Pajak Bea Materai
Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan berkembangnya kondisi bisnis internasional, maka
penghasilan yang diterima wajib pajak dalam negeri juga beragam baik
penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun penghasilan yang berasal dari
luar negeri. Dalam kegiatan ini tentunya terjadi tambahan kemampuan ekonomis
atau penghasilan yang didapat oleh wajib pajak dalam negeri dan juga merupakan
objek dari pajak khususnya PPh pasal 24. Disini peran pemerintah sangatlah
berpengaruh karena agar tidak terjadinya pengenaan pajak berganda antara Negara
dimana tempat penghasilan ini bersumber dan Negara Indonesia selaku pemungut
pajak penghasilan dari wajib pajak dalam negeri.
Mungkin untuk sebagian besar masyarakat Indonesia masih enggan
melaporkan seluruh laba usahanya baik yang di dalam negeri maupun luar negeri.
Banyak alasan yang diberikan wajib pajak untuk tidak melaporkan usahanya.
Sebenarnya dengan kita melaporkan usaha kita terutama atas penghasilan
dari Luar Negeri akan memberikan keuntungan bagi Wajib Pajak Karena
atas pajak yang sudah di bayar di Luar Negeri dapat dikreditkan pada kahir
tahun pelapoan SPT Tahunan Badan / Perorangan.
Menurut ketentuan perpajakan, Wajib Pajak Dalam Negeri terutang
pajak atas penghasilan kena pajak yang berasal dari seluruh penghasilan yang
diterima atau diperoleh baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri (World
Wide Income). Untuk menghindari pengenaan pajak berganda dan memberikan
perlakuan pemajakan yang sama antara penghasilan yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak Dalam Negeri dari luar negeri dengan penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari Indonesia, maka atas pajak yang dibayar atau terhutang dari
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri dapat dikreditkan
dengan pajak yang terhutang dalam tahun pajak yang sama.
Jadi, Wajib Pajak/Pengusaha tidak perlu takut untuk melaporkan
laba yang ada, karena atas pajak yang sudah dibayar di Luar Negeri dapat di
kreditkan/mengurangi pajak yang terhutang di Indonesia. Dengan menambahnya
pendapatan negara melalui pajak maka kesejahteraan masyarakat Indonesia dapat
terwujud. Kredit Pajak Luar Negeri ini bertujuan untuk meringankan beban pajak
ganda yang dapat terjadi karena pengenaan PPh atas penggabungan penghasilan
dari Dalam Negeri dan Luar Negeri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian PPh Pasal 24
Pada
dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan
termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk
meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, ketentuan ini mengatur
tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang
di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang tertutang atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.
Ketentuan pasal 22 UU PPh mengatur tentang
perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terhutang di luar
negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terhuitang atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri. Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun
digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia.
Indonesia menganut tax credit
yang ordinary
credit method dengan menerapkan per
country limitation.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan dengan perubahan terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 24 ayat (1), PPh pasal 24
adalah pajak yang dibayarkan atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari
luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh
dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang ini dalam
tahun pajak yang sama. Pajak penghasilan pasal 24 atau kredit pajak luar negeri,
merupakan perhitungan berapa besar jumlah pajak yang sudah dibayar atas
penghasilan diluar negeri dan pajak tersebut dapat dikreditkan atau dikurangkan
dari penghasilan yang ada didalam negeri sehingga menghindari pengenaan pajak
berganda.
B. Subjek PPh Pasal 24
Yang menjadi Subjek PPh Pasal 24 adalah Wajib Pajak dalam
negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang
diterima atau diperoleh dari luar negeri. Objek PPh pasal 24 adalah
penghasilan yang berasal dari luar negeri
C. Penentuan Sumber Penghasilan PPh Pasal 24
Dalam menghitung batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayar
atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan
penentuan sumber penghasilan sebagai berikut:
1.
Penghasilan dari
saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan
sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau
sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.
2.
Penghasilan berupa
bunga, royalti dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta bergerak adalah
negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti atau sewa
tersebut bertempat kedudukan atau berada.
3.
Penghasilan berupa
sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat
harta tersebut terletak.
4.
Penghasilan berupa
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat
pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau
berada.
5.
Penghasilan bentuk
usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usah tetap tersebut menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan.
6.
Penghasilan dan
pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam
pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah Negara tempat
lokasi penambangan berada.
7.
Keuntungan karena
pengalihan harta tetap adalah Negara tempat harta tetap itu berada.
8.
Keuntungan karena
pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah
Negara tempat bentuk usaha tetap itu berada. Penentuan sumber
penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud diatas menggunakan prinsip
yang sama.
Dalam perhitungan kredit pajak atas penghasilan yang dibayar atau
terhutang diluar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terhutang
menurut undang-undang, penentuan sumber pengasilan jadi sangat penting.
Selanjutnya, ketentuan ini mengatur tentang penentuan sumber penghasilan untuk
memperhitungkan kredit pajak luar negeri tersebut. Mengingat undang-undang ini
menganut pengertian yang sangat luas, maka sesuai ketentuan penentuan sumber
dari penghasilan. Misalnya A sebagai wajib pajak dalam negeri memiliki rumah di
singapura dan dalam tahun 2008 rumah tersebut dijual. Keuntungan dari penjualan
rumah tersebut merupakan penghasila yang bersumber di singapura karena rumah
tersebut terletak di singapura.
D. Penggabungan Penghasilan yang berasal dari luar negeri
Penggabungan penghasilan dari luar negri dilakukan sebagai
berikut:
1.
Untuk penghasilan
dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (Akrual Basis);
2.
Untuk penghasilan
lainnya, seperti penghasilan bunga, sewa, dan lainnya dilakukan dalam tahun
pajak diterimanya penghasilan tersebut (Cash Basis);
3.
Untuk penghasilan
berupa deviden untuk mengurangi kemungkinan penghindaran pajak, maka terhadap
penanaman modal diluar negri selain pada badan usaha yang menjual sahamnya
dibursa efek, Menteri Keuangan berhak untuk menentukan saat diperolehnya
deviden.
Jadi, Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak yang
dihitung berdasarkan seluruh penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh Wajib
Pajak, baik penghasilan tersebut berasal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri. Dalam menghitung Pajak Penghasilan, maka seluruh penghasilan tersebut
digabungkan dalam tahun pajak di peroleh atau diterimanya penghasilan, atau
dalam tahun pajak.
Contoh 1:
PT Mandiri mennerima dan memperoleh netto dari
sumber luar negeri dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1. Hasil
usaha di Negara Jerman dalam tahun pjak 2009 sebersar Rp 700.000.000
2. Di
Negara Belanda, memperoleh deviden atas kepemilikan sahamnya di “ ABC Corp” sebesar Rp
1000.000.000 yaitu berasal dari keuntungan tahun 2007 yangditerapkan RUPS tahun
2007 dan baru dibayarkan tahun 2009
3. Negara
Inggris, memperoleh deviden atas penyertaan saham sebanyak 75% di “DEF Corp”
sebesar Rp 2.000.000.000. saham tersebut tidak di perdagangkan di bursa
efek.deviden tersebut berasal dari keuntungan saham 2008 yang berdasarkan
keputusan mentee keungan ditetapkan diperoleh tahun 2009
4. Penghasilan
berupa bungan semesterII tahun 2009 sebesar Rp 500.000.000 dari Bangkok Bank di
tailand.pengahsilan tersebut baru akan diterima pada bulan april 2010
Pengahsilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan PT Mandiri
darai dalam negeri dalam tahun pajak tahun 2009 adalah penghasilan pada angka
1,2dan3. Sedangkan penghasilan pada angka 4 digabungkan dengan penghasilan PT
Mandiri dari dlam negeri dalam tahun pajak 2010.
E.
Batas
maksimum kredit pajak
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah
diantara 3 unsur atau dengan perhitungan berikut ini :
1. Jumlah
pajak yang teruteng atau dibayar di luar negeri
2. (penghasilan
luar negeri: seluruh penghasilan kena pajak) x
PPh atas seluruh yang dikenakan tarif
pasal 17
3. Jumlah
pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan
kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri)
Contoh
PT Cemara memperoleh penghasilan netto
dalam tahun 2009 sbb:
1. Penghasilan
dari luar negeri Rp 5.000.000.000 dengan tariff pajak sebesar 40%
2. Penghasilan
usaha di Indonesia Rp 3.000.000.000
3. Maka
penghasilan netto adalah : Rp 5.000.000.000 + Rp 3.000.000.000 = Rp
8.000.000.000
Batas maksimum kredit pajak diambil yang
terendah dari 3 unsur atau perhitungan berikut :
1. PPh
terutang atau dibayar diluar negeri adalah
40%
x Rp 5.000.000.000= Rp 2.000.000.000
2. (RP
5.000.000.000 : Rp 8.000.000.000) x Rp 2.240.000.000 = Rp 1.400.000.000
3. PPh
terutang (menurut tarif pasal 17) = Rp 8.000.000.000 x 28% = Rp 2.240.000.000
Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2
sebesar Rp 1.400.000.000
F.
Rugi usaha di luar negeri
Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, tidak
dihitung kerugian yang diderita di Luar Negeri.
Contoh :
PT Fiskal memperoleh penghasilan neto dalam tahun
2009 sebagai berikut :
1.
Di Negara A , memperoleh
penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000,00 dengan tariff pajak sebesar 35% (Rp
350.000.000,00)
2.
Di Negara B, memperoleh
penghasilan (laba) Rp 3.000.000.000,00 dengan tariff pajak sebesar 20% (Rp
600.000.000,00)
3.
Di Negara C, menderita
kerugian sebesar Rp 2.000.000.000,00
4.
Penghasilan usaha di
Indonesia Rp 4.000.000.000,00
Perhitungan kredit pajak luar negri adalah
sebagai berikut :
1.
Penghasilan luar negri
a. Laba
di Negara A Rp
1.000.000.000,00
b. Laba
di Negara B Rp
3.000.000.000,00
c. Rugi
di Negara C Rp -
Jumlah penghasilan luar negri Rp 4.000.000.000,00
2.
Penghasilan dalam
negeri Rp. 4 .000.000.000,00
3.
Jumlah penghasilan
netto atau penghasilan kena pajaknya adalah : Rp 4.000.000.000,00 +Rp
4.000.000.000,00= Rp 8.000.000.000,00
4.
PPh terutang (menurut
tariff pasal 17) = Rp 8.000.000.000,00 X 28%
=
Rp 2.240.000.000,00
5.
Batas maksimum kredit
pajak untuk masing0masing Negara adalah :
a. Untuk
Negara A :
(Rp 1.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) X Rp
2.240.000.000,00
= Rp 280.000.000,00
Pajak terutang di Negara A sebesar Rp 350.000.000,00
maka makasimum kredit pajak yang dapat dikreditkan = Rp 280.000.000,00
b. Untuk
Negara B :
(Rp 3.000.000.000,00 : Rp 8.000.000,00) x Rp
2.240.000.000,00 = Rp 840.000.000,00
Pajak terutang di Negara B sebesar Rp 600.000.000,00
maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan Rp 600.000.000,00
c. Di
Negara C PT Fiskal menderita kerugian sebesar Rp 2.000.000.000,00 . kerugian
ini tidak dapat dimasukkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak. Kerugian
ini juga tidak dapat dikompensasikan sebagai kredit pajak luar negeri.
6.
Jumlah kredit pajak
luar negeri yang diperkenankan adalah :
Rp 280.000.000,00 + Rp
600.000.000,00 = Rp 880.000.000,00
G.
Perubahan besarnya pengahasialan diluar negeri
Terjadinya
perubahan besarnya pengahasilan yang berasal dari luar negeri, Wajib Pajak
harus melakukan pembenahan SPT tahunan untuk tahun pajak bersangkutan dengan
melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut. Apabila karena
perubahan tersebut menyebabkan pajak penghasilan kurang bayar, maka atas
kekurangan tersebut tidak dikenakan sanksi bunga. Apabila karena pembetulan
tersebut menyebabkan pajak penghasilan lebih bayar, maka atas kelebihan
tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan
utang pajak yang lainnya.
Apabila terjadi
perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak harus
melakukan pembetulan SPT untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan
dikumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
1.
Jika karena perubahan tersebut,
menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak yang terutang
atas penghasilan luar negeri menjadi lebih besar daripada yang dilaporkan dalam
SPT tahunan, sehingga pajak yang terutang di Luar Negeri menjadi kurang bayar,
maka terdapat kemungkinan pajak penghasilan di Indonesia juga kurang bayar.
Sesuai dengan UU No. 28 tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan tatacara
perpajakan, apabila WP membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan pajak yang
terutang menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan bunga sebesar 2% sebulan
atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT
terakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT tersebut.
2.
Apabila karena
pembetulan SPT tersebut, menyebabkan penghasilan dan pajak atas penghasilan
yang terutang di luar negeri menjadi lebih kecil daripada yang dilaporkan dalam
SPT tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih di bayar, yang akan
mengakibatkan pajak penghasilan yang terutang di Indonesia menjadi lebih kecil,
sehingga pajak penghasilan menjadi lebih dibayar. Atas kelebihan bayar pajak
tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan
utang pajak lainnya.
Contoh:
PT. Global Prima di Jakarta memperoleh
penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1. Penghasilan
Luar Negeri (tarif pajak 20%) Rp.
1.000.000.000,00
2. Penghasilan
Dalam Negeri Rp.
3.000.000.000,00
3. Penghasilan
Luar Negeri
(setelah
dikoreksi di LN) Rp.
2.000.000.000,00
4. PPh
Pasal 25 Rp. 800.000.000,00
SPT 2009:
Penghasilan LN Rp.
1.000.000.000,00
Penghasilan Dalam Negeri Rp.
3.000.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp.
4.000.000.000,00 +
PPh Terutang (menurut pasal 17) Rp.
1.120.000.000,00
Kredit Pajak LN yangdiperkenankan (Rp. 200.000.000,00)
Harus Bayar di Indonesia Rp. 920.000.000,00
PPh Pasal 25 (Rp. 800.000.000,00)
PPh Pasal 29 Rp. 120.000.000,00
Pembetulan SPT
Penghasilan LN Rp.
2.000.000.000,00
Penghasilan Dalam Negeri Rp.
3.000.000.000,00 +
Penghasilan Kena Pajak Rp.
5.000.000.000,00
PPh Terutang (menurut pasal 17) Rp.
1.400.000.000,00
Kredit Pajak LN yangdiperkenankan (Rp. 400.000.000,00)
Harus Bayar di Indonesia Rp. 1.000.000.000,00
PPh Pasal 25 (Rp. 800.000.000,00)
PPh Pasal 29 yang sudah disetor (Rp. 120.000.000,00)
Masih harus dibayar Rp. 80.000.000,00
Terhadap
PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp. 80.000.000,00 tidak ditagih bunga.
H. Mekanisme Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri
Menurut Keputusan Menteri Keuangan (164/KMK.03/2002)
1.
Pajak Penghasilan
yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dapat dikreditkan dengan Pajak
Penghasilan yang terutang di Indonesia.
2.
Pengkreditan PPh
yang dibayar di Luar Negeri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam tahun pajak
digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di
Indonesia.
3.
Jumlah PPh Pasal 24
yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih rendah di antara PPh
yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan jumlah yang dihitung menurut
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan seluruh Penghasilan Kena
Pajak, atau maksimum sebesar PPh yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena
Pajak dalam hal di dalam negeri mengalami kerugian (Penghasilan dari LN lebih
besar dari jumlah Penghasilan Kena Pajak).
4.
Apabila penghasilan
dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan PPh Pasal 24
dilakukan untuk masing-masing negara.
5.
Penghasilan Kena
Pajak (PKP) yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2000 ) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri (Pasal 8 ayat
(1 dan 4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ) tidak dapat digabungkan dengan
penghasilan lainnya, baik yang diperoleh dari Dalam Negeri maupun dari Luar
Negeri.
6.
Dalam hal jumlah
PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal 24 yang dapat
dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun berikutnya,
tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.
7.
Untuk melaksanakan
prengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak wajib menyampaikan permohonan ke KPP
bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh, dilampiri dengan ;
i.
Laporan Keuangan
dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
ii.
Foto kopi Surat
Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri
iii. Dokumen pembayaran PPh di luar negeri.
8.
Atas permohonan
wajib pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian
lampiran-lampiran di atas, karena alasan-alasan di luar kekuasaan wajib pajak.
9.
Dalam hal terjadi
perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak harus
melakukan pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan melampirkan
dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
10. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan PPh kurang
dibayar, maka atas kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga.
11. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih bayar,
maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan dan Saran
Pajak penghasilan pasal 24 atau kredit pajak luar negeri merupakan
pajak yang sudah dibayarkan diluar negeri dan dapat dikreditkan atau
dikurangkan dengan penghasilan yang ada di dalam negeri sehingga menghindari
wajib pajak dari pengenaan pajak berganda. Maka dari itu, para wajib pajak
dalam negeri yang memiliki penghasilan selain didalam negeri hendaknya dapat
melaporkan penghasilan mereka diluar negeri tersebut agar dapat dikurangi dari
penghasilan didalam negeri sehingga mengurangi beban pajak dari wajib pajak itu
sendiri.
Tetapi untuk melakukan kredit pajak luar negeri ini, wajib pajak
juga harus melalui berbagai tahap atau persyaratan dalam mengajukan kredit
pajak luar negeri ini sebagai pengurang dari penghasilan dalam negeri. Ini
dilakukan agar tidak merugikan negara. Bagaimanapun juga pajak merupakan
penerimaan negara yang harus selalu diawasi baik penerimaannya maupun
penggunaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar