleh organisasi subjasa dan jasa tersebut
relevan dengan audit atas laporan keuangan entitas pengguna, auditor pengguna
harus menerapkan ketentuan SA ini sesuai dengan jasa yang disediakan oleh
organisasi subjasa.
4. Kecurangan,
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan kesalahan penyajian
yang tidak dikoreksi berkaitan dengan aktivitas di organisasi jasa.
Auditor
pengguna harus meminta keterangan kepada manajemen entitas pengguna apakah
organisasi jasa telah melaporkan kepada entitas pengguna, atau apakah entitas
pengguna menyadari adanya kecurangan, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,
atau kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi yang memengaruhi laporan keuangan
entitas pengguna. Auditor pengguna harus mengevaluasi bagaimana hal-hal
tersebut memengaruhi sifat, saat, dan luas prosedur audit lebih lanjut,
termasuk dampak terhadap kesimpulan dan laporan auditor pengguna.
6. Pelaporan
oleh Auditor pengguna
Auditor pengguna tidak
boleh mengacu ke pekerjaan auditor jasa dalam laporan auditor pengguna yang
berisi opini tanpa modifikasian kecuali jika diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
Jika pengacuan tersebut diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, laporan
auditor pengguna harus menunjukkan bahwa pengacuan tersebut tidak mengurangi
tanggung jawab auditor pengguna terhadap opini audit tersebut.
Standar
Audit (SA) 450
Standar Audit ini berkaitan dengan
tanggung jawab auditor untuk mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang
diidentifikasi dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika
ada, terhadap laporan keuangan.
Tujuan
Tujuan auditor adalah untuk
mengevaluasi:
a) Dampak
kesalahan penyajian yang diidentifikasi atas audit
b) Dampak
kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan.
Ketentuan
dalam SA 450
1. Akumulasi Kesalahan Penyajian yang Diidentifikasi
Auditor harus mengakumulasi
kesalahan penyajian yang diidentifikasi selama audit.
2. Pertimbangan
atas Kesalahan Penyajian yang Diidentifikasi selama Audit Berlangsung
Auditor harus
menentukan apakah strategi audit dan rencana audit secara keseluruhan perlu
direvisi jika sifat kesalahan penyajian yang diidentifikasi dan keadaan
keterjadiannya menunjukkan bahwa kesalahan penyajian lain mungkin ada dan jika
diagregasikan dengan kesalahan penyajian yang telah diakumulasi selama audit,
dapat menjadi material.
Jika berdasarkan permintaan
auditor, manajemen telah memeriksa suatu golongan transaksi, saldo akun,
ataupengungkapan dan mengoreksi kesalahan penyajian yangtelah dideteksi,
auditor harus melaksanakan prosedur audittambahan untuk menentukan apakah
kesalahan penyajiantersebut masih ada.
3. Komunikasi
dan Koreksi atas Kesalahan Penyajian
Auditor harus
mengomunikasikan secara tepat waktu semua kesalahan penyajian yang diakumulasi
selama audit dengantingkat manajemen yang tepat, kecuali jika dilarang
olehperaturan perundang-undangan. Namun jika manajemen menolak untuk mengoreksi
beberapa atau semua kesalahan penyajian yang dikomunikasikan olehauditor,
auditor harus memperoleh pemahaman tentangalasan manajemen mengapa menolak membuat koreksi dan harus
memperhitungkan pemahaman tersebut pada waktumengevaluasi apakah laporan
keuangan secara keseluruhanbebas dari kesalahan penyajian material
4. Pengevaluasian
Dampak Kesalahan Penyajian yang Tidak Dikoreksi
Auditor harus
menentukan apakah kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi adalah material,
secara individual atausecara agregasi. Dalam membuat penentuan ini, auditor
harus mempertimbangkan:
a) Ukuran
dan sifat kesalahan penyajian tersebut baik dalamhubungannya dengan golongan
transaksi, saldo akun,atau pengungkapan tertentu dan laporan keuangansecara
keseluruhan, dan kondisi tertentu tentangterjadinya kesalahan penyajian
tersebut.
b) Dampak
kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi yangberkaitan dengan periode lalu atas
golongan transaksi,saldo akun, atau pengungkapan yang relevan, sertalaporan keuangan
secara keseluruhan.
5. Representasi
Tertulis
Auditor harus meminta
suatu representasi tertulis dari manajemen dan, jika relevan, pihak yang
bertanggungjawab atas tata kelola apakah mereka yakin bahwa dampakkesalahan
penyajian yang tidak dikoreksi adalah tidakmaterial, secara individual dan
agregasi, terhadap laporankeuangan secara keseluruhan.
6. Dokumentasi
Auditor harus
mencantumkan dalam dokumentasi audit :
a. batas
dari jumlah kesalahan penyajian yang dipandang tidak penting
b. Semua
kesalahan penyajian yang diakumulasi selama audit dan apakah kesalahan penyajian
tersebut telahdikoreksi
c. Kesimpulan
auditor tentang apakah kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi tersebut adalah
material, secaraindividual atau agregasi, dan dasar kesimpulannya
KASUS
PT
Great River International merupakan perusahaan pakaian jadi berkualitas tinggi
dan terkemuka di Indonesia. PT Great River International Didirikan oleh Sukanta
Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja pada tahun 1976 dengan nama PT. Great River
Garments Industries. Kemudian pada tahun 1996 Berganti nama menjadi PT Great
River International. Pada awalnya, PT Great River International mengalami
perkembangan yang sangat pesat hal ini ditandai dengan diperolehnya beberapa
kali penghargaan dari majalah Asiamoney dan berhasil lulus sertifikasi ISO 9002
untuk quality management. Namun mulai tahun 2002, PT. Great River International
mulai mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan permohonan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga.
Akuntan
publik Justinus Aditya Sidharta diindikasi melakukan kesalahan dalam mengaudit
laporan keuangan PT. Great River Internasional, Tbk. tahun buku 2003. Kasus
tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam yang
menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga
ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan
perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang.
Berdasarkan investigasi tersebut Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang
memeriksa laporan keuangan Great River ikut menjadi tersangka.
Kasus
Great River berawal pada sekitar bulan Juli hingga September 2004, PT Bank
Mandiri telah membeli obligasi PT Great River International, Tbk sebesar Rp50
miliar dan memberi fasilitas Kredit Investasi; Kredit Modal Kerja; dan Non Cash
Loan kepada PT. Great River Internasional senilai lebih dari Rp265 milyar yang
diduga mengandung unsur melawan hukum karena obligasi tersebut default dan
kreditnya macet.
Sejak
Agustus 2005, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan
Great River tahun buku 2003. Bapepam telah menemukan adanya:
a.
Overstatement atas penyajian akun
penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRIV per 31 Desember 2003
b.
Penambahan aktiva tetap perseroan,
khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak
dapat dibuktikan kebenarannya.
Akibatnya,
Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250
miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp 400 miliar.
Ketua
Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi
dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. Berdasarkan
hal-hal tersebut, Bapepam pada tanggal 22 November 2005 meningkatkan
Pemeriksaan atas kasus GRIV ke tahap Penyidikan. Sehubungan dengan tindakan
Penyidikan tersebut, Bapepam telah dan akan berkoordinasi dengan instansi
penegak hukum terkait.
Menteri
Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan
izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi
tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas
Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River)
tahun 2003.
Pembekuan
izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan
Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal
15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia
Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu
Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP
dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi
pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP
Analisis
Kasus
1.
Analisis
terkait SA 330
Dalam SA 330 terkait dengan
tanggung jawab auditor untuk merancang dan menerapkan respon terhadap risiko
kesalahan penyajian material yang diidentifikasi dan dinilai auditor dalam
suatu audit atas laporan keuangan. Kasus PT Great River International, Tbk di
atas, yang melibatkan akuntan publik Justinus Aditya Sidharta, Auditor dengan
sengaja tidak menerapkan respon terhadap
risiko salah saji yang material sehingga menyebabkan overstatement atas
penyajian akun penjualan dan piutang serta penambahan aktiva perseroan di
bagian obligasi yang menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan dalam arus kas
dan gagal membayar utang. Berdasarkan informasi dari ketua Bapepam Fuad Rahmany,
auditor telah melakukan tindakan
konspirasi dengan pihak entitas ( melakukan fraud ) dan tidak menerapkan
independensinya sebagai auditor dalam penyajian laporan keuangan. Hal ini sudah menunjukan bahwa AP Justinus Aditya
Sidharta melanggar ISA 330.6, 330.7, dan 330.20. Tindakan
auditor tersebut menjadi faktor terkuat auditor tidak
mengaplikasikan dengan benar prosedur substantif yang terdiri dari pengujian
rinci dari pengungkapan yang dilakukan pihak entitas, prosedur analitis
substantif, dan prosedur pengendalian ( gagal mencegah, mendeteksi, dan mengoreksi
salah saji ) Padahal seharusnya Auditor mampu untuk menjalankan prosedur
substantif, prosedur pengendalian sebelum akhirnya menentukan respon terhadap
kesalahan salah saji secara tepat.
AP bersangkutan lebih menunjukkan kecerobohan-nya dalam melaksanakan prosedur
audit. Seharusnya AP Justinus
A. Sidharta melakukan prosedur substantive secara tepat seperti pada ISA
330.18-330.23. Setelah itu AP Justinus A. Sidharta dapat melakukan perubahan penilaian
risiko sebelum berakhirnya audit (ISA 330.25). AP Justinus
A. Sidharta juga telah melakukan kesalahan sesuai ISA 330.27 apakah bukti yang
cukup dan tepat sudah diperoleh sehingga overstatement tidak akan terjadi.
2.
Analisis
terkait SA 402
Standar Audit (“SA”) ini memberi petunjuk-petunjuk mengenai pertimbangan audit
berkenaan dengan entitas yang menggunakan organisasi pemberi jasa. Faktor
sosio-ekonomis, daya-tawar (bargaining
power) serikat pekerja, dan kebijakan pemerintah sangat mempengaruhi
perkembangan organisasi pemberi jasa di Indonesia. Sesuai dengan ISA ini maka
seorang audit wajib mempertimbangkan audit plan yang telah dibuat. Terdapat
pula data bahwa:
PT
Great River International merupakan perusahaan pakaian jadi berkualitas tinggi
dan terkemuka di Indonesia. PT Great River International Didirikan oleh Sukanta
Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja pada tahun 1976 dengan nama PT. Great River Garments
Industries. Kemudian pada tahun 1996 Berganti nama menjadi PT Great River
International. Pada awalnya, PT Great River International mengalami
perkembangan yang sangat pesat hal ini ditandai dengan diperolehnya beberapa
kali penghargaan dari majalah Asiamoney dan berhasil lulus sertifikasi ISO 9002
untuk quality management. Namun mulai tahun 2002, PT. Great River International
mulai mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan permohonan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga.
Permohonan
PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan permohonan pailit yang diajukan oleh
Citibank atas utang senilai US $10 juta yang berasal dari US $ 2 juta dari
Revolving Credit Agreement pada 16 Februari 1994 dan US $ 8 juta dari Revolving
Credit Agreement-Domestic Trade Payable Onshore tanggal 16 November 1995. PT
Great River International memperkirakan jumlah kewajibannya yang telah dan akan
jatuh tempo, di luar utangnya kepada Citibank, adalah sebesar US $179.291.292.
Sedangkan total aset yang dimiliki diperkirakan sebesar Rp1.674.716.315.355.
Perusahaan garmen PT Great River International Tbk membukukan laba bersih
sebesar Rp 1,023 trilyun per September 2002, melonjak dari periode yang sama
tahun sebelumnya yang masih membukukan rugi bersih Rp 11,298 milyar. Demikian
dikemukakan Dirut Great River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan keuangan kepada
Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Lonjakan
laba bersih itu lebih disebabkan adanya pendapatan pos luar biasa dari hasil
restrukturisasi utang sebesar Rp 1,277 trilyun. Dari total utang sebesar 172,5
juta dollar AS, Great River memperoleh potongan utang (hair cut) sebesar 85
persen atau untuk setiap dollar utangnya, perseroan hanya membayar 15 sen. Oleh
karena itu, pos-pos yang tadinya untuk membayar utang, karena ada koreksi
pembukuan, berubah menjadi keuntungan. Secara langsung, pendapatan dari pos
luar biasa tersebut tidak mempengaruhi aliran dana tunai (cashflow) perusahaan,
tetapi mengubah struktur keuangan perseroan menjadi positif. Sebagaimana
dialami berbagai emiten lainnya, perusahaan garmen ini mengalami kesulitan
keuangan semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Melonjaknya nilai tukar dollar AS
terhadap rupiah membuat nilai utang perseroan melejit ke atas. Proses
restrukturisasi yang sudah dirintis manajemen selama 4 tahun, sejak tahun 1998
tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan penandatanganan scheme buy back
(skema pembelian kembali) utang pada bulan Agustus 2002.
Dengan
mengetahui data di atas auditor bisa menjalanka ISA 402.7 mengenai menetapkan
tujuan audit laporan keuangan entitas pengguna organisasi pemberi jasa. Apabila
AP Justinus A. Sidharta telah
membuat audit plan maka ap tersebut mengetahui pasti risiko pada PT Great River
Internasional Tbk sehingga tidak terjadi salah saji yang material. Auditor yang
berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan. Mereka
juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan
dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada
tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari. Namun sesuai
dengan tanggung jawabnya untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan
suatu perusahaan, maka akuntan publik tidak hanya perlu memiliki kompetensi
atau keahlian saja tetapi juga harus independen dalam mengaudit. Tanpa adanya
independensi, auditor tidak berarti apa-apa. Masyarakat tidak percaya akan
hasil audit dari auditor sehingga masyarakat tidak akan meminta jasa
pengauditan dari auditor. Atau dengan kata lain, keberadaan auditor ditentukan
oleh independensinya (Supriyono, 1988).
3.
Analisis
terkait SA 450
Dalam SA 450.5 dijelaskan bahwa
auditor wajib mengumpulkan salah saji yang ditemukan dalam auditnya, kecuali
salah saji yang jelas-jelas sepele. Namun dalam laporan keuangan PT Great River
Internasional Tbk terdapat salah saji berupa :
c.
Overstatement atas penyajian akun
penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRIV per 31 Desember 2003
d.
Penambahan aktiva tetap perseroan,
khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak
dapat dibuktikan kebenarannya.
Akibat adanya
penggelembungan account penjualan, piutang dan asset tersebut terjadi salah
saji hingga mencapai ratusan milyar rupiah, dimana salah saji tersebut bukanlah
merupakan salah saji yang sepele. Seharusnya auditor melakukan koreksi terhadap
salah saji tersebut karena hal ini sangat mempengaruhi pengambilan keputusan
oleh pengguna laporan keuangan. Misalnya pengambilan keputusan yang akan
diambil oleh kreditur, dalam hal ini Bank Mandiri telah memberikan fasilitas
kredit kepada PT Great River Internasional Tbk, karena dalam laporan keuangan
yang disajikan tercatat bahwa PT Great River memperoleh laba yang cukup tinggi,
namun pada kenyataannya PT Great River saat itu sedang mengalami kesulitan arus
kas. Dalam kasus ini auditor telah mengetahui adanya salah saji dalam laporan
keuangan PT Great River yang bersifat material namun auditor secara sengaja
menyembunyikan kesalahan tersebut.
Menanggapi
tudingan tersebut, Kantor
akuntan publik Johan Malonda & Rekan membantah telah melakukan kegiatan
konspirasi dalam mengaudit laporan keuangan tahunan PT Great River
International, Tbk. Justinus A. Sidharta selaku Deputy Managing Director Johan
Malonda menyatakan, selama mengaudit pembukuan PT Great River International Tbk,
pihaknya tidak menemukan adanya penggelembungan akun penjualan atau
penyimpangan dana obligasi. Akan tetapi pihak KAP menemukan adanya penggunaan
metode pencatatan akuntansi yang berbeda dengan ketentuan yang ada.
Menurut
Justinus, PT Great River International, Tbk banyak menerima order pembuatan
pakaian dari luar negeri dengan ketentuan bahan baku dari pihak pemesan.
Sehingga perusahaan hanya dibebankan ongkos operasi pembuatan pakaian. Akan
tetapi pada saat pesanan dikirimkan ke luar negeri, dalam nilai ekspornya
dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku, aksesori, ongkos kerja, dan
laba perusahaan dengan tujuan untuk menghindari dugaan dumping dan sanksi
perpajakan. Sebab, katanya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima
perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya
penggelembungan nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan sebagai
menyembunyikan informasi secara sengaja.
Justinus
menyatakan model pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, katanya,
saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga hal
itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan nilai penjualan.
Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja.
Johan Malonda & Rekan mulai menjadi auditor Great
River sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$150
Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang
85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian Great River
menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman tersebut. "Kami
hanya tahu kondisi perusahaan pada rentang 2001-2003," kata Justinus.
Hal ini menunjukan bahwa AP Justinus A. Sidharta tidak
lakukan prosedur audit ISA 450 yang berkaitan dengan
tanggung jawab auditor untuk mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang
diidentifikasi dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika
ada, terhadap laporan keuangan. Sebelum seorang
audit menerbitkan opini harus meninjau kembali ISA 450.11 dan 450.12 yang
berkaitan dengan materialitas dan pelaporan. Apabila ada bantahan dari AP
bersangkutan seperti diatas ada kemungkinan AP bersangkutan melewatkan prosedur
pada ISA 450.11 alinea A13-A17, A19-A20 tentang besar dan sifat salah saji.
Seharusnya AP Justinus A. Sidharta
dapat bertidak sesuai dengan ISA 450.9 tentang manaje-men menolak
koreksi salah saji yang dikomunikasikan oleh auditor. Auditor wajib mempero-leh
pemahaman mengenai alasan penolakan manajemen dan dapat mempertimbangkan
pema-haman tersebut ketika evaluasi. Sehingga auditor dapat menilai WTP atau
WDP (dan membe-rikan penekanan pada bagian mana yang tidak bisa dinilai secara
tepat).
DAFTAR
PUSTAKA
http://iapi.or.id/multimedia/45-Standar-Audit-330
http://iapi.or.id/multimedia/45-Standar-Audit-402
http://iapi.or.id/multimedia/45-Standar-Audit-450
Tidak ada komentar:
Posting Komentar