PENYUSUNAN
APBD
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pelaksanaan anggaran adalah tahap di mana sumber daya digunakan untuk
melaksanakan kebijakan anggaran. Suatu hal yang mungkin terjadi dimana anggaran
yang disusun dengan baik tenyata tidak dilaksanakan dengan tepat, tetapi tidak mungkin anggaran yang tidak
disusun dengan baik dapat diterapkan secara tepat. Persiapan anggaran yang baik merupakan awal
baik secara logis maupun kronologis. Walaupun demikian proses pelaksanaannya
tidak menjadi sederhana karena adanya mekanisme yang menjamin ketaatan pada
program pendahuluan. Bahkan dengan prakiraan yang baik sekalipun, akan ada
perubahan-perubahan tidak terduga dalam lingkungan ekonomi makro dalam tahun
yang bersangkutan yang perlu diperlihatkan dalam anggaran. Tentu saja
perubahan-perubahan tersebut harus disesuaikan dengan cara yang konsisten
dengan tujuan kebijakan yang mendasar untuk menghindari terganggunya aktivitas
satker dan manajemen program/kegiatan.
Pelaksanaan anggaran yang tepat tergantung pada banyak faktor yang di
antaranya adalah kemampuan untuk mengatasi perubahan dalam lingkungan ekonomi
makro dan kemampuan satker untuk melaksanakannya. Pelaksanaan anggaran
melibatkan lebih banyak orang daripada persiapannya dan mempertimbangkan umpan
balik dari pengalaman yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, pelaksanaan anggaran harus: (a) menjamin bahwa anggaran akan
dilaksanakan sesuai dengan wewenang yang diberikan baik dalam aspek keuangan
maupun kebijakan; (b) menyesuaikan pelaksanaan anggaran dengan perubahan
signifikan dalam ekonomi makro; (c) memutuskan adanya masalah yang muncul dalam
pelaksanaannya; (d) menangani pembelian dan penggunaan sumber daya secara
efisien dan efektif. Sistem pelaksanaan anggaran harus menjamin adanya ketaatan
terhadap wewenang anggaran dan memiliki
kemampuan untuk melakukan pengawasan dan pelaporan yang dapat langsung
mengetahui adanya masalah pelaksanaan anggaran serta memberikan fleksibilitas
bagi para manajer.
B.
Rumusan Masalah
Makalah ini memiliki
beberapa rumusan masalah yang akan dibahas. Masalah – masalah tersebut adalah
sebagai berikut :
1.
Apa peraturan dan Dasar Hukum penyusunan APBD ?
2.
Bagaimana proses penyusunan dan pelaksanaan APBD
?
3.
Bagaiman proses pelaksanaan anggaran pendapatan,
pembelanjaan, dan pembiayaan dari konsep APBD yang telah tersusun ?
C.
Tujuan
Makalah ini juga memiliki
beberapa tujuan yang diharapkan akan dicapai oleh pembaca. Tujuan tersebut
antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui peraturan dan dasar hokum APBD
2.
Untuk mengetahui proses penyusunan dan pelaksanaan
APBD
3.
Untuk mengetahui proses pelaksanaan anggaran
pendapatan, pembelanjaan, dan pembiayaan pada APBD yang telah dijalankan
D.
Keterbatasan Penulisan
Makalah ini juga memiliki
kelemahan yang tidak dapat dihindari. Kelemahan tersebut adalah :
1.
Kurangnya informasi yang disajikan penulis
2.
Kata-kata dan susunan makalah yang kurang baik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peraturan
dan Dasar Hukum
Menteri dalam Negeri Republik Indonesia
telah menetapakan Peraturan Menteri dalam Negeri Republik Indonesia nomor 37
tahun 2012 tentang pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah
tahun anggaran 2013. Hal ini untuk melaksanakan ketentuan Pasal 34 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang
Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran.
Dalam Peraturan
Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerahyang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD, dan
ditetapkan dengan peraturan daerah.
2. Pedoman
Penyusunan APBD adalah pokok-pokok kebijakan sebagai petunjuk dan arah bagi
pemerintah daerah dalam penyusunan, pembahasan dan penetapan APBD.
3. Pemerintah
Daerah adalah Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
4. Kepala
Daerah adalah Gubernur dan Bupati/Walikota.
B. Asas
Umum Pelaksanaan APBD
Pelaksanaan APBD
dimulai dengan uraian tentang asas umum pelaksanaan APBD yang mencakup:
1. Bahwa
semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan urusan
pemerintahan daerah harus dikelola dalam APBD;
2. Setiap
SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima pendapatan daerah wajib
melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
3. Dana
yang diterima oleh SKPD tidak boleh langsung digunakan untuk membiayai
pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;
4. Penerimaan
SKPD berupa uang atau cek harus disetor ke rekening kas umum daerah paling lama
1 (satu) hari kerja;
5. Jumlah
belanja daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk
setiap pengeluaran belanja;
6. Pengeluaran
tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika untuk pengeluaran
tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBD;
7. Pengeluaran
seperti tersebut pada butir (6) hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat,
yang selanjutnya harus diusulkan terlebih dahulu dalam “rancangan perubahan
APBD” dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
8. Kriteria
keadaan darurat ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
9. Setiap
SKPD tidak boleh melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk tujuan
lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD; dan
10. Pengeluaran
belanja daerah harus dilaksanakan berdasarkan prinsip hemat, tidak mewah,
efektif, efisien, dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
C. Dokumen
– Dokumen yang Dibutuhkan dan Harus Diperhatikan dalam Penyusunan APBD.
Dokumen yang
dibutuhkan adalah :
1. RKPD
(Rencana Kerja Pemerintah Daerah)
2. PPAS
(Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara)
Substansi PPAS mencerminkan prioritas
pembangunan daerah yang dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai termasuk
program prioritas dari SKPD terkait.
3. RAPBD
(Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
4. Surat
Edaran tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD
5. RKA-SKPD
RKA-SKPD memuat rincian anggaran
pendapatan, rincian anggaran belanja tidak langsung SKPD (gaji pokok dan
tunjangan pegawai, tambahan penghasilan, khusus pada SKPD Sekretariat DPRD
dianggarkan juga Belanja Penunjang Operasional Pimpinan DPRD), rincian anggaran
belanja langsung menurut program dan kegiatan SKPD.
6. RKA-PPKD
RKA-PPKD memuat rincian pendapatan yang
berasal dari dana perimbangan dan pendapatan hibah, belanja tidak langsung
terdiri dari belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan
sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak terduga,
rincian penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
7. SilPa
(Sisa Lebih Pembiayaan Tahun Berjalan)
8. DPASKPD
(Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja)
9. RKPD
(Rencana Kerja Pemerintah Daerah)
Ketentuan-ketentuan
yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan anggaran pendapatan daerah adalah
bahwa:
a.
Semua
pengelolaan terhadap pendapatan daerah harus dilaksanakan melalui rekening kas
umum daerah;
b.
Setiap
pendapatan daerah harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah;
c.
Setiap
satuan kerja yang memungut pendapatan daerah harus mengintensifkan pemungutan
pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya;
d.
Setiap
satuan kerja (SKPD) tidak boleh melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan;
e.
Pendapatan
daerah juga mencakup komisi, rabat, potongan, atau pendapatan lain dengan
menggunakan nama dan dalam bentuk apapun yang dapat dinilai dengan uang, baik
yang secara langsung merupakan akibat dari penjualan, tukar-menukar, hibah,
asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk pendapatan bunga, jasa
giro atau pendapatan lain yang timbul sebagai akibat penyimpanan dana anggaran
pada bank serta pendapatan dari hasil pemanfaatan barang daerah atas kegiatan
lainnya;
f.
Semua
pendapatan dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah dilaksanakan
melalui rekening kas umum daerah dan dicatat sebagai pendapatan daerah.
D. Mekanisme
Penyusunan APBD
Mekanisme
penyusunan APBD (Pasal 18):
(1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun
anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah,
sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan
Juni tahun berjalan.
(2) DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh
Pemerintah Daerah dalampembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran
berikutnya.
(3) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan
DPRD, Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas prioritas
dan plafon anggaran sementarauntuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja
Perangkat Daerah.
Mekanisme penyusunan APBD (Pasal
19):
(1) Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran Satuan
Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.
(2) Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan
pendekatan berdasarkanprestasi kerja yang akan dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disertai
dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun
anggaran yang sudah disusun.
(4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) dan (2)
disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD.
(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan
kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan
anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah diatur dengan Peraturan
Daerah.
Mekanisme penyusunan dan penetapan
APBD (Pasal 20):
(1)
Pemerintah
Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD,
disertaipenjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD
pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.
(2)
Pembahasan Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan undang-undang yang
mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
(3)
DPRD
dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan
pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. Perubahan Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD dapat diusulkan oleh DPRD sepanjang tidak mengakibatkan
peningkatan defisit anggaran.
(4)
Pengambilan
keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBDdilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang
bersangkutan dilaksanakan.
(5)
APBD
yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi,
program, kegiatan, dan jenis belanja.
(6)
Apabila
DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat
melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran
sebelumnya.
E. Mekanisme
Pelaksanaan APBD
Pelaksanaan Anggaran adalah tahapan yang dimulai sejak
APBD disahkan melalui peraturan daerah pada setiap akhir tahun sebelum tahun
anggaran baru dimulai. Tahapan pelaksanaan berlangsung selama 1 (satu) tahun
terhitung mulai awal tahun anggaran baru pada bulan Januari setiap tahunnya.
Tahapan pelaksanaan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak eksekutif
melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah yang jumlahnya sesuai dengan struktur
organisasi pemerintah daerah yang bersangkutan.
Adapun tahapan dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan pelaksanaan APBD secara umum adalah Penyiapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD: Rancangan
dokumen pelaksanaan anggaran SKPD harus memuat rincian tentang: sasaran yang
hendak dicapai, program dan kegiatan yang direncanakan, anggaran yang tersedia
untuk mencapai sasaran tersebut dan rencana penarikan dana dari setiap SKPD
serta pendapatan yang diperkirakan hingga Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan Daerah.
F. Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan
Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan
dalam pelaksanaan anggaran pendapatan daerah adalah bahwa:
a) Semua pengelolaan terhadap pendapatan daerah harus dilaksanakan
melalui rekening kas umum daerah;
b) Setiap pendapatan daerah harus didukung oleh
bukti yang lengkap dan sah;
c) Setiap satuan kerja yang memungut pendapatan
daerah harus mengintensifkan pemungutan pendapatan yang menjadi wewenang
dan tanggung jawabnya;
d) Setiap satuan kerja (SKPD) tidak boleh
melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
e) Pendapatan daerah juga mencakup komisi, rabat,
potongan, atau pendapatan lain dengan menggunakan nama dan dalam bentuk
apapun yang dapat dinilai dengan uang, baik yang secara langsung merupakan
akibat dari penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang
dan jasa termasuk pendapatan bunga, jasa giro atau pendapatan lain yang timbul
sebagai akibat penyimpanan dana anggaran pada bank serta pendapatan dari hasil
pemanfaatan barang daerah atas kegiatan lainnya;
f) Semua pendapatan dari dana perimbangan dan
lain-lain pendapatan yang sah dilaksanakan melalui rekening kas umum daerah dan
dicatat sebagai pendapatan daerah.
Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD
merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta
dasar hukum penerimaannya.
a. Pendapatan
Asli Daerah (PAD)
Penganggaran
pendapatan daerah yang bersumber dari PAD memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1) Kondisi
perekonomian yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, perkiraan pertumbuhan
ekonomi pada tahun 2013 dan realisasi penerimaan PAD tahun sebelumnya, serta ketentuan
peraturan perundang-undangan terkait.
2) Tidak
memberatkan masyarakat dan dunia usaha.
3) Peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah berpedoman pada Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sehingga dilarang
menganggarkan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang peraturan
daerahnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah dan/atau telah dibatalkan.
4) Penerimaan
atas jasa layanan kesehatan masyarakat yang dananya bersumber dari dana Jaminan
Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) atau Jaminan Persalinan (JAMPERSAL) pada SKPD
atau unit kerja pada SKPD yang belum menerapkan PPK-BLUD, dianggarkan pada akun
pendapatan, kelompok pendapatan PAD, jenis pendapatan Retribusi Daerah, obyek
pendapatan Retribusi Jasa Umum, rincian obyek pendapatan Retribusi Pelayanan
Kesehatan.
5) Rasionalitas
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan atas penyertaan modal atau
investasi daerah lainnya, dengan memperhitungkan nilai kekayaan daerah yang
dipisahkan, baik dalam bentuk uang maupun barang sebagai penyertaan modal
(investasi daerah) sesuai dengan tujuan penyertaan modal dimaksud.
6) Penerimaan
SKPD atau unit kerja pada SKPD yang telah menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD), dianggarkan pada akun pendapatan,
kelompok pendapatan PAD, jenis
pendapatan Lain-lain PAD Yang Sah, obyek pendapatan BLUD, rincian obyek
pendapatan BLUD.
7) Penerimaan
hasil pengelolaan dana bergulir sebagai salah satu bentuk investasi jangka
panjang non permanen, dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan PAD, jenis pendapatan
Lain-Lain PAD Yang Sah, obyek pendapatan Hasil Pengelolaan Dana Bergulir,
rincian obyek pendapatan Hasil Pengelolaan Dana Bergulir dari Kelompok
Masyarakat Penerima.
8) Penerimaan
bunga dari dana cadangan dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan
PAD, jenis pendapatan Lain-lain PAD Yang Sah, obyek pendapatan Bunga Dana
Cadangan, rincian obyek pendapatan Bunga Dana Cadangan sesuai peruntukannya.
b. Dana
Perimbangan
Penganggaran
pendapatan daerah yang bersumber dari dana perimbangan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1) Penganggaran Dana Bagi Hasil (DBH), baik DBH-Pajak maupun DBH-Sumber Daya Alam
berpedoman pada PeraturanMenteri Keuangan mengenai perkiraan alokasi DBH Tahun
Anggaran 2013.
2) Penganggaran
DBH-Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) untuk kabupaten/kota dan provinsi
dialokasikan sesuai keputusan gubernur dengan mempedomani Peraturan Menteri
Keuangan tentang Alokasi Sementara DBH-CHT. Dalam hal Peraturan Menteri
Keuangan dan keputusan gubernur belum ditetapkan, maka penganggaran DBH-CHT
didasarkan pada alokasi DBH-CHT Tahun
Anggaran 2012 dengan memperhatikan realisasi DBH-CHT Tahun Anggaran 2011.
Apabila Peraturan Menteri Keuangan tentang Alokasi DBH-CHT tersebut ditetapkan setelah peraturan daerah tentang
APBD Tahun Anggaran 2013 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan
alokasi DBH-CHT dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2013 dengan pemberitahuan
kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah
tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013 atau dicantumkan dalam LRA bagi
pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013.
3) Penganggaran Dana Bagi Hasil (DBH)
minyak/gas/pertambangan lainnya mempedomani Peraturan Menteri Keuangan
mengenai alokasi DBH minyak/gas/pertambangan lainnya Tahun Anggaran 2013.Dalam
hal Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan, maka penganggaran DBH
minyak/gas/pertambangan lainnya didasarkan pada alokasi DBH yang tercantum
dalam Peraturan Menteri Keuangan Tahun Anggaran 2012, dengan mengantisipasi
perkembangan harga hasil produksi minyak/gas/pertambangan lainnya Tahun 2013
dan/atau tidak tercapainya hasil produksi minyak/gas/pertambangan lainnya
Tahun 2013, serta memperhatikan
realisasi DBH Tahun Anggaran 2011. Apabila Peraturan Menteri Keuangan tersebut
ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2013
ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi DBH dimaksud
dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD Tahun Anggaran 2013
dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam
peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013 atau dicantumkan
dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2013.
4) Penganggaran
Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan sesuai Peraturan Presiden tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi,
Kabupaten, dan Kota Tahun Anggaran 2013. Dalam hal Peraturan Presiden dimaksud
belum ditetapkan, maka penganggaran DAU tersebut didasarkan pada alokasi DAU
Tahun Anggaran 2012 dengan memperhatikan realisasi DAU Tahun Anggaran 2011.
Apabila Peraturan Presiden tersebut ditetapkan setelah peraturan daerah tentang
APBD Tahun Anggaran 2013 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan
alokasi DAU dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun
Anggaran 2013 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk
selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2013 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak
melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013.
5) Bagi
daerah yang tidak menerima alokasi DAU karena memiliki celah fiskal negatif dan
nilai negatif sama atau lebih besar dari alokasi dasar berdasarkan penerapan
formula murni DAU, untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan belanja pegawai yang
meliputi gaji pokok dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD),
pemerintah daerah harus mengalokasikan dana untuk gaji pokok dan tunjangan PNSD
dalam APBD Tahun Anggaran 2013, termasuk untuk kenaikan gaji pokok dan gaji
ketiga belas.
6) Alokasi
Dana Alokasi Khusus (DAK) dapat dianggarkan sebagai pendapatan daerah,
sepanjang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Alokasi DAK
Tahun Anggaran 2013. Dalam hal pemerintah daerah memperoleh DAK Tahun Anggaran
2013 setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2013 ditetapkan, maka
pemerintah daerah menganggarkan DAK dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan
perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2013
dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, selanjutnya ditampung dalam
peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013 atau dicantumkan
dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2013.
c. Lain-Lain
Pendapatan Daerah Yang Sah Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Alokasi
dana penyesuaian dianggarkan sebagai pendapatan daerah pada kelompok Lain-Lain
Pendapatan Daerah Yang Sah sepanjang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Keuangan tentang Dana Penyesuaian Tahun Anggaran 2013. Dalam hal pemerintah
daerah memperoleh Dana Penyesuaian Tahun Anggaran 2013 setelah peraturan daerah
tentang APBD Tahun Anggaran 2013 ditetapkan, maka pemerintah daerah
menganggarkan dana penyesuaian dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan
perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2013
dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dana penyesuaian
dimaksud ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran
2013 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan
Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013.
2) Penganggaran
Dana Otonomi Khusus dan Dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan tentang
Pedoman Umum dan Alokasi Dana Otonomi Khusus dan Dana BOS Tahun Anggaran 2013.
Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan, maka
penganggaran Dana Otonomi Khusus dan BOS tersebut didasarkan pada alokasi Tahun
Anggaran 2012, dan khusus untuk Dana Otonomi Khusus memperhatikan realisasi
Tahun Anggaran 2011. Apabila Peraturan Menteri Keuangan tersebut ditetapkan setelah peraturan daerah tentang
APBD Tahun Anggaran 2013 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan
alokasi Dana Otonomi Khusus dan BOS dimaksud
dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD Tahun Anggaran 2013
dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam
peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013 atau dicantumkan
dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2013.
3) Penganggaran
pendapatan kabupaten/kota yang bersumber dari bagi hasil pajak yang diterima
dari pemerintah provinsididasarkan pada alokasi belanja bagi hasil pajak dari
pemerintah provinsi Tahun Anggaran 2013. Dalam hal penetapan APBD
kabupaten/kota Tahun Anggaran 2013 mendahului APBD provinsi, penganggarannya
didasarkan pada alokasi bagi hasil pajak Tahun Anggaran 2012 dengan
memperhatikan realisasi bagi hasil pajak Tahun Anggaran 2011, sedangkan bagian
pemerintah kabupaten/kota yang belum direalisasikan oleh pemerintah provinsi
akibat pelampauan target Tahun Anggaran 2012, ditampung dalam Perubahan APBD
Tahun Anggaran 2013.
4) Pendapatan
daerah yang bersumber dari bantuan keuangan, baik yang bersifat umum maupun
bersifat khusus yang diterima dari pemerintah provinsi atau pemerintah
kabupaten/kota lainnya dianggarkan dalam APBD penerima bantuan, sepanjang sudah
dianggarkan dalam APBD pemberi bantuan. Dalam hal penetapan APBD penerima
bantuan mendahului penetapan APBD pemberi bantuan, maka penganggaran bantuan
keuangan pada APBD penerima bantuan dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD penerima bantuan
dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD untuk bantuan yang bersifat khusus,
dan persetujuan DPRD untuk bantuan keuangan yang bersifat umum, untuk
selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD penerima
bantuan. Dalam hal bantuan keuangan tersebut diterima setelah penetapan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013, maka bantuan keuangan
tersebut ditampung dalam LRA pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota
penerima bantuan.
5) Penganggaran
penerimaan hibah yang bersumber dari APBN, pemerintah daerah lainnya atau
sumbangan pihak ketiga, baik dari badan, lembaga, organisasi swasta dalam
negeri/luar negeri, kelompok masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat
dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban pihak
ketiga atau pemberi sumbangan, dianggarkan dalam APBD setelah adanya kepastian
penerimaan dimaksud. Dari aspek teknis penganggaran, penerimaan tersebut di
atas dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan Lain-lain Pendapatan
Daerah Yang Sah, dan diuraikan ke dalam jenis, obyek dan rincian obyek
pendapatan sesuai kode rekening berkenaan.
G. Pelaksanaan
Anggaran Belanja
Setiap pengeluaran untuk belanja daerah atas beban APBD
harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. Bukti-bukti tersebut harus
mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas
kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti tersebut. Selanjutnya
dalam melaksanakan anggaran belanja daerah harus diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a.
Pengeluaran
kas yang menjadi beban APBD tidak boleh dilakukan sebelum rancangan peraturan
daerah tentang APBD ditetapkan dan dicantumkan dalam lembaran daerah.
Pengeluaran kas tersebut tidak termasuk pengeluaran untuk belanja yang bersifat
mengikat dan belanja daerah yang bersifat wajib
yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah;
b.
Dasar
pengeluaran belanja untuk keperluan tak terduga yang dianggarkan dalam
APBD (misalnya untuk mendanai tanggap
darurat, bencana alam atau bencana sosial, termasuk pengembalian atas kelebihan
penerimaan daerah tahun sebelumnya)
harus ditetapkan dengan keputusan kepala daerah dan diberitahukan kepada DPRD
paling lama 1 (satu) bulan sejak keputusan tersebut ditetapkan;
c.
Pimpinan
instansi/lembaga penerima dan tanggap darurat
harus bertanggung jawab atas penggunaan dana tersebut dan wajib
menyampaikan laporan realisasi penggunaan dana kepada atasan langsung dan
kepala daerah sesuai dengan tata cara pemberian dan pertanggungjawaban dana
darurat yang ditetapkan dalam peraturan kepala daerah.
d.
Bendahara
pengeluaran sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya,
wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke
rekening kas negara pada bank yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro dalam
jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
e.
Untuk
kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna anggaran/ kuasa pengguna
anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh bendahara pengeluaran.
Belanja daerah harus digunakan untuk pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang
ditetapkan dengan ketentuan perundang - undangan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib
diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan
pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum
yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Pelaksanaan urusan wajib dimaksud berdasarkan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) yang telah ditetapkan.Pemerintah daerah menetapkan target capaian
kinerja setiap belanja, baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat
daerah, maupun program dan kegiatan, yang bertujuan untuk meningkatkan
akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektifitas dan efisiensi
penggunaan anggaran. Program dan
kegiatan harus memberikan informasi yang jelas dan terukur serta memiliki
korelasi langsung dengan keluaran yang diharapkan dari program dan kegiatan dimaksud ditinjau dari aspek indikator, tolok ukur dan
target kinerjanya.
a. Belanja
Tidak Langsung
Penganggaran
belanja tidak langsung memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Belanja
Pegawai
a)
Besarnya penganggaran
untuk gaji pokok dan tunjangan PNSD disesuaikan dengan hasil rekonsiliasi jumlah pegawai dan belanja
pegawai dalam rangka perhitungan DAU Tahun Anggaran 2013 dengan memperhitungkan
rencana kenaikan gaji pokok dan tunjangan PNSD serta pemberian gaji ketiga
belas.
b) Penganggaran
belanja pegawai untuk kebutuhan pengangkatan Calon PNSD sesuai formasi pegawai
tahun 2013.
c)
Penganggaran belanja
pegawai untuk kebutuhan kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan
keluarga dan mutasi pegawai dengan memperhitungkan acress yang besarnya
maksimum 2,5 persen dari jumlah belanja
pegawai untuk gaji pokok dan tunjangan.
d) Penyediaan
dana penyelenggaraan asuransi kesehatan yang dibebankan pada APBD berpedoman
pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2003 tentang Subsidi dan Iuran Pemerintah Dalam Penyelenggaraan Asuransi
Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun serta Keputusan
Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 138/MENKES/PB/II/2009
dan Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Tarif Pelayanan Kesehatan bagi Peserta
PT. Askes (Persero) dan Anggota Keluarganya di Puskesmas, Balai Kesehatan
Masyarakat dan Rumah Sakit Daerah. Terkait dengan hal tersebut, penyediaan
anggaran untuk pengembangan cakupan tunjangan kesehatan di luar cakupan
pelayanan kesehatan yang disediakan asuransi kesehatan tersebut di atas, tidak
diperkenankan dianggarkan dalam APBD, kecuali ditentukan lain berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
e)
Penganggaran Tambahan
Penghasilan PNSD, baik aspek kebijakan pemberian tambahan penghasilan maupun
penentuan kriterianya harus ditetapkan terlebih dahulu dengan peraturan kepala
daerah dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah sesuai amanat Pasal 63
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan Pasal 39 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolan Keuangan
Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
2) Belanja
Bunga
Bagi
daerah yang belum memenuhi kewajiban pembayaran bunga pinjaman, baik jangka
pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang supaya dianggarkan pembayarannya
dalam APBD Tahun Anggaran 2013.
3) Belanja
Subsidi
Belanja
Subsidi hanya diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual dari
hasil produksinya terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya terbatas. Produk
yang diberi subsidi merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang
banyak. Sebelum belanja subsidi tersebut dianggarkan dalam APBD harus terlebih
dahulu dilakukan pengkajian agar diketahui besaran subsidi yang akan diberikan,
tepat sasaran dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
4) Belanja
Hibah dan Bantuan Sosial Tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan,
pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi pemberian hibah
dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD harus mempedomani peraturan kepala
daerah yang telah disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan di bidang
hibah dan bantuan sosial.
5) Belanja
Bagi Hasil Penganggaran dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan
pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota atau pendapatan pemerintah
kabupaten/kota kepada pemerintah desa harus mempedomani Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009. Tata cara penganggaran dana
bagi hasil tersebut harus memperhitungkan rencana pendapatan pajak daerah dan
retribusi daerah pada Tahun Anggaran 2013, sedangkan pelampauan target Tahun
Anggaran 2012 yang belum direalisasikan kepada pemerintah daerah dan menjadi
hak pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah desa ditampung dalam Perubahan
APBD Tahun Anggaran 2013.Dari aspek teknis penganggaran, pendapatan bagi hasil
kabupaten/kota dari pemerintah provinsi dalam APBD provinsi atau pendapatan
bagi hasil pemerintah desa dari kabupaten/kota dalam APBD kabupaten/kota harus
diuraikan kedalam daftar nama kabupaten/kota/desa selaku penerima sebagai
rincian obyek penerima bagi hasil sesuai kode rekening berkenaan.
6) Belanja
Bantuan Keuangan
a) Pemerintah
provinsi atau pemerintah kabupaten/kota dapat menganggarkan bantuan keuangan
kepada pemerintah daerah lainnya dan kepada
desa yang didasarkan pada pertimbangan untuk mengatasi kesenjangan
fiskal, membantu pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang tidak tersedia
alokasi dananya, sesuai kemampuan keuangan masing-masing daerah. Pemberian
bantuan keuangan dapat bersifat umum dan bersifat khusus. Bantuan keuangan yang
bersifat umum digunakan untuk mengatasi kesenjangan fiskal dengan menggunakan
formula antara lain variabel: pendapatan daerah, jumlah penduduk, jumlah
penduduk miskin dan luas wilayah yang ditetapkan dengan peraturan kepala
daerah. Bantuan keuangan yang bersifat khusus digunakan untuk membantu capaian
kinerja program prioritas pemerintah daerah/desa penerima bantuan keuangan
sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan penerima bantuan.
Pemanfaatan bantuan keuangan yang bersifat khusus ditetapkan terlebih dahulu
oleh pemberi bantuan.
b) Bantuan
keuangan kepada partai politik dianggarkan pada jenis belanja bantuan keuangan,
objek belanja bantuan keuangan kepada partai politik dan rincian objek belanja
nama partai politik penerima bantuan keuangan. Besaran penganggaran,
pelaksanaan dan pertanggungjawaban bantuan keuangan kepada partai politik
berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang bantuan keuangan kepada
partai politik.
c) Pemerintah
kabupaten/kota menganggarkan bantuan keuangan kepada pemerintah desa paling
sedikit 10 persen dari dana perimbangan yang diterimanya kecuali DAK. Pembagian
untuk setiap desa ditetapkan secara proporsional dengan keputusan kepala
daerah. Bantuan keuangan ini merupakan Alokasi Dana Desa (ADD) sesuai Pasal 68
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Selain itu, pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota dapat memberikan bantuan keuangan lainnya kepada
pemerintah desa dalam rangka percepatan pembangunan desa sesuai kemampuan
keuangan daerah.
d) Sistem
dan prosedur penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja bantuan
keuangan ditetapkan dalam peraturan kepala daerah, dengan memperhatikan
ketentuan Pasal 47 dan Pasal 133 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 dan peraturan
perundang-undangan lainnya.
e) Dari
aspek teknis penganggaran, dalam APBD pemberi bantuan keuangan harus diuraikan daftar nama
pemerintah daerah/desa selaku penerima bantuan keuangan sebagai rincian obyek
penerima bantuan keuangan sesuai kode rekening berkenaan.
7) Belanja
Tidak Terduga
Penganggaran belanja tidak terduga
dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan realisasi Tahun Anggaran 2011
dan kemungkinan adanya kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi
sebelumnya, diluar kendali dan pengaruh pemerintah daerah. Belanja tidak
terduga merupakan belanja untuk mendanai kegiatan yang sifatnya tidak biasa
atau tidak diharapkan terjadi berulang, seperti kebutuhan tanggap darurat
bencana, penanggulangan bencana alam dan bencana sosial, yang tidak tertampung
dalam bentuk program dan kegiata pada
Tahun Anggaran 2013, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah
tahun-tahun sebelumnya.
b. Belanja
Langsung Penganggaran belanja langsung dalam rangka melaksanakan program dan
kegiatan pemerintah daerah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Alokasi
belanja langsung dalam APBD digunakan
untuk pelaksanaan urusan pemerintahan daerah, yang terdiri dari urusan wajib
dan urusan pilihan. Belanja langsung dituangkan dalam bentuk program dan
kegiatan, yang manfaat capaian kinerjanya dapat dirasakan langsung oleh
masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik dan keberpihakan
pemerintah daerah kepada kepentingan publik. Penyusunan anggaran belanja untuk
setiap program dan kegiatan mempedomani SPM yang telah ditetapkan, Analisis
Standar Belanja (ASB), dan standar satuan harga. ASB dan standar satuan harga
ditetapkan dengan keputusan kepala daerah dan digunakan sebagai dasar
penyusunan RKA-SKPD dan RKA-PPKD.
2) Belanja
Pegawai
a)
Dalam rangka
meningkatkan efisiensi anggaran daerah, penganggaran honorarium bagi PNSD dan
Non PNSD memperhatikan asas kepatutan, kewajaran dan rasionalitas dalam
pencapaian sasaran program dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu
pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai target kinerja kegiatan dimaksud.
Berkaitan dengan hal tersebut, pemberian honorarium bagi PNSD dan Non PNSD
dibatasi dan hanya didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaan PNSD dan Non
PNSD dalam kegiatan benar-benar memiliki peranan dan kontribusi nyata terhadap
efektifitas pelaksanaan kegiatan dimaksud. Dalam satu kegiatan tidak diperkenankan hanya diuraikan ke dalam
jenis belanja pegawai, obyek belanja honorarium dan rincian obyek belanja
honorarium Non PNSD. Besaran honorarium bagi PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan,
termasuk honorarium narasumber/tenaga ahli dari luar instansi pelaksana
kegiatan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
b)
Penganggaran uang untuk
diberikan kepada pihak ketiga/masyarakat hanya diperkenankan untuk penganggaran
hadiah pada kegiatan yang bersifat perlombaan atau penghargaan atas suatu
prestasi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A.VIII.a.1 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
sebagaimana diubah beberapa kali,
terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
3) Belanja
Barang dan Jasa
a)
Penganggaran belanja
barang pakai habis disesuaikan dengan kebutuhan nyata yang didasarkan atas
pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD, jumlah pegawai dan volume pekerjaan serta
memperhitungkan sisa persediaan barang Tahun Anggaran 2012.
b)
Mengutamakan produksi
dalam negeri dan melibatkan usaha mikro dan usaha kecil serta koperasi kecil
tanpa mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan sehat, kesatuan sistem dan
kualitas kemampuan teknis.
c)
Penganggaran untuk
pengadaan barang (termasuk berupa aset tetap) yang akan diserahkan atau dijual
kepada pihak ketiga/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan, dianggarkan pada
jenis belanja barang dan jasa.
d)
Penganggaran belanja
perjalanan dinas dalam rangka kunjungan kerja dan studi banding, baik
perjalanan dinas dalam negeri maupun perjalanan dinas luar negeri, dilakukan
secara selektif, frekuensi dan jumlah harinya dibatasi serta memperhatikan
target kinerja dari perjalanan dinas dimaksud sehingga relevan dengan substansi
kebijakan pemerintah daerah. Hasil kunjungan kerja dan studi banding dilaporkan
sesuai peraturan perundang-undangan.
Khusus penganggaran perjalanan dinas luar negeri berpedoman pada
Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perjalanan Ke Dinas Luar Negeri
dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pedoman
Perjalanan Dinas Ke Luar Negeri Bagi Pejabat/Pegawai di lingkungan Kementerian
Dalam Negeri, Pemerintah Daerah, dan Pimpinan serta Anggota DPRD.
e)
Penganggaran untuk
menghadiri pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya yang
terkait dengan pengembangan sumber daya manusia Pimpinan dan Anggota DPRD serta
pejabat/staf pemerintah daerah, yang tempat penyelenggaraannya di luar daerah
harus dilakukan sangat selektif dengan mempertimbangkan aspek-aspek urgensi dan
kompetensi serta manfaat yang akan diperoleh dari kehadiran dalam pendidikan
dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya guna pencapaian efektifitas
penggunaan anggaran daerah. Dalam rangka orientasi dan pendalaman tugas Pimpinan
dan Anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota agar berpedoman pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2011 tentang Pedoman Orientasi
dan Pendalaman Tugas Anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
f)
Penganggaran untuk
penyelenggaraan kegiatan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau
sejenisnya diprioritaskan untuk menggunakan fasilitas aset daerah, seperti
ruang rapat atau aula yang sudah tersedia milik pemerintah daerah.
g)
Dalam rangka antisipasi
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan PBB-P2) yang akan
menjadi kewenangan daerah paling lambat 1 Januari 2014 menjadi endapatan Asli
Daerah pemerintah kabupaten/ kota, pemerintah kabupaten/kota memprioritaskan
penganggaran untuk program dan kegiatan pengalihan dimaksud, baik aspek
regulasi, kelembagaan, pendataan, sistem, standar pengelolaan, dan pengembangan
sumber daya manusia serta penyiapan sarana dan prasarana maupun faktor lain
yang terkait dengan pengalihan PBB-2.
4) Belanja
Modal
a) Jumlah
belanja modal yang dialokasikan dalam APBD sekurang-kurangnya 29 persen dari
belanja daerah sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang
RPJMN Tahun 2010-2014.
b) Penganggaran
untuk pengadaan kebutuhan barang milik daerah, menggunakan dasar perencanaan
kebutuhan barang milik daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik
Daerah dan memperhatikan standar barang berdasarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja
Pemerintah Daerah, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 11 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
7 Tahun 2006. Khusus penganggaran untuk pembangunan gedung dan bangunan milik
daerah memperhatikan Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan
Bangunan Gedung Negara.
H. Pelaksanaan
Anggaran Pembiayaan
Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun
2006 Pasal 137 sampai dengan Pasal 153, anggaran yang
diperlukan untuk pembiayaan
daerah bersumber dari:
(a) sisa lebih perhitungan tahun
anggaran sebelumnya, (b)
dana cadangan, (c)
investasi, (d) pinjaman/obligasi
daerah, dan (e) piutang daerah.
a. Sisa
Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya
Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SiLPA adalah selisih lebih realisasi
penerimaan dan pengeluaran
anggaran selama satu
periode tahun anggaran.
SiLPA tahun sebelumnya
merupakan penerimaan pembiayaan
yang dapat digunakan untuk:
1) Menutupi defisit
anggaran apabila realisasi
pendapatan lebih kecil
daripada realisasi belanja daerah;
2) Mendanai
pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung; dan
3) Mendanai
kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum terselesaikan.
b. Dana
Cadangan
Dana cadangan
adalah dana yang
disisihkan guna mendanai
kegiatan yang memerlukan dana
yang relatif besar yang tidak dapat
dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Hal-hal yang harus diperhatikan
mengenai dana cadangan adalah bahwa:
1) Dana
cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atas nama dan cadangan pemerintah
daerah yang dikelola oleh bendahara umum daerah;
2) Dana
cadangan tidak boleh digunakan untuk membiayai program dan kegiatan lain di
luar yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan dana
cadangan;
3) Program dan
kegiatan sebagaimana disebutkan
pada butir (2)
baru boleh dilaksanakan apabila
dana cadangan telah
mencukupi untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan
tersebut;
4) Untuk membiayai
program dan kegiatan
tersebut dana cadangan
harus dipindahbukukan dahulu ke rekening kas umum daerah yang harus
dilengkapi dengan surat perintah
pemindahbukuan oleh kuasa
bendahara umum daerah dengan persetujuan PPKD;
5) Penatausahaan pelaksanaan
program dan kegiatan
yang dibiayai dari
dana cadangan diperlakukan sama dengan penatausahaan pelaksanaan program
dan kegiatan lainnya.
c. Investasi
Menurut ketentuan
dalam Permendagri Nomor
13 Tahun 2006
yang dimaksud dengan investasi
adalah penggunaan aset
untuk memperoleh manfaat
eknomis seperti; bunga, dividen, royalti, manfaat sosial dan/atau
manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan
pemerintah daerah dalam
rangka pelayanan kepada
masyarakat.
Ketentuan
mengenai dana investasi adalah bahwa investasi awal dan penambahan
investasi dicatat dalam
rekening penyertaan modal
(investasi) daerah.
Pengurangan, penjualan dan/atau
pengalihan investasi dicatat
dalam rekening penjualan kekayaan
daerah yang dipisahkan (divestasi modal).
d. Pinjaman
Daerah dan Obligasi
Pinjaman
daerah adalah semua
transaksi yang mengakibatkan
daerah menerima sejumlah uang atau
menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah dibebani
kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut.
Beberapa
hal yang harus dicermati mengenai pinjaman daerah dan obligasi adalah:
1) Penerimaan pinjaman
dan obligasi daerah
harus dilakukan melalui
rekening kas umum daerah;
2) Pendapatan daerah
dan/atau aset daerah
(barang milik daerah)
tidak boleh dijadikan jaminan
pinjaman daerah;
3) Kegiatan
yang dibiayai dari obligasi daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam
kegiatan tersebut dapat
dijadikan sebagai jaminan
obligasi daerah;
Penatusahaan
atas pinjaman daerah dan obligasi daerah dilaksanakan oleh Kepala Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah (kepala SKPKD).
e. Piutang
Daerah
Piutang
daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kembali kepada pemerintah
daerah dan/atau hak
pemerintah yang dapat
dinilai dengan uang
sebagai akibat perjanjian atau
akibat lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan atau akibat lainnya yang sah.
Hal-hal
yang harus diperhatikan berkenaan dengan piutang daerah adalah bahwa:
1) Setiap
piutang daerah harus diselesaikan seluruhnya dengan tepat waktu;
2) Pejabat penatausahaan
keuangan SKPD (PPK-SKPD)
melakukan penatausahaan atas penerimaan
piutang atau tagihan
daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD;
3) Piutang daerah
dan/atau tagihan daerah
yang tidak dapat
diselesaikan seluruhnya pada saat
jatuh tempo, diselesaikan
sesuai dengan peraturan pertundang-undangan;
4) Piutang
daerah jenis tertentu seperti piutang pajak daerah dan piutang retribusi daerah
merupakan prioritas untuk didahulukan penyelesaiannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
5) Piutang daerah
yang terjadi sebagai
akibat hubungan keperdataan
dapat diselesaikan dengan cara
damai, kecuali piutang
daerah yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam
peraturan perundang-undangan;
6) Piutang
daerah dapat dihapuskan dari pembukuan dengan penyelesaian secara mutlak atau
bersyarat, kecuali cara
penyelesaiannya diatur tersendiri
dalam peraturan perundang-undangan;
7) Penghapusan
piutang daerah dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk
piutang berjumlah sampai dengan Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah),
penghapusan ditetapkan oleh kepala daerah;
b. Untuk
piutang yang jumlahnya lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah),
penghapusannya ditetapkan oleh kepala daerah dengan persetujuan DPRD;
8) Penagihan dan
penatausahaan piutang daerah
dilaksanakan oleh Kepala SKPKD yang realisasi setiap bulannya
harus dilaporkan kepada kepala daerah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penyusunan APBD telah diatur dalam
peraturan yang telah ditetapkan pada Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Pedoman Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran.
Dalam penyusunan APBD diperlukan suatu
mekanisme penyusunan dan dokumen dokumen yang harus dipenuhi. Hal ini dilakukan
karena telah ada suatu ketetapan hokum yang terbentuk dalam undang-undang yaitu
pada pasal 18-20 yang harus dijalankan.
Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam
APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian
serta dasar hukum penerimaannya.
a. Pendapatan
Asli Daerah (PAD)
b. Dana
Perimbangan
c. Lain-Lain
Pendapatan Daerah Yang Sah Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Belanja daerah harus digunakan untuk
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan
yang ditetapkan dengan ketentuan perundang - undangan.
1. Belanja
Tidak Langsung
a.
Belanja Bunga
b.
Belanja Subsidi
c.
Belanja Hibah dan
Bantuan Sosial Tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan
dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi pemberian hibah dan
bantuan sosial yang bersumber dari APBD harus mempedomani peraturan kepala
daerah yang telah disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan di bidang
hibah dan bantuan sosial.
d.
Belanja Bagi Hasil
Penganggaran dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan pemerintah provinsi
kepada pemerintah kabupaten/kota atau pendapatan pemerintah kabupaten/kota
kepada pemerintah desa harus mempedomani Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
e.
Belanja Bantuan
Keuangan
f.
Belanja Tidak Terduga
2.
Belanja Langsung
Penganggaran belanja langsung dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan
pemerintah daerah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Alokasi belanja
langsung dalam APBD digunakan untuk
pelaksanaan urusan pemerintahan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan
urusan pilihan.
b.
Belanja Pegawai
c.
Belanja Barang dan Jasa
d.
Belanja Modal
3. Pelaksanaan
Anggaran Pembiayaan
Sesuai
dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 137 sampai dengan Pasal 153,
anggaran yang diperlukan
untuk pembiayaan daerah
bersumber dari: (a)
sisa lebih perhitungan tahun
anggaran sebelumnya, (b)
dana cadangan, (c)
investasi, (d) pinjaman/obligasi
daerah, dan (e) piutang daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar